Seperti halnya tradisi pulang kampung di Indonesia menjelang lebaran, mudik di China juga tak kalah meriahnya. Bahkan, tradisi mudik ala China dalam rangka perayaan Tahun Baru Imlek di kampung halaman itu dianggap terbesar di dunia.
Jumlah pemudik dari tahun ke tahun terus menunjukkan grafik peningkatan seiring dengan melesatnya pertumbuhan ekonomi di China. Tahun ini, jumlah pemudik diperkirakan naik siginifikan dibandingkan tahun lalu. Pemerintah memperkirakan jumlah pemudik, baik melalui darat, laut dan udara, mencapai 3,2 miliar jiwa selama libur Imlek. Angka tersebut naik 9,1 persen dibandingkan tahun lalu.
Kini, arus mudik di China mulai terlihat memadati sejumlah stasiun kereta di Beijing, Minggu (8/1). Ratusan pemudik dengan barang bawaan sangat banyak terlihat mengantre di loket tiket yang disediakan petugas stasiun dan ratusan pemudik lainnya berbaris mengular di depan pos pemeriksaan (checkpoint) serta sebagian lagi tengah menunggu kereta datang.
Lamanya antrean tak menyurutkan semangat para pemudik untuk pulang kampung. Maklum saja, tradisi ini hanya dilakukan sekali dalam setahun. Tak terkecuali, dua mahasiswa Liu dan Bao yang harus berganti kereta untuk menuju kampung halaman di Inner Mongolia dari tempatnya kini belajar di Provinsi Guizhou. Mereka tetap terlihat bersemangat untuk menempuh perjalanan pulang selama 40 jam.
"Kami sangat gembira bisa pulang kampung untuk merayakan (Imlek) bersama keluarga," kata Liu yang disambut anggukan Bao.
Meksipun libur resmis Imlek secara resmi baru dimulai 23 Januari mendatang, permintaan tiket mudik terus melonjak dalam beberapa pekan belakangan ini. Para pemudik, mayoritas pekerja migran (dari daerah), rela mengantre berjam-jam atau bahkan berhari-hari, demi mendapatkan tiket kereta untuk pulang kampung.
Gui Yurong, pedagang pakaian di Beijing, mengaku dirinya harus antre selama 10 hari untuk membeli tiket kereta dengan tujuan Jixim Provinsi Heilongjiang, China timur laut. Dari Beijing ke Jixi, perempuan berusia 43 tahun itu harus menempuh perjalangan selama 22 jam.
"Saya pulang kampung sekali dalam setahun," kata Gui. "Saya akan memberikan pakaian dan syal sutra kepada sanak keluarga dan teman dekat," imbuhnya, sembari menunjuk beberapa koper besar yang menjadi barang bawaannya.
Masalah Klasik
Sayangnya, persiapan pemerintah dalam mengantisipasi arus mudik tahun ini kembali terganjal masalah klasik. Meskipun menggunakan sistem online untuk penjualan tiket kereta, petugas masih kewalahan menghadapi lonjakan permintaan. Banyak calon pembeli via online yang kecewa karena harus kehabisan tiket untuk perjalanan hari tertentu. Karenanya, pemerintah berjanji akan meningkatkan layanan lewat situs Internet melalui memperbanyak jaringan untuk menangani permintaan.
Tak hanya itu, sistem tiket dengan nama asli seperti di KTP (kartu tanda penduduk) telah menimbulkan masalah baru. Aturan baru yang dimaksudkan untuk menekan masalah percaloan, justru menyebabkan penumpukan penumpang. Para penumpang tersebut membeli tiket melalui teman mereka.
"Kami telah membeli tiket, tetapi kami menghadapi masalah karena tiket tersebyt terdaftar dengan nama orang lain," kata seorang pria bernama singkat Xu di luar stasiun kereta sambil menggandeng istri dan anaknya. mad/AFP
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/80344
Jumlah pemudik dari tahun ke tahun terus menunjukkan grafik peningkatan seiring dengan melesatnya pertumbuhan ekonomi di China. Tahun ini, jumlah pemudik diperkirakan naik siginifikan dibandingkan tahun lalu. Pemerintah memperkirakan jumlah pemudik, baik melalui darat, laut dan udara, mencapai 3,2 miliar jiwa selama libur Imlek. Angka tersebut naik 9,1 persen dibandingkan tahun lalu.
Kini, arus mudik di China mulai terlihat memadati sejumlah stasiun kereta di Beijing, Minggu (8/1). Ratusan pemudik dengan barang bawaan sangat banyak terlihat mengantre di loket tiket yang disediakan petugas stasiun dan ratusan pemudik lainnya berbaris mengular di depan pos pemeriksaan (checkpoint) serta sebagian lagi tengah menunggu kereta datang.
Lamanya antrean tak menyurutkan semangat para pemudik untuk pulang kampung. Maklum saja, tradisi ini hanya dilakukan sekali dalam setahun. Tak terkecuali, dua mahasiswa Liu dan Bao yang harus berganti kereta untuk menuju kampung halaman di Inner Mongolia dari tempatnya kini belajar di Provinsi Guizhou. Mereka tetap terlihat bersemangat untuk menempuh perjalanan pulang selama 40 jam.
"Kami sangat gembira bisa pulang kampung untuk merayakan (Imlek) bersama keluarga," kata Liu yang disambut anggukan Bao.
Meksipun libur resmis Imlek secara resmi baru dimulai 23 Januari mendatang, permintaan tiket mudik terus melonjak dalam beberapa pekan belakangan ini. Para pemudik, mayoritas pekerja migran (dari daerah), rela mengantre berjam-jam atau bahkan berhari-hari, demi mendapatkan tiket kereta untuk pulang kampung.
Gui Yurong, pedagang pakaian di Beijing, mengaku dirinya harus antre selama 10 hari untuk membeli tiket kereta dengan tujuan Jixim Provinsi Heilongjiang, China timur laut. Dari Beijing ke Jixi, perempuan berusia 43 tahun itu harus menempuh perjalangan selama 22 jam.
"Saya pulang kampung sekali dalam setahun," kata Gui. "Saya akan memberikan pakaian dan syal sutra kepada sanak keluarga dan teman dekat," imbuhnya, sembari menunjuk beberapa koper besar yang menjadi barang bawaannya.
Masalah Klasik
Sayangnya, persiapan pemerintah dalam mengantisipasi arus mudik tahun ini kembali terganjal masalah klasik. Meskipun menggunakan sistem online untuk penjualan tiket kereta, petugas masih kewalahan menghadapi lonjakan permintaan. Banyak calon pembeli via online yang kecewa karena harus kehabisan tiket untuk perjalanan hari tertentu. Karenanya, pemerintah berjanji akan meningkatkan layanan lewat situs Internet melalui memperbanyak jaringan untuk menangani permintaan.
Tak hanya itu, sistem tiket dengan nama asli seperti di KTP (kartu tanda penduduk) telah menimbulkan masalah baru. Aturan baru yang dimaksudkan untuk menekan masalah percaloan, justru menyebabkan penumpukan penumpang. Para penumpang tersebut membeli tiket melalui teman mereka.
"Kami telah membeli tiket, tetapi kami menghadapi masalah karena tiket tersebyt terdaftar dengan nama orang lain," kata seorang pria bernama singkat Xu di luar stasiun kereta sambil menggandeng istri dan anaknya. mad/AFP
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/80344
Tidak ada komentar:
Posting Komentar