PT Merpati Nusantara Airlines tahun depan akan mengoperasikan 20 pesawat amphibi buatan PT Dirgantara Indonesia (DI). Pesawat yang sanggup mendarat di air itu digunakan untuk membuka penerbangan di 300 Kabupaten.
“Pesawat itu nantinya beroperasi di wilayah yang ada pantainya, dan belum ada bandaranya. Kita menggunakan sistem lease purchase (sewa beli),” ujar Direktur Utama Merpati, Rudy Setyopurnomo kemarin. Di pasaran, harga pesawat jenis itu antara USD 4-8 juta per unit.
Rudy mengatakan 20 pesawat amphibi tersebut akan beroperasi di 300 Kabupaten untuk wilayah barat maupun wilayah timur Indonesia. Khususnya wilayah-wilayah kepulauan. Dia mengaku saat ini pengadaan 20 pesawat amphibi tersebut masih dalam bentuk kajian.
”Merpati memposisikan sebagai pasar PT DI,” ucapnya
Pesawat amphibi berkapasitas 12 penumpang itu, saat ini memang sedang dikembangkan BUMN strategis itu di bawah lisensi pabrikan Dornier Seawings, Jerman. Kini tengah gencar ditrawarkan ke pemerintah-pemerintah daerah. Dalam dua bulan terakhir, pabrikan pesawat yang berbasis di Bandung itu menyasar kawasan Indonesia timur dan wilayah kepulauan seperti Kepulauan Riau.
Kawasan itu dinilai cocok dengan karakteristik pesawat yang dapat menghubungkan antar-kepulauan dan daerah terpencil. “Di Manado, pesawat itu mendapat respon positif, tapi mereka mempertimbangkan dulu segi pendanaannya. Bulan ini kami melakukannya di Mataram,” kata Jubir PT DI, Rakhendi Triyatna di Bandung.
Menurut dia, roadshow itu akan dilakukan selama dua tahun. Sebagai tahap awal, proses pemasaran itu akan digulirkan selama empat bulan ke depan sejak April lalu. Estimasi PT DI, Indonesia membutuhkan sedikitnya 500 pesawat jenis tersebut dalam lima sampai sepuluh tahun mendatang.
Pesawat itu dapat mendarat dan terbang dengan landasan air seperti laut. Juga bisa di landasan konvesional. Keberadaannya yang bersifat multifungsi seperti untuk kelancaran fungsi pemerintahan, bisnis, hingga pariwisata dianggap bakal mampu menggerakan roda ekonomi kawasan.
“Desainnya milik Dornier. Begitu ada pesanan, kami tinggal memproduksinya. Satu unit bisa diselesaikan antara 1 sampai 1,5 tahun. Hampir keseluruhan pemda kami garap dalam pemasaran ini. Tak menutup kemungkinan kementerian tertentu menjadi sasaran,” ujar Rakhendi.
Dengan keyakinan itu, pabrik pesawat nasional tersebut yakin pesawat multiguna tersebut yang dapat pula difungsikan sebagai angkutan kargo bakal mendapatkan pasar di Tanah Air.
Di Kepri sendiri, pernah ada wacana menggunakan pesawat Belibis yang dikembangkan oleh BPPT. Namun hingga saat ini tak pernah terealisasi, masih sebatas riset. Nah, pesawat amphibi ini tampaknya jauh lebih tepat, apalagi masih banyak pulau-pulau yang sulit dijangkau di Kepri, khususnya di Anambas, Natuna, dan Lingga. Padahal, potensi alam untuk pariwisatanya luar biasa, begitupun potensi lautnya
Sumber : Batam POS
Pesawat Amphibi Dornier Jerman. Pesawat tersebut kini dikembangkan PT
Dirgantara Indonesia (DI) dibawah lisensi Dornier Seawings, Jerman. foto : batampos.co.id |
“Pesawat itu nantinya beroperasi di wilayah yang ada pantainya, dan belum ada bandaranya. Kita menggunakan sistem lease purchase (sewa beli),” ujar Direktur Utama Merpati, Rudy Setyopurnomo kemarin. Di pasaran, harga pesawat jenis itu antara USD 4-8 juta per unit.
Rudy mengatakan 20 pesawat amphibi tersebut akan beroperasi di 300 Kabupaten untuk wilayah barat maupun wilayah timur Indonesia. Khususnya wilayah-wilayah kepulauan. Dia mengaku saat ini pengadaan 20 pesawat amphibi tersebut masih dalam bentuk kajian.
”Merpati memposisikan sebagai pasar PT DI,” ucapnya
Pesawat amphibi berkapasitas 12 penumpang itu, saat ini memang sedang dikembangkan BUMN strategis itu di bawah lisensi pabrikan Dornier Seawings, Jerman. Kini tengah gencar ditrawarkan ke pemerintah-pemerintah daerah. Dalam dua bulan terakhir, pabrikan pesawat yang berbasis di Bandung itu menyasar kawasan Indonesia timur dan wilayah kepulauan seperti Kepulauan Riau.
Kawasan itu dinilai cocok dengan karakteristik pesawat yang dapat menghubungkan antar-kepulauan dan daerah terpencil. “Di Manado, pesawat itu mendapat respon positif, tapi mereka mempertimbangkan dulu segi pendanaannya. Bulan ini kami melakukannya di Mataram,” kata Jubir PT DI, Rakhendi Triyatna di Bandung.
Menurut dia, roadshow itu akan dilakukan selama dua tahun. Sebagai tahap awal, proses pemasaran itu akan digulirkan selama empat bulan ke depan sejak April lalu. Estimasi PT DI, Indonesia membutuhkan sedikitnya 500 pesawat jenis tersebut dalam lima sampai sepuluh tahun mendatang.
Pesawat itu dapat mendarat dan terbang dengan landasan air seperti laut. Juga bisa di landasan konvesional. Keberadaannya yang bersifat multifungsi seperti untuk kelancaran fungsi pemerintahan, bisnis, hingga pariwisata dianggap bakal mampu menggerakan roda ekonomi kawasan.
“Desainnya milik Dornier. Begitu ada pesanan, kami tinggal memproduksinya. Satu unit bisa diselesaikan antara 1 sampai 1,5 tahun. Hampir keseluruhan pemda kami garap dalam pemasaran ini. Tak menutup kemungkinan kementerian tertentu menjadi sasaran,” ujar Rakhendi.
Dengan keyakinan itu, pabrik pesawat nasional tersebut yakin pesawat multiguna tersebut yang dapat pula difungsikan sebagai angkutan kargo bakal mendapatkan pasar di Tanah Air.
Di Kepri sendiri, pernah ada wacana menggunakan pesawat Belibis yang dikembangkan oleh BPPT. Namun hingga saat ini tak pernah terealisasi, masih sebatas riset. Nah, pesawat amphibi ini tampaknya jauh lebih tepat, apalagi masih banyak pulau-pulau yang sulit dijangkau di Kepri, khususnya di Anambas, Natuna, dan Lingga. Padahal, potensi alam untuk pariwisatanya luar biasa, begitupun potensi lautnya
Sumber : Batam POS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar