Komando Operasi Khusus Amerika Serikat "SOCOM" sudah sejak 2009 menginginkan senapan sniper standar baru. Akhirnya Precision Sniper Rifle (PSR) dipilih sebagai senapan standar SOCOM. Sebelumnya SOCOM telah mengadakan beberapa lomba sebelum memilih PSR yang merupakan versi modifikasi dari MSR (modular sniper rifle) yang sudah ada sebelumnya.
Maret lalu SOCOM mengorder 5.150 pucuk senapan PSR dengan harga per unitnya sekitar AS$15 ribu, serta 4,6 juta amunisi. Senapan dan amunisi tersebut akan diterima dalam sepuluh tahun kedepan.
Secara bertahap, PSR akan menggantikan senapan M40 dan MK13 (versi khusus untuk SOCOM dari M24 Angkatan Darat AS). PSR adalah senapan bolt action dengan berat 7,7 kg dan panjang 1,2 meter atau 0,91 meter bila popor dilipat. PSR dapat menembakkan salah satu dari lima cartridge yaitu kaliber .338 Lapua Magnum, .338 Norma Magnum, .300 Winchester Magnum, .308 Winchester, atau 7.62x51mm standar NATO (magazin 5 atau 10 putaran). Namun utamanya PSR akan menggunakan .338 Lapua Magnum dengan jangkauan efektif mencapai 1.600 meter.
M24 (6,8 kg) sendiri dibuat berdasarkan senapan berburu Remington 700, yaitu M40 (7,5kg). PSR dan juga MSR adalah desain yang sama sekali baru, dibuat berdasarkan Remington. MSR mulai digunakan sejak tahun 2009, dan banyak personel SOCOM sebelumnya sudah melihatnya sebagai kemungkinan pemenang kompetisi PSR.
Kaliber .338 Lapua Magnum terpilih sebagai amunisi standar untuk PSR karena memiliki track record yang mengesankan dalam pertempuran. Lapua Magnum -yang perkembangannya relatif baru- pertama kali muncul pada tahun 1989, dan dirancang unuk kompetisi-kompetisi berburu dan untuk sniper dari kepolisian. Jangkauan efektifnya dapat mencapai 1.600 meter, dan sniper dari militer AS baru akan menggunakannya untuk senapan mereka. Sniper Inggris di Irak, dan terutama Afghanistan, telah lebih dulu menggunakannya dan menemukan bahwa jangkauan efektif Lapua Magnum bisa dua kali jangkauan amunisi standar NATO 7,62x51 mm (dikembangkan 60 tahun lalu yang pembuatannya didasarkan pada amunisi yang dikembangkan sebelum Perang Dunia I). Sniper Belanda yang juga termasuk negara awal yang menggunakannya, juga menggunakan amunisi ini di Afghanistan dengan klaim banyak keberhasilan.
Sniper Inggris di Afghanistan banyak menggunakan senapan 7,62 mm yang telah dikonversi (dengan mengganti laras dan receiver) untuk menggunakan Lapua Magnum. Pada tahun 2009, seiring semakin banyaknya modifikasi senapan sniper mereka, Amerika Serikat akhirnya bisa menggunakan Lapua Magnum.
Di dekade terakhir ini, Angkatan Darat dan Marinir AS telah meningkatkan
penggunaan sniper, dan keberhasilan AS ini pun diikuti oleh
negara-negara lain. Penggunaan yang agresif dari sniper dalam dekade
terakhir ini adalah suatu hal yang banyak mengubah 'wajah' pertempuran
darat. Karena perang di Irak dan Afghanistan, taktik infanteri sudah
banyak berubah. Sederhananya, penekanannya adalah dengan menggunakan
sedikit peluru namun menembak dengan akurat (efektif).
Pasukan elite AS, seperti Special Forces dan SEAL, selalu beroperasi dengan cara ini. Tapi itu bisa berhasil karena mereka memang memiliki keterampilan, kesempatan dan sering berlatih agar bisa. Angkatan Darat dan Marinir AS juga menilai/mengklaim bahwa mereka juga bisa bertempur dengan cara yang sama, dengan syarat adanya senjata, peralatan dan taktik baru, ditambah dengan pengalaman tempur tentara itu sendiri dan pelatihan khusus yang diberikan. Ini termasuk penggunaan simulator tembak baru, yang menjadikan tentara bisa menembakkan amunisi virtual seolah-olah itu di pertempuran nyata, tanpa ada kerumitan dan biaya untuk berlatih di lapangan.
Saat ini, sekitar 10 persen dari pasukan infanteri Amerika Serikat dilatih dan dilengkapi untuk menjadi sniper. Komandan-komandan tempur AS yakin bahwa mengirimkan dua personel (spotter dan sniper) dalam pertempuran tidak hanya akan menghemat biaya, tetapi perhitungan tingkat presisinya jauh lebih baik. Dalam hal menemukan musuh, sniper akan lebih baik dan melumpuhkan musuh dengan tingkat kebisingan dan keributan yang minim. Penggunaan pemandangan (sight - baik untuk siang maupun malam) baru untuk senapan telah menjadikan infanteri menembak dengan akurat, satu tembakan saja.
Senapan-senapan baru untuk sniper juga telah membuat perubahan besar. Dalam dekade terakhir, Angkatan Darat AS telah meluncurkan beberapa senapan baru. Sebut saja M110 SASS (Semi-Automatic Sniper System) dikirimkan kepada pasukan AS di Irak dan Afghanistan pada tahun 2008. Senjata ini sebenarnya bukan terobosan besar teknologi, senapan masih ini dibuat berdasarkan senapan "tua" AR-10. Panjangnya 1,03 meter dan dapat dipasangi tube 15 cm pada laras, yang akan mengurangi kebisingan dan flash ketika ditembakkan, sekaligus meminimalisir debu (di sekitar) yang naik ke udara.
Dalam beberapa tahun terakhir, para sniper telah mengadopsi beberapa jenis amunisi yang dianggap lebih powerfull seperti .338 Lapua Magnum dan .300 Magnum dan aksesoris yang multifungsi. Beberapa model senapan sniper banyak juga yang dimodifiksi untuk menggunakan amunisi yang lebih jauh (dengan mengganti laras dan receiver).
Sebelumnya, banyak sniper yang sukses menggunakan M14 tune up (asal tahun 1960) sebagai senapan sniper, namun sebenarnya M14 sendiri bukan dirancang untuk dijadikan sebagai senapan sniper. AR-10 adalah model yang lebih baik untuk senapan sniper semi-otomatis, karena secara inheren lebih andal dan akurat. Selama Perang Dunia II, diketahui bahwa ada banyak situasi di mana senapan sniper semi-otomatis akan sangat berguna. M110 sudah banyak menggantikan M24 bolt-action dan membuat kerja para sniper menjadi lebih efektif. Meningkatnya jumlah sniper dan tingkat efektifitas mereka, telah mengubah "wajah" dari medan perang terutama untuk saat ini di Irak dan Afghanistan. Musuh menembak dengan senapan otomatis, namun sniper hanya menembakkan satu peluru saja. Tentu saja harus tepat sasaran dan tetap tersembunyi, kalau tidak mau dibombardir RPG musuh.
[Foto: Only HD Wallpaper]
Pasukan elite AS, seperti Special Forces dan SEAL, selalu beroperasi dengan cara ini. Tapi itu bisa berhasil karena mereka memang memiliki keterampilan, kesempatan dan sering berlatih agar bisa. Angkatan Darat dan Marinir AS juga menilai/mengklaim bahwa mereka juga bisa bertempur dengan cara yang sama, dengan syarat adanya senjata, peralatan dan taktik baru, ditambah dengan pengalaman tempur tentara itu sendiri dan pelatihan khusus yang diberikan. Ini termasuk penggunaan simulator tembak baru, yang menjadikan tentara bisa menembakkan amunisi virtual seolah-olah itu di pertempuran nyata, tanpa ada kerumitan dan biaya untuk berlatih di lapangan.
Saat ini, sekitar 10 persen dari pasukan infanteri Amerika Serikat dilatih dan dilengkapi untuk menjadi sniper. Komandan-komandan tempur AS yakin bahwa mengirimkan dua personel (spotter dan sniper) dalam pertempuran tidak hanya akan menghemat biaya, tetapi perhitungan tingkat presisinya jauh lebih baik. Dalam hal menemukan musuh, sniper akan lebih baik dan melumpuhkan musuh dengan tingkat kebisingan dan keributan yang minim. Penggunaan pemandangan (sight - baik untuk siang maupun malam) baru untuk senapan telah menjadikan infanteri menembak dengan akurat, satu tembakan saja.
Senapan-senapan baru untuk sniper juga telah membuat perubahan besar. Dalam dekade terakhir, Angkatan Darat AS telah meluncurkan beberapa senapan baru. Sebut saja M110 SASS (Semi-Automatic Sniper System) dikirimkan kepada pasukan AS di Irak dan Afghanistan pada tahun 2008. Senjata ini sebenarnya bukan terobosan besar teknologi, senapan masih ini dibuat berdasarkan senapan "tua" AR-10. Panjangnya 1,03 meter dan dapat dipasangi tube 15 cm pada laras, yang akan mengurangi kebisingan dan flash ketika ditembakkan, sekaligus meminimalisir debu (di sekitar) yang naik ke udara.
Dalam beberapa tahun terakhir, para sniper telah mengadopsi beberapa jenis amunisi yang dianggap lebih powerfull seperti .338 Lapua Magnum dan .300 Magnum dan aksesoris yang multifungsi. Beberapa model senapan sniper banyak juga yang dimodifiksi untuk menggunakan amunisi yang lebih jauh (dengan mengganti laras dan receiver).
Sebelumnya, banyak sniper yang sukses menggunakan M14 tune up (asal tahun 1960) sebagai senapan sniper, namun sebenarnya M14 sendiri bukan dirancang untuk dijadikan sebagai senapan sniper. AR-10 adalah model yang lebih baik untuk senapan sniper semi-otomatis, karena secara inheren lebih andal dan akurat. Selama Perang Dunia II, diketahui bahwa ada banyak situasi di mana senapan sniper semi-otomatis akan sangat berguna. M110 sudah banyak menggantikan M24 bolt-action dan membuat kerja para sniper menjadi lebih efektif. Meningkatnya jumlah sniper dan tingkat efektifitas mereka, telah mengubah "wajah" dari medan perang terutama untuk saat ini di Irak dan Afghanistan. Musuh menembak dengan senapan otomatis, namun sniper hanya menembakkan satu peluru saja. Tentu saja harus tepat sasaran dan tetap tersembunyi, kalau tidak mau dibombardir RPG musuh.
[Foto: Only HD Wallpaper]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar