Rusia bertekad semakin aktif menjalin kerjasama dengan Indonesia di
bidang pertahanan. Kerjasama ini tidak sebatas jual-beli alat-alat utama
sistem pertahanan (alutsista), namun juga latihan militer bersama dan
rencana membuat proyek patungan industri alutsista.
Saat masih berbentuk Uni Soviet (USSR), Rusia menjual persenjataannya ke
Indonesia tidak lama setelah kedua negara membuka hubungan diplomatik
pada 1950. Di tahun-tahun awal, banyak pula personel angkatan laut dan
udara Indonesia dikirim ke Uni Soviet untuk menempuh pendidikan.
Namun, hubungan itu terganggu di pertengahan dekade 1960an karena
alasan-alasan politis. Kedua negara kembali melanjutkan hubungan di awal
dekade 1990an, walau baru berjalan erat satu dekade kemudian karena
saat itu masih terhalang beberapa faktor.
Contohnya, pembicaraan soal jual-beli jet tempur Rusia Sukhoi-30 ke
Indonesia sudah berlangsung sejak 1997. Namun jual-beli itu baru
disepakati pada 2003.
Eratnya kembali kerjasama pertahanan Rusia-Indonesia banyak terbantu
berkat rengganggnya hubungan serupa antara Indonesia dengan Amerika
Serikat di akhir dekade 1990an. Kerenggangan itu muncul setelah
Washington menjatuhkan embargo penjualan senjata ke Jakarta karena
menilai Indonesia saat itu melanggar Hak Asasi Manusia di Timor Timur,
yang kini bernama Timor Leste sejak menjadi negara berdaulat pada 2002.
Embargo senjata AS ke RI itu, berikut suku cadang, berlangsung selama
1999-2005. AS mengakhiri embargo ketika Presidennya saat itu, George W
Bush, menganggap Indonesia termasuk mitra penting memerangi terorisme.
Setelah mencabut embargo, AS pun terlihat aktif menawarkan mesin-mesin
perangnya kepada Indonesia. Pada 2011, AS sepakat mengirim 24 unit jet
tempur bekas tipe F-16 seri C/D blok 25 kepada Indonesia secara
cuma-cuma, kecuali untuk biaya pemutakhiran (upgrade).
Pada akhir 2012, AS dan Indonesia berunding untuk jual-beli helikopter
serbaguna UH-60 Black Hawk dan helikopter tempur AH-60D buatan
Boeing.
Namun, belajar dari embargo AS itu, Indonesia membuka pintu kerjasama
seluas-luasnya kepada negara lain, termasuk Rusia, agar tidak lagi
bergantung kepada satu pihak dalam pengadaan alutsista. Maka, sejak itu,
Indonesia tidak hanya kembali berbisnis senjata dengan AS, namun juga
mempererat kerjasama serupa dengan Rusia.
Maka, Indonesia dan Rusia bersepakat soal jual beli jet tempur dan
mesin-mesin perang lain. Sejak 2003, Rusia telah mengirim 12 unit jet
tempur Sukhoi ke Indonesia dan pengiriman empat unit lagi masih menunggu
persetujuan lebih lanjut.
Moskow pun telah menjual sejumlah helikopter militer Mi-35 dan Mi-17
kepada Jakarta. Alutsista lain yang dijual Rusia ke Indonesia adalah
kendaraan tempur lapis baja BMP-3F, kendaraan pengangkut personel
BTR-80A, serta senapan serbu AK-102.
Untuk membeli persenjataan itu, Moskow pada 2007 memberi fasilitas
kredit sebesar US$1 miliar kepada Jakarta. Kerjasama pertahanan di luar
jual-beli persenjataan juga telah berlangsung, seperti menggelar latihan
bersama memerangi perompak di laut antara pasukan Indonesia dengan
Rusia pada 2011.
Kerjasama kedua negara juga mencakup kemitraan Rusia dengan ASEAN. Pada
Juli 2004, Rusia dan ASEAN menyapakati deklarasi memerangi bersama
terorisme.
ASEAN dan Rusia pun menggelar pertemuan tahunan dan kelompok-kelompok
diskusi di bidang keamanan maritim, bantuan kemanusiaan, pengobatan
militer, operasi penjaga perdamaian , dan pemberantasan ranjau darat.
Baru-baru ini Rusia menawarkan bantuan ke Indonesia membangun sistem
pertahanan udara. Saat ini, Indonesia hanya memiliki rudal-rudal
pertahanan SAM (surface-to-air missile) jarak dekat.
Industri Pertahanan
Maka, Viktor Komardin dari perusahaan ekspor senjata-senjata Rusia
(Rosoboronexport) mengungkapkan bahwa Moskow akan menjual perangkat
sistem SAM sekaligus membantu mempersiapkan jaringan pertahanan udara.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Edy
Prasetyono, menilai kerjasama pertahanan RI-Rusia masih belum maksimal,
tidak saja dalam jual-beli alustsita, namun juga di bidang lain seperti
pelatihan, dan pendidikan militer.
"Indonesia kini punya undang-undang industri pertahanan yang menyatakan
bahwa pembangunan industri pertahanan bisa berlangsung melalui kerjasama
internasional. Maka, ada ruang bagi Rusia untuk bekerjasama dengan
Indonesia, terutama dalam beberapa platform senjata tertentu. Kedua
negara perlu bernegosiasi soal ini," kata Prasetyono.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar