TEMPO.CO, Jakarta - Kecelakaan pesawat Sukhoi 9 Mei 2012 lalu ternyata masih menyisakan banyak trauma. Trauma itu bukan saja dialami oleh keluarga korban meninggal, tapi juga petugas pengatur lalu lintas udara (Air Traffic Controller atau ATC) Terminal East, Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Petugas di Cengkareng--pengatur senior lalu lintas udara, yang demi keamanan namanya disingkat N, hingga kini belum diizinkan lagi memandu pesawat. Ia sempat dirawat dua hari di Rumah Sakit Mayapada, Tangerang, karena depresi.
Seorang petugas di Cengkareng menyimpulkan, pemandu memiliki andil dalam kecelakaan. "Semestinya pemandu tak menyetujui permintaan pilot berbelok ke kanan karena di monitor radar sebenarnya tercantum gunung," ujarnya. (Baca juga: Pilot Sukhoi Sempat Berteriak: Ya Tuhan Apa Ini!)
Jika saja petugas menyatakan "negatif" dan memerintahkan pesawat berbelok ke kiri, pilot punya waktu dua menit untuk menghindari puncak gunung. Kesibukan N yang memandu belasan pesawat lain dalam waktu bersamaan membuatnya tak waspada. Dalam transkrip percakapan itu, ia tak terdengar mengarahkan Sukhoi atau menolak permintaan pilot.
Siang itu, N memang sibuk. Dia seorang diri melayani 13 pesawat pada waktu bersamaan. Ia merespons permintaan turun, orbit, atau naik dari 13 pilot. Menurut seorang petugas menara, N siang itu sendirian tanpa asisten. Ahmad, petugas yang sebenarnya asisten, memandu puluhan pesawat lain di Terminal West.
Kala pilot Aleksandr Yablontsev mengirim berita ke pengatur lalu lintas udara Terminal East, Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, semua tampak berjalan normal. Petugas bernama N ini menjawab, "RA-36801 radar contact, maintain ten thousand proceed area." Sesuai dengan prosedur, Yablontsev mengulang instruksi petugas: "Maintain level 10.000 feet 36801." Jet melaju menuju Pelabuhan Ratu, sesuai dengan tujuan pada rencana penerbangan. (Baca juga: Faktor Menara Diduga Punya Peran di Insiden Sukhoi)
Dua menit melaju di ketinggian 10 ribu kaki, pilot menghubungi petugas: "Tower, 36801 request descend 6.000 feet." Petugas N menjawab, "36801 say again request." Pilot Yablontsev mengulang permintaan untuk menurunkan pesawat ke 1.828 meter di atas permukaan laut. N segera membalas, "OK, 6.000 copied." Lagi sang pilot mengulang, "Descend to 6.000 feet 36801."
Mulya Abdi, General Manager Senior Air Traffic Services Soekarno-Hatta, beralasan bahwa turun ke 6.000 kaki dan berbelok ke kanan disetujui pemandu karena Sukhoi berada di training area Atang Sendjaja. "Ini daerah bersih. Pesawat minta turun ke 3.000 pun pasti disetujui," katanya.
Terbang di area latihan ada syaratnya. Menurut Heruyanto Sutiyoso, dosen senior di sejumlah sekolah penerbangan, kecepatan maksimal di wilayah ini 250 knot. "Dan pilot harus terbang secara visual, bukan instrumen," ujarnya.
Ketika menabrak tebing Salak, Sukhoi melaju 40 knot di atas batas maksimal yang diizinkan di area latihan. "Semestinya pemandu memberitahukan syarat-syarat terbang di training area," kata seorang petugas menara Cengkareng.
http://www.tempo.co/read/news/2012/06/18/078411199/Pemandu-ATC-di-Insiden-Sukhoi-Belum-Bekerja-Lagi
Petugas di Cengkareng--pengatur senior lalu lintas udara, yang demi keamanan namanya disingkat N, hingga kini belum diizinkan lagi memandu pesawat. Ia sempat dirawat dua hari di Rumah Sakit Mayapada, Tangerang, karena depresi.
Seorang petugas di Cengkareng menyimpulkan, pemandu memiliki andil dalam kecelakaan. "Semestinya pemandu tak menyetujui permintaan pilot berbelok ke kanan karena di monitor radar sebenarnya tercantum gunung," ujarnya. (Baca juga: Pilot Sukhoi Sempat Berteriak: Ya Tuhan Apa Ini!)
Jika saja petugas menyatakan "negatif" dan memerintahkan pesawat berbelok ke kiri, pilot punya waktu dua menit untuk menghindari puncak gunung. Kesibukan N yang memandu belasan pesawat lain dalam waktu bersamaan membuatnya tak waspada. Dalam transkrip percakapan itu, ia tak terdengar mengarahkan Sukhoi atau menolak permintaan pilot.
Siang itu, N memang sibuk. Dia seorang diri melayani 13 pesawat pada waktu bersamaan. Ia merespons permintaan turun, orbit, atau naik dari 13 pilot. Menurut seorang petugas menara, N siang itu sendirian tanpa asisten. Ahmad, petugas yang sebenarnya asisten, memandu puluhan pesawat lain di Terminal West.
Kala pilot Aleksandr Yablontsev mengirim berita ke pengatur lalu lintas udara Terminal East, Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, semua tampak berjalan normal. Petugas bernama N ini menjawab, "RA-36801 radar contact, maintain ten thousand proceed area." Sesuai dengan prosedur, Yablontsev mengulang instruksi petugas: "Maintain level 10.000 feet 36801." Jet melaju menuju Pelabuhan Ratu, sesuai dengan tujuan pada rencana penerbangan. (Baca juga: Faktor Menara Diduga Punya Peran di Insiden Sukhoi)
Dua menit melaju di ketinggian 10 ribu kaki, pilot menghubungi petugas: "Tower, 36801 request descend 6.000 feet." Petugas N menjawab, "36801 say again request." Pilot Yablontsev mengulang permintaan untuk menurunkan pesawat ke 1.828 meter di atas permukaan laut. N segera membalas, "OK, 6.000 copied." Lagi sang pilot mengulang, "Descend to 6.000 feet 36801."
Mulya Abdi, General Manager Senior Air Traffic Services Soekarno-Hatta, beralasan bahwa turun ke 6.000 kaki dan berbelok ke kanan disetujui pemandu karena Sukhoi berada di training area Atang Sendjaja. "Ini daerah bersih. Pesawat minta turun ke 3.000 pun pasti disetujui," katanya.
Terbang di area latihan ada syaratnya. Menurut Heruyanto Sutiyoso, dosen senior di sejumlah sekolah penerbangan, kecepatan maksimal di wilayah ini 250 knot. "Dan pilot harus terbang secara visual, bukan instrumen," ujarnya.
Ketika menabrak tebing Salak, Sukhoi melaju 40 knot di atas batas maksimal yang diizinkan di area latihan. "Semestinya pemandu memberitahukan syarat-syarat terbang di training area," kata seorang petugas menara Cengkareng.
http://www.tempo.co/read/news/2012/06/18/078411199/Pemandu-ATC-di-Insiden-Sukhoi-Belum-Bekerja-Lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar