BOGOR - Rencana pemerintah menggabungkan zona waktu di Indonesia menjadi satu bukan hal baru. Pergantian zona waktu di Indonesia sudah sembilan kali dilakukan.
Kepala Divisi Humas dan Promosi Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Edib Muslim menuturkan usulan pembagian waktu bukan lagi hal baru, sebab sudah sembilan kali sejak zaman kemerdekaan, Indonesia melakukan pengubahan tersebut.
"Saya kira ini ada di pikiran Pak Menko (Menko Kesra Agung Laksono). Saya yakin beliau ada alasan untuk lakukan itu. Toh ini bukan hal baru, kita sudah sembilan kali melakukan pengubahan perbedaan waktu menggunakan GMT +8. Dan semua ada alasan ekonomi dan politik tertentu," jelasnya dalam acara Workshop MP3EI di Hotel Santika Bogor, kemarin.
Indonesia sendiri bukan kali ini saja menerapkan zona waktu yang berbeda. Dalam paparan KP3Ei, pada pra kemerdekaan, pemerintah Hindia Belanda jgua telah mengubah zona waktu di wilayah nusantara sebanyak lima kali.
Memasuki zaman kemerdekaan, Indonsia sudah empat kali melakukan pengubahan pada 1947, 1950 dan 1963. Pada 1987 Bali keluar dari zona WIB dan masuk WITA. Alasannya, semata karena memperhitungkan sektor pariwisata.
"Bali kita geser ke kanan agar turis-turis Australia menginap semalam lagi. Kalau yang tambah menginap satu orang itu kecil, tapi kalo 100 ribu orang dikali USD100 berapa ? Itu baru hotelnya, belum dari suvenirnya," tambah dia.
Dia mencontohkan Batam, yang setiap tahun harus kehilangan potensi Rp 100 miliar dari transaksi hotel karena turis asal Singapura harus pulang lebih awal akibat perbedaan waktu satu jam dengan Batam, Indonesia.
"Seharusnya turis-turis Singapura yang datang ke Batam itu langsung kerja besok pagi dari Batam. Tapi, karena kita terlambat sejam mereka harus pulang dulu untuk besok pagi bisa kerja. Kalau semalam lagi turis-turis ini stay di Batam, berapa hotel di Batam yang penuh pada Minggu malamnya?," kata dia.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Lucky Eko Wuryanto menyebut Brazil, China dan India sebagai negara yang telah lebih dulu mengubah zona waktunya.
"Sekarang ada pamikiran di North American Free Trade Agreement (NAFTA) jadi kenapa kita tidak melakukan itu juga. karena toh sepertinya oke-oke saja toh (negara) yang sudah melakukan itu. Sudah beberapa kali kita melakukan ini, meski skalanya tidak sebesar ini," tambah dia.
Menurutny, pemerintah memang memiliki banyak pertimbangan lain dari sisi praktis yang dikaji terkait zona satu waktu ini. "Kita melihat, dari pengamatan kita ini pemikiran yang bisa kita terapkan dan punya dampak positif terhadap perekonomian," jelasnya.
"Tapi kalau kita bicara soal pimpinan kan mereka punya pandangan-pandangan yang lain. Tapi apa yang akan kita lakukan ini masih pemikiran teknis. Negatifnya apa kita juga ingin tahu," tambahnya. (mrt)
http://economy.okezone.com/read/2012/03/11/20/590928/indonesia-sudah-9-kali-rubah-zona-waktu
Kepala Divisi Humas dan Promosi Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Edib Muslim menuturkan usulan pembagian waktu bukan lagi hal baru, sebab sudah sembilan kali sejak zaman kemerdekaan, Indonesia melakukan pengubahan tersebut.
"Saya kira ini ada di pikiran Pak Menko (Menko Kesra Agung Laksono). Saya yakin beliau ada alasan untuk lakukan itu. Toh ini bukan hal baru, kita sudah sembilan kali melakukan pengubahan perbedaan waktu menggunakan GMT +8. Dan semua ada alasan ekonomi dan politik tertentu," jelasnya dalam acara Workshop MP3EI di Hotel Santika Bogor, kemarin.
Indonesia sendiri bukan kali ini saja menerapkan zona waktu yang berbeda. Dalam paparan KP3Ei, pada pra kemerdekaan, pemerintah Hindia Belanda jgua telah mengubah zona waktu di wilayah nusantara sebanyak lima kali.
Memasuki zaman kemerdekaan, Indonsia sudah empat kali melakukan pengubahan pada 1947, 1950 dan 1963. Pada 1987 Bali keluar dari zona WIB dan masuk WITA. Alasannya, semata karena memperhitungkan sektor pariwisata.
"Bali kita geser ke kanan agar turis-turis Australia menginap semalam lagi. Kalau yang tambah menginap satu orang itu kecil, tapi kalo 100 ribu orang dikali USD100 berapa ? Itu baru hotelnya, belum dari suvenirnya," tambah dia.
Dia mencontohkan Batam, yang setiap tahun harus kehilangan potensi Rp 100 miliar dari transaksi hotel karena turis asal Singapura harus pulang lebih awal akibat perbedaan waktu satu jam dengan Batam, Indonesia.
"Seharusnya turis-turis Singapura yang datang ke Batam itu langsung kerja besok pagi dari Batam. Tapi, karena kita terlambat sejam mereka harus pulang dulu untuk besok pagi bisa kerja. Kalau semalam lagi turis-turis ini stay di Batam, berapa hotel di Batam yang penuh pada Minggu malamnya?," kata dia.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Lucky Eko Wuryanto menyebut Brazil, China dan India sebagai negara yang telah lebih dulu mengubah zona waktunya.
"Sekarang ada pamikiran di North American Free Trade Agreement (NAFTA) jadi kenapa kita tidak melakukan itu juga. karena toh sepertinya oke-oke saja toh (negara) yang sudah melakukan itu. Sudah beberapa kali kita melakukan ini, meski skalanya tidak sebesar ini," tambah dia.
Menurutny, pemerintah memang memiliki banyak pertimbangan lain dari sisi praktis yang dikaji terkait zona satu waktu ini. "Kita melihat, dari pengamatan kita ini pemikiran yang bisa kita terapkan dan punya dampak positif terhadap perekonomian," jelasnya.
"Tapi kalau kita bicara soal pimpinan kan mereka punya pandangan-pandangan yang lain. Tapi apa yang akan kita lakukan ini masih pemikiran teknis. Negatifnya apa kita juga ingin tahu," tambahnya. (mrt)
http://economy.okezone.com/read/2012/03/11/20/590928/indonesia-sudah-9-kali-rubah-zona-waktu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar