(REUTERS/Dinuka Liyanawatte)
Buat Australia, langkah keras yang diambil Indonesia ini adalah malapetaka. “Kerjasama dengan Indonesia amat sangat signifikan. Itu sesuatu yang kami bangun dari waktu ke waktu dan bersifat kumulatif. Itu bukan sesuatu yang dapat Anda mulai dan hentikan dengan begitu saja. Jika Anda kehilangan kerjasama itu, Anda tidak bisa memulainya lagi dari apa yang sudah kami capai saat ini,” kata mantan Menteri Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan Australia Tony Burke kepada Sky News, Kamis 21 November 2013.
Burke layak kesal. Sebagai eks menteri imigrasi, salah satu hal pelik yang ia hadapi ketika menjabat adalah soal penyelundupan manusia. Selama ini, Indonesia menjadi benteng sekaligus garda depan Australia dalam menangani ribuan imigran gelap yang hendak masuk ke Australia melalui jalur laut. Australia yang dianggap sebagai tanah impian bagi para pencari suaka asal Timur Tengah, bisa “kebanjiran” imigran ilegal bila Indonesia tak menghadang mereka.
Namun justru kerjasama di bidang penanganan imigran itulah yang kini juga dihentikan Indonesia. “Saya minta hentikan dulu pertukaran informasi intelijen, hentikan coordinated military operation untuk menghentikan people smuggling di lautan. Tidak mungkin kami (Indonesia) melakukan itu (operasi bersama Australia) jika ada penyadapan terhadap tentara atau terhadap kami semua,” kata Presiden SBY di Jakarta, Rabu 20 November 2013.
Burke pun meradang pada Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang kurang peka menghadapi kemarahan Indonesia. Partai Buruh yang menaungi Burke sebelumnya sudah meminta sang Perdana Menteri untuk berhati-hati menyikapi isu penyadapan yang amat sensitif, baik bagi Australia mapun Indonesia – di mana istri Presiden SBY juga ikut disadap DSD.
Partai Buruh – yang merupakan oposisi – sejak awal isu penyadapan merebak telah memperingatkan Abbott bahwa Indonesia bisa begitu mudah mendatangkan bencana bagi Australia dengan melepas kontrol atas penanganan penyelundupan manusia ke benua itu. “Pembekuan hubungan diplomatik yang lebih jauh lagi oleh Indonesia akan menimbulkan malapetaka serius bagi Australia,” ujar Burke.
Partai Buruh pun mendesak pemerintah Australia segera memperbaiki hubungan dengan Indonesia. “Pemulihan hubungan bilateral amat signifikan. Ketegangan kedua negara harus diakhiri,” kata Burke.
Ucapan Burke diamini Wakil Ketua Kelompok Oposisi, Tanya Plisbersek. Ia mengatakan pemerintah Australia tidak bisa membiarkan pertikaian diplomatik dengan Indonesia berlangsung lebih lama lagi. Oposisi pun menyatakan komitmen dan dukungannya dalam membantu Abbott memulihkan hubungan bilateral dengan Indonesia.
Jajak pendapat yang digelar Sydney Morning Herald terhadap publik Australia pun menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendapat seharusnya pemerintah mereka minta maaf kepada Indonesia.
Diminta rendah hati
Profesor Hugh White dari Pusat Studi Pertahanan dan Strategis Australian National University meminta PM Abbott bersikap rendah hati menghadapi kemarahan Indonesia. Menurutnya, kerendahan hati akan lebih menguntungkan Australia dalam jangka panjang.
White berpendapat salah satu masalah yang dihadapi Abbott dalam mengatasi krisis dengan Indonesia adalah ia cenderung percaya pada retorikanya sendiri. "Dia pikir pada dasarnya Indonesia dan Australia punya hubungan yang sangat kuat. Tapi sebenarnya tidak," kata White seperti dilansir Sydney Moring Herald.
“Hubungan Indonesia-Australia sebenarnya rapuh dan mudah disalahpahami oleh kedua belah pihak seperti yang sekarang terjadi. Ini soal ketidakpercayaan dan kecurigaan,” ujar White. Dia mengusulkan Abbott menawarkan konsesi signifikan kepada Indonesia untuk memulihkan kemitraan kedua negara.
Media Australia pun tak kurang dalam menekan Abbott. “Ambil teleponmu, Tony! Sudah waktunya berbicara apa adanya untuk meyakinkan pria yang kamu sebut sebagai ‘salah satu teman terbaik Australia di dunia’,” demikian tulis editor politik media Australia, Michael Gordon. Pria yang ia maksud itu tentu Presiden SBY.
Gordon menyatakan hubungan bilateral dengan Indonesia amat penting bagi Australia, dan langkah drastis Jakarta menyetop operasi militer bersama untuk menghadang penyelundupan manusia ke Australia harus menjadi pertimbangan utama Abbott. “Dia tentu dapat secara personal meyakinkan Yudhoyono bahwa spionase terhadap Indonesia tidak akan dilakukan lagi sekarang dan di masa mendatang,” kata Gordon.
Sementara itu, Jakarta menarik pulang enam jet tempur F-16 milik RI dari Darwin, Australia, menyusul memanasnya hubungan kedua negara. Panglima TNI Jenderal Moeldoko juga akan menarik seluruh personel pendukung pesawat tempur itu yang sedianya akan mengikuti program kerjasama TNI Angkatan Udara dengan Royal Australian Air Force. Indonesia juga menghentikan Latihan Bersama TNI Angkatan Laut dengan Australian Navy seperti New Horizon TTX, Initial Planning Conference KAKADU, dan Observer Ex Black Carilion.
AS dan Rusia ambil bagian
Di tengah krisis diplomatik Indonesia dan Australia, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menggelar pertemuan tahunan Australia-United States Ministerial Consultation (AUSMIN) dengan negara sekutu terdekatnya, Amerika Serikat.
Dalam pertemuan di Washington DC itu, Australia diduga menanyakan kepada AS apakah ada dokumen intelijen DSD lainnya yang dibocorkan oleh Edward J. Snowden – mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional AS (NSA) yang kini mendapat suaka di Rusia setelah diburu AS atas aksinya membocorkan berbagai data intelijen NSA.
Anggota Senat AS dari Partai Republik, Randu Forbes, mengatakan wajar Australia meminta penjelasan terkait kebocoran dokumen intelijen mereka yang disebabkan oleh Snowden. Namun AS tidak sanggup menjamin tak bakal ada dokumen lain yang dibocorkan Snowden.
Selain soal bocornya data intelijen DSD, Australia dan AS juga membahas rencana penambahan pasukan marinir AS ke Darwin. Australia meminta AS meningkatkan dukungan militernya di wilayah mereka. Permintaan itu dikabulkan. Menteri Pertahanan AS Chuch Hagel menyatakan akan mengerahkan 1.100 tentara ke utara Australia mulai tahun 2014.
Apapun, AS tak bersedia berkomentar mengenai ketegangan yang saat ini meliputi Indonesia dan Australia. “Secara fundamental, situasi masing-masing negara berbeda. Namun saya menyatakan rasa hormat yang besar pada Indonesia dan Australia,” kata Menlu AS John Kerry.
Pada saat yang sama di Jakarta, parlemen Indonesia (DPR) menerima kunjungan parlemen Rusia. Negeri Beruang Merah menyatakan simpati dan dukungannya pada Indonesia dalam menghadapi isu spionase oleh Australia dan AS.
Untuk diketahui, dalam
dokumen awal yang dibocorkan Snowden, Australia disebut mengintai RI
dengan bantuan Badan Keamanan Nasional AS. Menlu RI Marty Natalegawa pun
sempat mengemukakan kemarahannya pada dua negara sekutu itu. “Kami
tidak bisa menerima aksi spionase Australia atas perintah Amerika
Serikat,” kata dia beberapa waktu lalu.
Rusia sepakat dengan Indonesia. “Kami sering mendengar Amerika mengatakan kita harus menghormati hak asasi manusia dan hubungan antarnegara. Tapi tiba-tiba mereka sendiri melakukan hal yang bertentangan dengan ajaran mereka. Itu sungguh mengecewakan,” kata Wakil Ketua Parlemen Rusia Nikolai Levichev.
Lebih menyakitkan lagi, penyadapan bukannya ditujukan kepada pihak yang dicurigai melakukan aksi teror, melainkan kepada pemimpin negara yang dianggap sebagai sahabat. Oleh sebab itu Rusia mengatakan amat paham dengan kemarahan rakyat Indonesia.
Kedatangan parlemen Rusia ke DPR ini berbarengan dengan rencana Komisi I DPR terbang ke Rusia untuk menemui Edward Snowden. Komisi I yang membidangi pertahanan keamanan, intelijen, luar negeri, dan komunikasi informatika itu hendak mengorek informasi lebih dalam dari Snowden mengenai berbagai aksi spionase terhadap Indonesia. Snowden diyakini memegang lebih banyak dokumen rahasia daripada yang telah ia ungkapkan. (Baca: Australia Diminta Bersiap Hadapi Kebocoran Data Intelijen Lanjutan)
Snowden yang menjadi buronan nomor satu AS itu kini dikabarkan telah mendapat pekerjaan baru di Rusia, bahkan mulai menikmati kehidupan di negara itu dan mempelajari budaya setempat. “Apapun, Presiden Vladimir Putin tetap berhati-hati soal Snowden karena persahabatan dengan Amerika tetap penting,” kata Levichev.
Menanti langkah Australia
Perdana Menteri Tony Abbott menyatakan telah menerima surat protes yang dikirim oleh Presiden SBY Rabu kemarin. Pemimpin Partai Liberal itu berjanji akan merespons surat itu dengan sungguh-sungguh. “Saya memastikan bahwa pemerintah kami akan merespons surat itu dengan secepatnya dan dengan sopan,” kata dia di hadapan parlemen Australia.
Abbott juga berjanji akan terus membina dan memperkuat hubungan dengan Indonesia. Ia bahkan menyebut Australia tetap ingin menjadi mitra terpercaya Indonesia. Sebelumnya, Abbott pun pernah mengatakan tak bermaksud sedikit pun merusak hubungan erat antara negaranya dengan Indonesia.
“Hubungan dengan Indonesia adalah jalinan terpenting yang terus saya pelihara. Sebuah hubungan yang akan saya pastikan terus berkembang dalam beberapa bulan bahkan beberapa tahun ke depan,” kata Abbott yang baru dua bulan menjabat sebagai PM Australia.
Ketua Partai Buruh sekaligus pemimpin oposisi, Bill Shorten, mendukung niat Abbott untuk meningkatkan hubungan dengan Indonesia secepatnya. “Keseriusan masalah ini, ketersinggungan yang dirasakan teman kami Indonesia, membuat oposisi harus melipatgandakan upaya untuk dapat kembali membangun dialog yang positif dan konstruktif dengan pemerintah Australia,” kata Shorten.
Apapun Shorten yakin hubungan Indonesia dan Australia dapat pulih secepatnya. “Ini saatnya kami menggunakan bahasa yang lebih santun untuk berdiskusi dengan rekan kami dari Indonesia,” kata dia.
Di bawah tekanan masif dari dalam negerinya sendiri, akankah Abbott meminta maaf kepada Indonesia? (umi)
http://fokus.news.viva.co.id/news/read/460432-pm-abbott-hadapi-tekanan--akankah-australia-minta-maaf-ke-ri-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar