Setelah sisik naga corak emas, para penggila batu akik jenis sisik naga
(Septarian Noudles) di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, kedatangan
sisik naga berwarna dasar hijau dan bercorak alam.
Pemerntah masih menggodok pengenaan pajak bagi batu akik. Pemerintah mengkaji pengenaan pajak untuk transaksi batu akik yang bernilai di atas Rp 100 juta.
“Misal yang menjual adalah sebuah perusahaan atau badan, makanya kita tunjuk dia sebagai pemungut PPh pasal 22. Tapi kalau yang menjual adalah orang pribadi, harusnya kita kenakan, tapi itu susah juga,” ujar Direktur Peraturan Perpajakan I, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Irawan, Kamis (5/3/2015).
Irawan mengatakan, seperti tanaman Gelombang Cinta, harga batu akik yang di atas Rp 100 juta bisa jadi tidak mencerminkan harga sebenarnya. Harga tinggi lantaran memang ditawarkan tinggi dan tengah menjadi incaran konsumen.
Sementara itu Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lain DJP Oktria Hendrarji menyebut, fenomena batu akik ini seperti gaya hidup sehingga kebenaran harga riilnya susah diverifikasi.
“Kalau mobil dan apartemen kan mudah kroscek (harganya), kalau batu akik ini kan gaya hidup,” kata Oktria.
Menurut dia, sebenarnya pabrikan atau produsen batu akik lah yang paling tepat dikenai pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM). Sebab, pabrikan atau produsen lah yang tahu persis dan bisa memverifikasi berapa harga batu akik. Dengan begitu, transaksi batu akik selanjutnya seharusnya sudah tidak dikenai pajak, sebab pajak sudah dikenakan pada PPnBM.
Tapi, teori ini pun sulit dilaksanakan. “Sehingga, yang bisa dikenakan sekarang adalah PPh pasal 22, karena kita menunjuk pemungut badan usahanya,” ucap Oktria.
http://bisniskeuangan.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar