Kepala
Staf TNI Angkatan Darat ini berbicara mengenai alat utama sistem
senjata, profesionalisme dan kesejahteran prajurit, serta netralitas
TNI.
Tentara
Nasional Indonesia (TNI), khususnya Angkatan Darat, terus berupaya
meningkatkan kualitas maupun kuantitas alat utama sistem senjata
(alutsista). Sebagai pengawal kedaulatan negara, wajar jika TNI dibekali
persenjataan yang canggih. Selain senjata, TNI, khususnya Angkatan
Darat juga berupaya meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan
prajurit.
Untuk
mengetahui lebih jauh soal ini, wartawan Koran Jakarta, Marcellus
Widiarto, Wandi Yusuf, dan Mochamad Ade Maulidin mewawancarai Kepala
Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal TNI Budiman, di rumah dinasnya, di
Jakarta, Kamis (5/11) malam lalu.
Masih
mengenakan pakaian dinas lengkap, Jenderal yang kerap bertutur kata
lembut dan bicaranya terstruktur ini, juga bercerita mengenai berbagai
persoalan yang dihadapi prajurit TNI AD. Berikut wawancara selengkapnya.
Kini alutsista TNI AD sudah semakin canggih. Apakah sebagian besar merupakan produk dalam negeri?
Untuk
alutsista, kebetulan prioritas kita di TNI AD adalah mengupayakan produk
dalam negeri. Nah, dari berbagai penambahan alutsista, umumnya
alutsista ini untuk menggantikan alutsista-alutsista yang sudah terlalu
tua. Dan bahkan ada alutsista yang umurnya lebih tua dari saya.
Kita coba lihat
dari alutsista infanteri. Hampir 95 persen adalah produk dalam negeri.
Mulai dari senjata laras pendek, laras panjang, senapan mesin, mortir,
sampai kendaraan taktis (rantis) Anoa, dan rantis Komodo. Itu semua
produk dalam negeri.
Yang masih
didatangkan dari luar seperti anti-tank guided missile (ATGM). Peluru
yang pakai guided masih ada yang harus dibeli dari luar. Tapi, untuk
satuan infanteri hampir keseluruhan sudah (produk dalam negeri). Untuk
rantis Anoa mungkin kita masih terbatas. Tapi, secara keseluruhan sudah
lebih dari 70 persen. Ini artinya, kita sudah modern kalau dihitung dari
kebutuhannya berapa. Tank Marder juga masih kita beli dari luar. Marder
itu adalah infanteri fighting vehicle.
Bagaimana dengan satuan kavaleri?
Untuk kavaleri
kita beli tank Leopard. Leopard adalah main battle tank terbaik di
dunia. Kita beli untuk Leopard 2A4 sebanyak 1 batalion atau 42 unit.
Kita juga beli Leopard 2 Revolution atau RI. Tank itu sebanyak 1
batalion plus 1 kompi. Jumlahnya sebanyak 42 tank ditambah 13, jadi ada
sebanyak 55 unit.
Kemudian, kami
juga melengkapi Leopard yang digunakan untuk jembatan, zeni, doser,
eksavator, dan recovery. Basic mesinnya juga dari Leopard. Tank jenis
ini ada sekitar 13–15 unit. Jumlah Marder sendiri ada sekitar 50 unit.
Untuk artileri medan (Armed)?
Untuk Armed itu
cukup banyak (membeli dari luar). Kita membeli multi launch rocket
system (MLRS). Itu untuk 2 batalion. MLRS ini kita beli yang Avibras
buatan Brasil dengan daya jangkau lebih dari 100 km. Kemudian, areal
kehancuran mencapai 4 hektare dan jenis kehancurannya menyeluruh dan
mematikan.
Ini setara
dengan Himars-nya Amerika Serikat atau buatan Rusia. Ini seimbang.
Bedanya, kita menggunakan untuk kepentingan kedaulatan, sedangkan Himars
untuk kepentingan terorisme dan akurasinya sangat tinggi.
Kita juga
membeli Caesar atau meriam 155 Howitzer. Meriam ini bisa masuk pada
kedudukan siap tembak hanya dalam 2 menit. Jarak tembak maksimal
mencapai 42 km. Peluru belum sampai, dia sudah bisa tinggalkan tempat.
Dalam prinsip perang artileri lawan artileri, sebelum musuh tahu, kita
sudah harus bisa pindah. Jumlahnya sebanyak 2 batalion.
Kita
juga beli juga meriam 155 KH179 buatan Korea Selatan sebanyak 1
batalyon. Ada juga meriam 105 Armed Korea Selatan sebanyak 3 batalyon.
Untuk penangkis serangan udara, kita membeli 9 baterai Mistral sebanyak 3
batalyon. Mistral ini memang digunakan untuk jarak
pendek. Probabilitasnya mencapai 96 persen kemungkinnan kena. Jadi hanya
human error yang membuat dia meleset. Kita juga akan membeli 5
detasemen startrek. Tapi, ini masih dalam proses.
Lalu, bagaimana dengan pengadaan helikopter?
Helikopter kita
masih akan datang 16 unit Bell 412 dan 12 unit heli serang Fennec dan 8
unit Heli Apache. Apache ini direncanakan akan datang pada 2017. Dan
sesuai kontrak, Bell dan Fennec tinggal tunggu datang. Dipastikan sudah
ada 80 persen pada 2014.Yang belum kita beli adalah peralatan untuk
satuan Zeni dan bantuan lainnya. Pada satuan ini pembelian lebih pada
tembakan fire precision. Mungkin akan kita lengkapi pada tahun anggaran
selanjutnya.
Apakah semua ini sudah bisa memenuhi minimum essential forces (MEF)?
Kalau kita
lihat MEF sudah bisa mencapai keseluruhan 30 persen. Tapi, nanti setiap
orang ngomongnya berbeda karena bergantung dari sudut mana dia membuat
satu penilaian. Kalau untuk penilaian sampai 2014, kita sudah memenuhi.
Itu sebabnya kekuatan kita cukup lumayan diperhitungkan di Asia
Tenggara.
Pada dasarnya
kita memprioritaskan alutsista dalam negeri untuk menghemat devisa, tapi
pada teknologi yang belum mampu, kita harus beli dari luar. Kebijakan
yang akan datang, kalau kita membeli harus dilakukan alih teknologi.
Paling tidak menjadi joint production (produksi bersama). Ini sesuai
dengan UU tentang Industri Pertahanan.
Bagaimana dengan sumber daya prajuritnya, apakah sudah siap untuk mengawaki alutsista canggih tersebut?
Kebetulan
semenjak saya masih Dan Kodiklat, untuk pendidikan kita sudah menuju
pada era teknologi informasi. Komputerisasi. Jadi, dari 2010 kita sudah
memulai setiap prajurit sudah menggunakan komputer dalam proses
belajar-mengajar. Paling tidak dia sudah tak gaptek (gagap teknologi)
lagi.
Khusus personel
yang akan mengawaki alat-alat canggih, kita lakukan psikotes ulang.
Baik pada skala IQ maupun EQ sehingga betul-betul seusuai peruntukan.
Proses ini sedang dan sudah kita lakukan.
Kemudian, mulai
ke depan, rekrutmen akan sangat memperhatikan kualitas intelektual
selain kepribadian. Jasmani nanti kita bimbing. Kalau dapat yang memang
larinya (fisiknya) bagus, itu lebih baik. Tapi dengan kita bimbing
secara bertahap, kita yakin bisa. Yang penting modal otak dulu yang kita
prioritaskan.
Selain itu,
kita sedang membuat pokja yang menyiapkan piranti lunak dalam bentuk
doktrin, petunjuk lapangan, petunjuk teknis, dan sebagainya. Kemudian,
untuk sektor pendidikan sudah kita kirim ke negara pembuat (alutsista).
Para calon pelatih kita prioritaskan kirim ke sana supaya hemat. Kalau
kita kirim semua percuma, lebih baik para calon pelatihnya saja. Dan ini
sudah berjalan, termasuk penyiapan kelengkapan seperti garasi hingga
aturannya. Sudah kita siapkan semuanya.
Sejauh ini, apakah minat masyarakat untuk menjadi prajurit TNI masih cukup tinggi?
Untuk tingkat
tamtama dan bintara kita tak kesulitan karena peminatnya masih banyak,
dan di antara orang kampung banyak yang pandai. Mereka umumnya tak tahu
bahwa dirinya itu pandai sehingga mereka masuk tamtama atau bintara.
Begitu dites IQ-nya sebetulnya tinggi.
Kalau untuk
perwira, karena keinginan untuk perwira harus macam-macam, kita harus
proaktif datang ke berbagai tempat. Seperti datang ke sekolah bagus dan
hebat. Kita coba merekrut dari situ.
Akan sangat
membantu apabila media massa mau membantu menempatkan TNI pada tempat
yang baik sehingga keinginan masyarakat Indonesia untuk menjadi TNI
semakin besar dan kita bisa menyeleksi yang terbaik.
Bagaimana
penilaian Anda mengenai beberapa prajurit yang kadang berantem dengan
polisi. Lalu, apa pula tanggapan soal kasus Cebongan?
Tentunya kita
menyadari, prajurit saya ada hampir 350 ribu orang. Dari jumlah itu,
kalau dalam satu keluarga biasanya ada satu yang nyeleneh, maka saya
masih beruntung. Rata-rata dalam 350 ribu prajurit, saya memecat antara
50–70 orang. Rata-rata 60 orang. Jika kita lihat dari jumlah personel,
perbandingannya 0,2 permil. Sangat kecil.
Dilihat dari
rekrutmen per tahun yang mencapai 10 ribu personel, maka kegagalan kita
hanya 6 per mil atau 0,6 persen dari 60 personel yang dipecat. Tapi,
kita akan berusaha terus menekan ini. Dan itu semua bergantung kondisi
masyarakat saat rekrutmen. Kalau lingkungan masyarakat menempatkan TNI
pada posisi yang baik, kita akan mendapatkan prajurit yang baik juga.
Untuk masalah
kenakalan, begini. Filosofi mendidik tentara adalah bagaimana mampu
bertahan hidup di dalam satu pertempuran. Membunuh atau dibunuh. Itu
filosofi pendidikannya, sehingga saya harus mendidik dan menjadikan
prajurit saya seorang warrior yang fighting spirit-nya tinggi.
Ini tentu
berisiko. Mungkin menjadikan sifatnya keras dan lebih galak. Nah, di
satu sisi dia harus sopan kepada masyarakat. Itu tantangan tersulit bagi
kita, tapi ini yang menarik. Kalau kita bisa mendidikan jagoan perang
sekaligus baik kepada masyarakat, itu yang kita upayakan. Kita tengah
berupaya mencetak prajurit yang tidak mudah tersinggung, marah, dan
emosi.
Untuk kasus
Cebongan, permasalahannya adalah bagaimana seorang bawahan melihat
atasan yang pernah menyelamatkan nyawanya, kemudian dibunuh secara keji.
Dan dia punya kemampuan seperti itu (warrior).
Sedangkan untuk
kasus prajurit yang berkelahi, pada umumnya mereka merupakan prajurit
yang nakal. Lalu, ketemu dengan polisi yang nakal juga. Selalu begitu.
Dan setelah kita periksa, anak buah ini nakalnya bukan main.
Khusus
bentrokan di Karawang, kasusnya beda juga. Seorang prajurit baru saja
ikut pertandingan maraton. Dia diberi istirahat oleh komandannya. Dia
mengantar istrinya yang kerja di Pemda. Lalu, bertemu dengan konvoi
polisi. Dia sudah minggir dan melihat. Tapi, malah dipelototin.
Selanjutnya, sejumlah polisi turun dan memukul. Sudah mengaku sebagai
tentara pun masih dipukul. Akhirnya, kawan-kawannya mendengar dan tak
terima dengan perlakuan itu. Dia cari polisi yang memukul itu. Ternyata
tak dapat. Yang saya sesalkan, dia melakukan tindakan yang tak pada
tempat semestinya.
Pada dasarnya
prajurit tak boleh harga dirinya direndahkan. Prajurit itu kalau
direndahkan akan menunjukkan satu sikap bertahan. Karena dia harus rela
berkorban untuk sesuatu yang dia cita-citakan. Itu risiko dari suatu
pendidikan. Ini juga tantangan buat kami. Mudah-mudahan kita bisa
menciptakan “harimau” yang sopan di kala bersama masyarakat.
Apakah ada kesulitan menciptakan “harimau” yang sopan di masyarakat?
Kesulitannya,
lingkungan masyarakat pun harus menjadi contoh teladan. Situasi
kehidupan politik, sosial, dan bidang lainnya amat memengaruhi sikap
para prajurit.
Sebentar lagi
Pemilu dan sebagian calon (presiden) juga merupakan purnawirawan TNI
yang pernah sangat dekat dengan prajurit. Bagaimana menjaga netralitas
TNI AD?
Untuk anggota
TNI, kita tak punya hak pilih dan tak menjalankannya. Untuk keluarga
memiliki hak pilih. Dan itu diserahkan kepada keluarga masing-masing
untuk menggunakan hak pilihnya dengan baik dan cerdas. Cerdas di sini
adalah dia memilih pemimpin yang bisa membawa kemajuan bagi negara dan
bangsa tanpa harus melihat asal muasal.
Kepada prajurit
TNI saya mengimbau tak boleh terlibat politik praktis. Kita pernah
melaksanakan Pemilu 2004. Walaupun ada yang mencoba mengajak untuk tidak
netral, kita tetap bisa netral.
Dan saya jamin
pada Pemilu 2014 TNI akan tetap netral karena saya terlibat di dalamnya.
Pada Pemilu 2009 terbukti TNI sangat netral.
Dan kalau pada
Pemilu 2014 ada anggota TNI yang coba-coba tak netral, kerugian
sosialnya terlalu tinggi. Di saat masyarakat dan prajurit sudah pandai,
hanya kebodohan kalau kita mau bersikap tidak netral. Jadi, saya percaya
dan berharap kepada prajurit saya untuk tetap netral dan tak terlibat
politik. Mereka juga harus mampu untuk tak dipengaruhi siapa pun. Dan
kami memohon untuk pihak lain agar tak mengiming-imingi prajurit kami.
Sejauh ini apakah sudah ada laporan ada pihak yang mengiming-imingi?
Sampai dengan hari ini belum ada yang mencoba mengiming-imingi.
Bagaimana caranya agar prajurit semakin profesional?
Saya sekarang
sedang mengumpulkan 200 perwira muda yang potensial dan hebat. Saya
merekrut dari setiap angkatan, mulai dari tamatan 1984 sampai 2003. Ada
sekitar 20 angkatan yang masing-masing diambil 10 prajurit terbaik.
Mereka akan
dihadapkan pada satu tim pokja yang dibagi menjadi tiga, yakni pokja
pertempuran, pokja teritorial, dan pokja dukungan. Setiap pokja dipimpin
oleh tiga calon prajurit yang kelak akan menggantikan saya.
Mereka diminta
mendesain kemungkinan ancaman 20 tahun ke depan sehingga akan seperti
apa postur TNI AD 20 tahun mendatang. Agar lebih terukur, kita akan
tarik mundur pada setiap 5 tahun. Mereka akan diuji bagaimana membuat
grand design per lima tahun. Simulasi ini akan lebih mendetail meliputi
taktik, strategi, hingga penguasaan teritorial. Dan bagaimana mereka
menghadapi ancaman soft power. Itu kita siapkan. Baik dari dukungan
intelijen, operasional, personel, manejemen logistik, hingga pengadaan,
sehingga ke depan kita bisa lebih sempurna lagi, baik dari planning
jangka pendek, menengah, dan panjang.
Untuk hari ke hari sampai akhir 2014, saya akan memanfaatkan uang yang
diberikan negara secara efisien dan efektif, sehingga kita dapat
transparan kepada anggota dan rakyat. Uang yang diberi rakyat melalui
APBN harus bisa dipertanggungjawabkan dengan baik.
Bagaimana dengan kesejahteraan prajurit?
Untuk
ksejahteraan. Saat ini prajurit terendah kita dengan 0 tahun, seperti
prada, take home pay-nya mencapai 3,9 juta rupiah per bulan. Itu sudah
termasuk gaji ke-13, remunerasi, dan uang lauk-pauk. Tapi, prajurit itu
juga punya kenaikan berkala setiap tahun. Saat kenaikan pangkat, naik
lagi, termasuk saat peningkatan golongan karena mendapat remunerasi
tambahan. Saya pikir itu cukup untuk hidup sederhana. Ketika sudah
berpangkat kopral kepala, sudah cukup untuk menyekolahkan anaknya ke
perguruan tinggi negeri. Dengan catatan mereka menghemat.
Kemudian untuk
perumahan, prajurit di satuan tempur semua disiapkan. Untuk satuan
teritorial secara bertahap disiapkan. Kita berupaya antara kantor dengan
rumah jaraknya dekat. Untuk itu kita bangun apartemen untuk para paban.
Sebagai contoh, di Pejambon, kita sudah membeli lahan dari gereja untuk
kita buat beberapa tower. Khusus untuk bintara, tamtama, dan PNS TNI AD
akan kita usahakan membuat tower di Cempaka Putih, dan sebagainya. Jadi,
kalau untuk kesejahteraan, alhamdulillah negara sudah cukup memberi
perhatian.
Jadi tak ada alasan lagi untuk nyambi?
Kalau dia disiplin, sudah nggak ada alasan lagi sekarang.
Melihat kondisi terkini, apa hal yang paling prioritas untuk dibenahi?
Jelas sumber
daya prajurit. Sumber daya yang kita prioritaskan betul adalah
rekrutmennya. Kita sekarang menggunakan metode mencegah kemungkinan
orang membayar. Kita sudah punya dan akan kita lakukan pada 2014.
Mekanisme ini
sempat menjadi diskusi ketat. Dan akhirnya ketemu formula yang tepat.
Kita akan melaksanakan tes dalam waktu pendek dalam satu tempat tertutup
sampai selesai. Dari situ langsung diumumkan siapa yang masuk. Saya
yakin ini tak akan memberi kesempatan ada prajurit yang bermain-main.
Sistem ini dijamin bersih?
Mudah-mudahan.
Kita sudah simulasikan kemungkinan-kemungkinan. Kalau terjadi begini,
kita akan begini. Tanggung jawab diserahkan langsung kepada panglima di
daerah dan danrem-nya. Kalau terbukti jelek, panglima dan danremnya akan
kita copot.
khusus untuk
rekrutmen perwira, kita akan proaktif, baik di akademi militer maupun di
perguruan tinggi. Kita datangi universitas-universitas bagus. Kita akan
berbincang-bincang siapa yang mau menjadi prajurit.
Sebelumnya,
perekrutan tingkat perwira hanya dilakukan melalui pengumuman, tanpa
komunikasi dua arah. Orang pandai kan harus diajak komunikasi dua arah.
Dulu sebenarnya sudah dilakukan, tapi belum masif. Kalau perlu saya
sendiri bisa jadi bagian yang mempromosikan.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar