TEMPO.CO , Jakarta:Kuasa hukum Neneng Sri Wahyuni, Rufinus Hutauruk, menyatakan kliennya siap menguraikan semua informasi yang dibutuhkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. “Neneng menyatakan siap untuk membuka siapa pun yang dia ketahui terlibat dalam kasus-kasus yang ditanyakan,” kata Rufinus saat dihubungi Tempo, Rabu 13 Juni 2012.
Menurut Rufinus, untuk sementara Neneng akan fokus pada kasus yang dituduhkan KPK. Apabila diminta KPK, katanya, Neneng juga akan menceritakan informasi kasus lain yang diketahui. “Siapa pun akan dikatakan, tapi kaitannya seperti apa biar Neneng yang akan mengatakan,” kata dia.
Neneng ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima aliran duit proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008. Neneng dan suaminya, M. Nazaruddin, diduga mendapat fee Rp 2,2 miliar dari proyek senilai Rp 8,9 miliar tersebut.
Adapun Nazaruddin pernah mengatakan fee itu dinikmati Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat. Menurut dia, Anas menguasai 40 persen saham PT Anugerah Nusantara. Perusahaan inilah yang meminjam bendera PT Alfindo Nuratama pada 2007.
Dalam kasus ini, pengadilan telah menjatuhkan vonis dua tahun bui atas Timas Ginting, pejabat pembuat komitmen yang memenangkan PT Alfindo sebagai penggarap proyek PLTS.
Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, menilai Neneng juga bisa menjadi saksi kunci bagi KPK untuk membongkar praktek korupsi yang bermuara pada Grup Permai. Pada perusahaan milik Nazar ini, Neneng menjabat direktur keuangan. “Neneng orang dalam di Grup Permai,” kata Oce kemarin.
Salah satu kasus yang pasti membutuhkan kesaksian Neneng adalah dugaan aliran dana ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010. Nazaruddin menyebut Grup Permai mendapat komisi Rp 100 miliar dari kontraktor proyek Hambalang, PT Adhi Karya Tbk.
Separuh duit itu digunakan untuk memenangkan Anas sebagai ketua partai. Sisanya mengalir ke petinggi Kementerian Pemuda dan Olahraga serta sejumlah politikus Senayan. ”Dia juga kunci membongkar dugaan aliran duit ke Kongres Demokrat,” kata Oce. PT Adhi Karya telah membantah tudingan Nazar.
Dalam sidang Nazar, bekas Staf Keuangan Grup Permai, Oktarina Fury, juga mengungkapkan adanya aliran dana ke kongres Demokrat. Ia mengaku bertolak ke Bandung atas ajakan Neneng. Perintah Neneng, kata Okta, diminta membawa Rp 30 miliar dan duit US$ 5 juta ke Hotel Aston, Bandung. “Duit itu sebagian besar diambil dari brankas operasional perusahaan, sebagian sumbangan pihak luar,” kata Okta.
Pengacara Anas, Firman Wijaya, menyatakan tak ada bukti keterlibatan kliennya dalam kasus PLTS. Ia juga membantah tudingan adanya aliran dana ke kongres Demokrat. “Pembuktian di persidangan, keterlibatan Anas adalah nol,” kata Firman kepada Tempo.
FRANSISCO ROSARIANS | AGUSSUP
http://www.tempo.co/read/news/2012/06/14/063410454/Neneng-Siap-Buka-bukaan
Menurut Rufinus, untuk sementara Neneng akan fokus pada kasus yang dituduhkan KPK. Apabila diminta KPK, katanya, Neneng juga akan menceritakan informasi kasus lain yang diketahui. “Siapa pun akan dikatakan, tapi kaitannya seperti apa biar Neneng yang akan mengatakan,” kata dia.
Neneng ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima aliran duit proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008. Neneng dan suaminya, M. Nazaruddin, diduga mendapat fee Rp 2,2 miliar dari proyek senilai Rp 8,9 miliar tersebut.
Adapun Nazaruddin pernah mengatakan fee itu dinikmati Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat. Menurut dia, Anas menguasai 40 persen saham PT Anugerah Nusantara. Perusahaan inilah yang meminjam bendera PT Alfindo Nuratama pada 2007.
Dalam kasus ini, pengadilan telah menjatuhkan vonis dua tahun bui atas Timas Ginting, pejabat pembuat komitmen yang memenangkan PT Alfindo sebagai penggarap proyek PLTS.
Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, menilai Neneng juga bisa menjadi saksi kunci bagi KPK untuk membongkar praktek korupsi yang bermuara pada Grup Permai. Pada perusahaan milik Nazar ini, Neneng menjabat direktur keuangan. “Neneng orang dalam di Grup Permai,” kata Oce kemarin.
Salah satu kasus yang pasti membutuhkan kesaksian Neneng adalah dugaan aliran dana ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010. Nazaruddin menyebut Grup Permai mendapat komisi Rp 100 miliar dari kontraktor proyek Hambalang, PT Adhi Karya Tbk.
Separuh duit itu digunakan untuk memenangkan Anas sebagai ketua partai. Sisanya mengalir ke petinggi Kementerian Pemuda dan Olahraga serta sejumlah politikus Senayan. ”Dia juga kunci membongkar dugaan aliran duit ke Kongres Demokrat,” kata Oce. PT Adhi Karya telah membantah tudingan Nazar.
Dalam sidang Nazar, bekas Staf Keuangan Grup Permai, Oktarina Fury, juga mengungkapkan adanya aliran dana ke kongres Demokrat. Ia mengaku bertolak ke Bandung atas ajakan Neneng. Perintah Neneng, kata Okta, diminta membawa Rp 30 miliar dan duit US$ 5 juta ke Hotel Aston, Bandung. “Duit itu sebagian besar diambil dari brankas operasional perusahaan, sebagian sumbangan pihak luar,” kata Okta.
Pengacara Anas, Firman Wijaya, menyatakan tak ada bukti keterlibatan kliennya dalam kasus PLTS. Ia juga membantah tudingan adanya aliran dana ke kongres Demokrat. “Pembuktian di persidangan, keterlibatan Anas adalah nol,” kata Firman kepada Tempo.
FRANSISCO ROSARIANS | AGUSSUP
http://www.tempo.co/read/news/2012/06/14/063410454/Neneng-Siap-Buka-bukaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar