Iran yang
mati-matian mendapatkan rudal anti-udara jarak menengah S-300 Rusia,
begitu sulit mendapatkannya. Mereka harus memutar otak dan menggunakan
negara ketiga untuk memperoleh S-300 tersebut. Sementara Indonesia
justru sebaliknya.
Rudal S-300 Anti-Udara Jarak Menengah
foto : jakartagreater.com
Dalam Indo
Defence 2012 di Jakarta, pihak Rusia menawarkan berbagai jenis rudal
anti-udara jarak menengah termasuk S-300. “Apakah militer Indonesia
membeli rudal S-300 ini ?, tanya saya ke petugas booth Rusia. “Saya
harap begitu”, ujarnya sambil tersenyum.
Itu artinya
dari sisi pemerintahan Rusia, tidak ada kendala atas penjualan S-300
untuk Indonesia. Di sisi lain, pihak Arhanud sudah teriak-teriak
menginginkan rudal anti-udara jarak menengah untuk memodernisasi
strategi pertahanan mereka, seiring berkembangnya kemampuan perang
negara-negara kawasan, terutama China.
Rusia telah menawarkan S-300 dan Indonesia juga menyatakan butuh rudal tersebut. Akankah S-300 dibeli militer Indonesia ?.
Pihak TNI AD
sudah berkali kali mengunjungi dan menjajaki kemampuan rudal jarak
menengah, baik ke China dan Rusia. Namun hingga kini belum ada
kejelasan apakah rudal itu akan dibeli atau tidak.
Secara finansial mungkin tidak ada kendala untuk membeli rudal jarak menengah itu. Bagaimana dengan aspek stabilitas kawasan ?.
Jika Indonesia
membeli rudal anti-udara jarak menengah, pastinya akan mengubah
geopolitik di kawasan Asia Tenggara. Sudah pasti Malaysia akan
bereaksi. Jika Malaysia bereaksi, pastinya Singapura juga tidak akan
tinggal diam. Ujung-ujungnya yang tercipta adalah perlombaan senjata.
Logika berpikir seperti ini yang tampaknya sedang tertanam di benak
Indonesia.
Akan tetapi
paradigma militer seperti itu bisa kita ubah. Selama ini Indonesia lebih
menahan diri untuk persenjataan dan hal ini akibat terperosoknya
ekonomi Indonesia di beberapa dekade yang lalu. Kini ekonomi Indonesia
mulai membaik. Apakah Indonesia akan terus berjalan di belakang
negara-negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia. Indonesia
cenderung terus menahan diri untuk tidak menciptakan perlombaan senjata.
Umumnya negara
negara besar menjadi panglima militer di kawasan mereka dan negara yang
lebih kecil mengikuti dari belakang. Misalnya: AS, Rusia, China, India,
Jerman, Iran, Mesir. Kecuali Israel yang kasusnya memang unik.
Rusia jaga perbatasan negara dengan S-400
Kasus Indonesia
justru terbalik. Indonesia justru berada di belakang bayang bayang
militer: Singapura, Malaysia dan Australia dan bahkan Vietnam. Negara
negara itu merasa lebih kuat secara militer dan Indonesia terkesan
menikmatinya.
Sudah waktunya
psikologi militer itu dibalik dan dikembalikan seperti sedia kala di era
tahun 1960-an. Militer Indonesialah yang menjadi pemimpin di kawasan
Asia Tenggara. Jika hal ini bisa tercapai, maka kewibawaan bangsa
Indonesia bisa ditegakkan kembali agar roda kehidupan berputar lebih
kencang.
Akankah hal itu
terjadi ?. Mungkin indikatornya bisa kita ukur, apakah Indonesia akan
membeli rudal anti-udara jarak menengah atau tidak. Jika masih berkutat
diurusan rudal anti-udara jarak pendek, tentu anda sudah tahu
jawabannya.
Ayo Indonesia, keluarlah dari Comfort Zone
Sumber : JKGR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar