MASTERCHEF Indonesia Season 2 berhasil menarik
perhatian pemirsa dengan banyaknya bakat memasak yang ditampilkan di
televisi. Bagaimana dengan Season 2? Chef Juna punya jawabannya.
"Semua peserta di depan saya nunduk. Pas 60 besar ada yang kelihatan ‘jual diri’, dalam artian ikut kompetisi bukan ingin menguji, bukan belajar memasak, bukan serius memasak, tapi hanya ingin show off," ucap Chef Juna kepada Okezone melalui sambungan telefon.
Pria kelahiran 20 Juli 1975 ini sangat menyayangkan sikap tersebut, mengingat menjadi seorang chef bukanlah proses yang cepat dan mudah. "Banyak juga peserta terpilih, tetapi tidak terlalu suka masak, jadi kebetulan terpilih. Dia salah masuk kompetisi, sekali-kali tenar, besok-besok masuk televisi lain, atau menjadi selebriti yang angkuh," ujarnya.
Dia menegaskan, menjadi seorang chef andal tidak melulu melalui jalur pendidikan kuliner. Kemauan yang kuat akan memuluskan banyak jalan yang tersedia.
"Jadi chef tidak harus dari culinary school, syukur-syukur kalau orangtuanya mampu. Saya sendiri mulai dari bawah; cuci piring, ngepel, kupas kentang, bikin sushi rice bertahun-tahun, angkat barang, yang penting kemauan Anda kuat," tandasnya.
Chef Juna mengakui bahwa banyak orang menilainya sebagai sosok yang paling kejam di antara juri-juri MasterChef Indonesia lainnya. Dia menegaskan bahwa semua itu tidak dibuat-buat bak akting dalam serial drama. Satu motivitasinya, yakni membuka mata para kontestan tentang dunia kuliner.
"Saya sebenarnya orang yang santai, tapi kalau sudah menyangkut pekerjaan atau professional kitchen, saya harus tegas. Dan, kebetulan saya adalah proses daur ulang dari manusia yang kurang benar, hanya punya modal kemauan dan disiplin. Jadi, di sini saya hanya tahu cara itu, dan tidak ada yang dibuat-buat," tutupnya.
(ftr)
"Semua peserta di depan saya nunduk. Pas 60 besar ada yang kelihatan ‘jual diri’, dalam artian ikut kompetisi bukan ingin menguji, bukan belajar memasak, bukan serius memasak, tapi hanya ingin show off," ucap Chef Juna kepada Okezone melalui sambungan telefon.
Pria kelahiran 20 Juli 1975 ini sangat menyayangkan sikap tersebut, mengingat menjadi seorang chef bukanlah proses yang cepat dan mudah. "Banyak juga peserta terpilih, tetapi tidak terlalu suka masak, jadi kebetulan terpilih. Dia salah masuk kompetisi, sekali-kali tenar, besok-besok masuk televisi lain, atau menjadi selebriti yang angkuh," ujarnya.
Dia menegaskan, menjadi seorang chef andal tidak melulu melalui jalur pendidikan kuliner. Kemauan yang kuat akan memuluskan banyak jalan yang tersedia.
"Jadi chef tidak harus dari culinary school, syukur-syukur kalau orangtuanya mampu. Saya sendiri mulai dari bawah; cuci piring, ngepel, kupas kentang, bikin sushi rice bertahun-tahun, angkat barang, yang penting kemauan Anda kuat," tandasnya.
Chef Juna mengakui bahwa banyak orang menilainya sebagai sosok yang paling kejam di antara juri-juri MasterChef Indonesia lainnya. Dia menegaskan bahwa semua itu tidak dibuat-buat bak akting dalam serial drama. Satu motivitasinya, yakni membuka mata para kontestan tentang dunia kuliner.
"Saya sebenarnya orang yang santai, tapi kalau sudah menyangkut pekerjaan atau professional kitchen, saya harus tegas. Dan, kebetulan saya adalah proses daur ulang dari manusia yang kurang benar, hanya punya modal kemauan dan disiplin. Jadi, di sini saya hanya tahu cara itu, dan tidak ada yang dibuat-buat," tutupnya.
(ftr)
http://www.okefood.com/read/2012/10/24/299/708702/chef-juna-ada-peserta-masterchef-cuma-numpang-tenar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar