Jika Amerika Serikat memiliki artileri Howitzer swagerak 155mm andalan M109 Paladin, Korea Selatan punya K9, kendaraan artileri swagerak yang tak kalah bagusnya. Pada K9 lah korps Artileri TNI AD melirik dan mempersiapkan akuisisinya. Masa-masa realisasi pembangunan kekuatan TNI yang mengacu kepada MEF (Minimum Essential Force) Renstra I memang sudah hampir paripurna, dengan sebagian besar alutsista yang dipesan sudah mulai berdatangan. Korps Artileri TNI AD sendiri kebagian 37 unit Howitzer berbasis truk CAESAR dari Perancis senilai USD 141 juta dan 36 unit sistem artileri roket ASTROS senilai USD 405 juta dari Brasil. Ini berarti Korps Artileri TNI AD bisa memodernisasi dan membentuk 4 batalyon artileri swagerak, diluar sejumlah meriam tarik 105mm Kh-178 dan 155mm Kh-179 yang dibelinya dari Korea Selatan.
Di luar perkiraan, di tengah masa transisi pemerintahan hasil Pemilu 2014, TNI ternyata tak lantas berhenti dan mengambil napas. MEF Renstra 2 yang sudah di ambang pintu perlahan-lahan mulai mengemuka. Alutsista pilihan dan berkualitas kembali disasar untuk menjaga kedaulatan dan meningkatkan wibawa di antara negara kawasan. Satu yang dilirik untuk semakin memperkuat Korps Artileri TNI AD adalah sistem artileri swagerak berpenggerak roda rantai (tracked). Sistem semacam ini hanya dimiliki oleh sedikit negara. Yang paling mendominasi, tentu saja adalah M109 Paladin yang begitu laku dan dipergunakan hampir sebagian besar Negara NATO. Inggris memiliki AS90, dan Jerman Barat menggunakan Panzer Haubitze (PzH) 2000.
Korps Artileri TNI AD memang sangat butuh penyegaran untuk urusan artileri swagerak berbasis roda rantai. Pasalnya, AMX-13 AUF1 105mm yang dimiliki sudah amat terlalu uzur, pabriknya sudah bangkrut, dan suku cadangnya sudah tak lagi tersedia di pasaran. Untuk mendukung manuver gabungan dengan Kavaleri yang sudah dilengkapi MBT Leopard 2A4 dan Infantri Mekanis yang sudah menggunakan Marder 1A3 dan Anoa sudah pasti kepayahan. Apalagi jarak jangkau meriamnya semakin terbatas.
Namun begitu, pemilihan kandidat sistem artileri swagerak harus dilakukan dengan sejumlah pertimbangan yang benar-benar matang. Soal pertama, apalagi kalau bukan hantu embargo di medio 1990an dan awal milenium baru. Jangan sampai alutsista berharga mahal harus mangkrak karena kelangkaan suku cadang, atau tidak bisa digunakan karena larangan negara produsennya. Kedua, sistem yang dibeli tentu saja harus kompatibel dengan segala jenis munisi yang dipergunakan Korps Artileri TNI AD sendiri, mengingat TNI AD menggunakan amunisi yang berbeda-beda negara produsennya walaupun kalibernya sama.
Yang terakhir, TNI AD tentu mengutamakan keseimbangan. Walaupun pemerintahan lalu percaya pada jargon kosong diplomasi "zero enemy thousand friends", kenyataannya situasi geopolitik seringkali memaksa keberpihakan karena keadaan. Apabila kemudian keberpihakan tersebut dapat menimbulkan implikasi negatif bagi postur pertahanan Indonesia, TNI harus siap. Pengadaan alutsista dari multi negara dianggap mampu menjadi solusi, walaupun berdampak kepada logistik dan suku cadang yang harus disiapkan untuk mendukung penggelaran alutsista.
Nah, dari sejumlah kandidat yang dievaluasi, K9 Thunder buatan Korea Selatan kemudian menyeruak sebagai kandidat yang memiliki kans terbesar untuk dieksekusi pembeliannya. Sistem artileri swagerak terbaru ini menawarkan keganasan meriam 155mm dalam sasis yang sepenuhnya dibuat oleh perusahaan Korea Selatan, Samsung Techwin. Dengan sejarah mesra dimana meriam howitzer TNI AD sebagian besar memang diakuisisi dari Korea Selatan, K9 bak melengkapi kebahagiaan. Apalagi K9 Thunder sudah pula menyandang predikat 'battle proven'. Korps Artileri sendiri menargetkan akuisisi 2 yon tambahan sistem artileri berpenggerak rantai untuk memperkuat batalyon artileri medan TNI AD.
K9 Thunder, sang primadona baru
Korea Selatan sendiri sejak lama merupakan pengguna setia M109 Paladin.
Tidak mau membeli mentah-mentah, Korea Selatan melisensi M109A2 sebagai
K55 dan K55A1. Namun semakin berkembangnya teknologi, Korea Selatan
semakin merasa ketinggalan. M109 Paladin sudah mencapai iterasi A6
dengan jarak jangkauan yang semakin jauh, sementara K55A1 sudah jelas
kalah jarak. Rival beratnya Korea Utara sudah diketahui memiliki sistem
artileri swagerak berbasis sasis tank Type-59 berkode M-1978 Koksan
dengan meriam kaliber 170mm.
K9 Thunder. Gambar: Samsung Techwin |
Untuk mempersempit selisih tersebut, Korea Selatan menugaskan Samsung
Techwin (sebelumnya bernama Samsung Defense Aerospace) untuk
mengembangkan sistem artileri swagerak sebagai komplemen, dan kelak
pengganti, K55 pada 1989. Purwarupa pertama sudah ditampilkan pada 1994,
dan pengujian lanjutan dilakukan sampai akhirnya dapat diterima oleh AD
Korea Selatan pada 1998. Dengan kendaraan serial pertama masuk dinas
aktif pada 2000an, boleh dikatakan usia K9 masihlah cukup muda.
Baca selengkapnya di Arc.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar