Rabu, 25 Maret 2015

Libya Peroleh 4 Su-27, Entah Darimana

Su-27 Ukraina
Angkatan Udara Libya dinyatakan telah menerima empat pesawat tempur Sukhoi Su-27 "Flanker" buatan Rusia. Namun tidak dijelaskan darimana mereka mendapatkannya.

Seperti yang dikabarkan Libya Herald, kantor berita HoR LANA mengutip pernyataan seorang pejabat Libya (anonim) bahwa sumber-sumber informasi militer di Angkatan Bersenjata Libya (LNA) menegaskan pada 5 Januari 2014 empat pesawat tempur Sukhoi Su-27 Flanker telah bergabung dengan skuadron Angkatan Udara Libya.

Laporan itu mengatakan bahwa sumber menginformasikan Su-27 tersebut memiliki 150 putaran senapan G-301 dan sejumlah roket R-27R1 dan R-27T1 jarak menengah (radar directed) dan amunisi (bom) udara ke darat dengan berat 100, 250 dan 500 kilogram. Sumber juga mengklaim bahwa Su-27 memiliki jangkauan 3.530 kilometer dengan kecepatan maksimum 2.500 kilometer per jam. Mampu terbang di udara dalam waktu yang lama, dan dapat bermanuver dan menyerang kembali hingga tiga kali.

Menurut sumber, Su-27 yang baru diterima ini akan meningkatkan kemampuan LNA dalam memerangi kelompok ekstremis di seluruh negeri, terlebih untuk mengintensifkan serangan udara di kota Misrata.

Seperti yang diungkapkan seorang pejabat militer Libya yang dikutip oleh laman Financial Times: "Pelabuhan Misrata digunakan untuk mentransfer elemen teroris dan ekstremis, baik terhadap Libya maupun asing. Misrata adalah ancaman paling berbahaya bagi negara Libya saat ini." Angkatan Udara Libya juga telah mengancam untuk menembak jatuh setiap pesawat militer atau sipil Sudan atau Turki yang memasuki wilayah udaranya.

Sayangnya, LNA tidak mengungkapkan darimana mereka mendapatkan Su-27 ini. Tidak juga dijelaskan apakah kondisinya baru, bekas, atau pinjaman dari negara sahabat atau sekutu. Akhirnya muncul spekulasi darimana Libya mendapatkan pesawat ini.

Jika pesawat ini merupakan hasil refurbish atau upgrade dari pesawat-pesawat Angkatan Udara Libya, bisa jadi. Tapi sumber tersebut jelas menyebutkan bahwa 4 pesawat itu adalah Su-27. Lagipula, meskipun di bawah pemerintahan Moammar Khadaffi Libya adalah klien dekat Uni Soviet, namun Libya tidak secara resmi terdaftar sebagai pembeli Su-27, termasuk negara tetangganya seperti Mesir dan Aljazair.

Sebuah spekulasi pun muncul, mengatakan bahwa pesawat ini kemungkinan disuplai oleh Ukraina, yang mana ekonominya saat ini sedang carut marut akibat perang saudara terhadap pemberontak yang didukung Rusia. Tapi tetap saja tidak ada bukti Ukraina yang menyuplai pesawat ini ke Libya. Sedangkan sumber terbanyak Su-27 lainnya yaitu Rusia dan China tampaknya diragukan untuk menjual pesawat tempur secara sembunyi-bunyi, kecuali tersembunyi dalam hal jumlah.
Gambar: Su-27 Angkatan Udara Ukraina/Oleg Belyakov
http://www.artileri.org

Masalah Software: F-35 Tidak Bisa 'Menembak' Hingga 2019

F-35A
Jet tempur F-35 Pentagon mungkin belum akan beroperasi sepenuhnya hingga tahun 2019, hal ini karena ditemukan kesalahan pada komputernya baru-baru ini. Padahal jet termahal AS yang proyeknya senilai USD 400 miliar ini direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun depan.

F-35 adalah pesawat tempur generasi kelima yang terdiri dari tiga varian, yaitu untuk Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Korps Marinir Amerika Serikat untuk menggantikan pesawat tempur sebelumnya. Rencananya, F-35 akan bergabung dengan Korps Marinir AS pada tahun depan dan Angkatan Udara AS pada tahun 2016.

F-35 dikembangkan untuk menggantikan pesawat serangan darat A-10 Warthog dan F-16 Angkatan Udara AS, pesawat berbasis kapal induk Boeing F/A-18 Hornet Angkatan Laut, dan Boeing AV-8B Harrier II Jump Jet milik Korps Marinir AS.

Namun, senjata utama pesawat ini yang paling ditunggu tidak akan bisa berfungsi akibat kesalahan pada komputernya. Meriam rotary empat laras untuk F-35 varian Angkatan Udara (F-35A) tidak bisa berfungsi hingga software baru dikembangkan, padahal pesawat ini akan segera bergabung dengan Angkatan Udara AS pada tahun depan.

"Tidak akan ada senjata hingga ada software 3F (Joint Strike Fighter), tidak ada software untuk mendukung penggunaan senjata atau (bahkan hingga) empat tahun kedepan," kata seorang pejabat Angkatan Udara AS yang turut dalam proyek F-35 mengatakan kepada Daily Beast. "(Software) Block 3F dijadwalkan baru akan dirilis pada tahun 2019."

Masalah ini terbilang sangat akut untuk sebuah jet tempur dengan salah satu misinya untuk operasi dukungan udara (Close Air Support/CAS). F-35 memang masih dipersenjatai dengan senjata lain, tapi ini masih belum cukup.

"Kurang canggihnya tembakan artileri di sebuah pesawat dalam mendukung operasi CAS merupakan suatu kecacatan besar," seorang pilot berpengalaman memberikan komentar kepada Daily Beast. "(Padahal) Pertempuran CAS lebih sering terjadi."

Dilengkapi dengan senjata, versi F-35A Angkatan Udara membawa amunisi yang cukup. Meskipun mampu menembak hingga 3.300 putaran per menit, namun pesawat ini hanya membawa membawa 180-220 putaran. Dua F-35 versi lain yaitu versi Angkatan Laut dan Korps Marinir memiliki konfigurasi pod senjata eksternal yang berbeda.

Produksi F-35 yang menghadapi penundaan dan masalah membengkaknya biaya proyek akibat berbagai masalah pada perangkat lunak dan cacat produksi. Proyek jet yang telah menelan biaya USD 400 miliar dimulai pada tahun 2006. Biaya telah membengkak dua kali lipat sejak awal konstruksi pada tahun 2011, sehingga menjadikan proyek F-35 sebagai proyek senjata termahal dalam sejarah militer.

Namun, Pentagon membantah pengoperasian F-35 akan tertunda, International Business Times melaporkan. Di samping itu juga tidak ada pihak yang bertanggung jawab pada proyek F-35 (dalam hal ini Lockheed Martin) yang memberikan komentar perihal ini.

Desember lalu, masalah dengan bahan bakar juga ditemukan. Mesin F-35 akan mati ketika bahan bakar terlalu panas, meskipun informasi ini dibantah oleh Pentagon.

Musim panas lalu, F-35 seharusnya menjadi bintang penerbangan pada pameran udara Farnborough Air Show di Hampshire, Inggris, namun pesawat yang paling ditunggu penampilannya ini tidak muncul. Hal ini terkait pengandangan seluruh F-35 sebelumnya akibat insiden kebakaran F-35 di sebuah Pangkalan Udara di Florida pada bulan Juni 2014.

Pentagon berencana membeli 2.443 jet F-35 dalam tiga varian. Inggris juga telah mengorder 14 jet, Namun, proyek pesawat tempur generasi kelima ini semakin menuai kritikan tajam terkait biaya pengembangannya yang fantastis.

"Bagi saya, hal ini memberikan indikasi jelas bahwa program (F-35) ini dalam masalah serius," kata seorang pejabat Angkatan Udara AS kepada Daily Beast.

F-35 dirancang dan dibangun oleh perusahaan Amerika Lockheed Martin Aeronautics yang sebelumnya memproduksi F-16 Fighting Falcon, pesawat tempur multiperan yang memiliki reputasi yang baik di seluruh dunia. (RIA Novosti)
http://www.artileri.org

Sabtu, 21 Maret 2015

Jika Pembelian Rafale Gagal, India Produksi Su-30MKI

Su-30MKI
Untuk pertama kalinya sejak 31 Januari 2012, ketika pesawat tempur Rafale Prancis terpilih sebagai kandidat utama program MMRCA (medium multi-role combat aircraft) untuk Angkatan Udara India (IAF), terjadi kendala serius dalam proses negosiasi pembelian dengan Dassault Prancis, produsen Rafale, laman Business Standard India melaporkan.

Berbicara dihadapan media pada Selasa malam, Menteri Pertahanan India Manohar Parrikar mengatakan bahwa ada "komplikasi" dalam negosiasi," sudah terjadi selama hampir tiga tahun. Pihak Dassault Prancis enggan memenuhi persyaratan pembelian IAF yang tertuang di dalam tender.

Kabar yang lebih menakutkan lagi bagi Dassault, Parrikar menyatakan bahwa produksi dalam negeri Su-30MKI oleh Hindustan Aeronautics Ltd (HAL) akan cukup untuk IAF dalam skenario IAF tidak berhasil mendapatkan Rafale.

"Su-30MKI adalah pesawat yang memadai untuk memenuhi kebutuhan angkatan udara," kata Parrikar.
Dassault Rafale

Kabar terakhir menyebutkan bahwa keengganan Prancis tersebut terkait permintaan India yang ingin memproduksi sendiri 108 unit pesawat tempur Rafale dengan transfer teknologi kepada HAL seperti yang diamanatkan di dalam tender.

Hingga tahun 2018, IAF berencana untuk untuk memiliki 272 Su-30MKI (pada Agustus 2014 berjumlah 200 unit). HAL sendiri memproduksi Su-30MKI dengan harga per unit sekitar Rs 358 crore (USD 56 juta). Harga ini dinilai kurang dari setengah harga Rafale.

Menurut ketentuan tender MMRCA, 18 dari 126 Rafale yang akan dibeli India akan dipasok langsung dari pabrik Dassault Prancis, sedangkan sisanya 108 unit akan diproduksi oleh HAL India melalui transfer teknologi. Biaya proyek ini awalnya sebesar Rs 42.000 crore (USD 6,6 miliar), namun menurut analisa para analis telah meningkat menjadi Rs 100.000 crore (USD 15,6 miliar).

Meskipun Rafale terus dijajakan untuk ekspor ke luar negeri, sejauh ini belum ada negara di luar Prancis yang menggunakannya, pembeli yang paling potensial saat ini hanyalah IAF. Banyak analis pertahanan yang menyoroti mahalnya harga pesawat inilah yang menyebabkan sulitnya penjualan Rafale. Biaya per unit Rafale di tahun 2010 adalah sekitar USD 100 juta, sedangkan biaya operasionalnya untuk satu jam penerbangan mencapai USD 16.500 (tahun 2012). Sebagai perbandingan, biaya satu jam terbang SAAB JAS 39 Gripen Swedia hanya sekitar USD 4.700, ini berdasarkan pendapat Institute for Defense Studies and Analysis pada tahun 2009.
Gambar Su-30MKI: aeroprints.com
Gambar Dassault Rafale: USAF

Tahun ini, Militer Rusia Terima 38 Rudal Balistik Antar Benua

Penembakan ICBM Topol-M
Pasukan Nuklir Strategis Rusia mendapatkan tambahan 38 rudal balistik antar benua (ICBM) baru pada tahun ini, termasuk di dalamnya 22 rudal balistik berbasis kapal selam (ditembakkan dari kapal selam), Menteri Pertahanan Sergey Shoigu mengatakan pada hari Jumat dalam sebuah pertemuan Dewan Kementerian Pertahanan, seperti dilansir laman Itar TASS.

Persentase peningkatan persenjataan pada Angkatan Darat telah mencapai 56 persen, katanya. Pasukan Rudal Strategis sekarang telah memiliki tiga resimen baru yang mengoperasikan rudal ICBM Yars.

Pada Desember ini juga Angkatan Laut Rusia telah memiliki tiga kapal selam strategis bertenaga nuklir dari kelas Borei, dengan kapal selam ketiga (Vladimir Monomakh) yang masuk layanan pada 19 Desember kemarin. Kapal selam pertama (Yury Dolgorukiy - Januari 2013) dan kedua (Aleksandr Nevskiy - Desember 2013) dari kelas Borei telah bertugas sepenuhnya di Angkatan Laut Rusia. Rusia berencana untuk memiliki 10 kapal selam kelas Borei.

Sedangkan dari matra lain, Angkatan Udara Rusia pada tahun ini telah menerima 140 pesawat dan dan 135 helikopter. Termasuk di dalam 142 pesawat tersebut adalah 53 pesawat tempur yang terdiri dari Sukhoi Su-30 dan Su-35, 18 pesawat pencegat MiG-31VM, 16 pesawat tempur pembom Su-34 dan 28 pesawat latih dan angkut. Sedangkan untuk helikopter, termasuk di dalamnya 46 helikopter serbu dan 72 helikopter serang.
http://www.artileri.org

India Akan Sewa Lagi Kapal Selam Nuklir Rusia

Kapal selam kelas Akula Rusia
Angkatan Laut India akan segera memiliki kapal selam nuklir kedua. Pemerintah India telah memutuskan untuk menyewa kapal selam nuklir kedua dari Rusia, pejabat Kementerian Pertahanan India mengatakan seperti dilansir laman NDTV.

Saat ini, India mengoperasikan sebuah kapal selam nuklir kelas Akula II berbobot 13.400 ton (menyelam) yang diganti namanya oleh Angkatan Laut India menjadi INS Chakra. Kapal selam ini disewa oleh India dari Rusia sejak tahun 2011 untuk jangka waktu 10 tahun, dengan biaya sewa sekitar USD 970 juta.

Dalam perjanjian sewa, India hanya boleh menembakkan senjata konvensional (non nuklir) dari kapal selam ini. Kapal selam kedua yang rencananya akan disewa adalah "Iribis" dari kelas Akula I (improved) dan diharapkan memiliki kondisi yang sama seperti INS Chakra. Kapal selam Iribis tidak pernah melaut karena pembangunannya tidak pernah selesai pasca runtuhnya Uni Soviet pada awal 1990-an. Iribis yang kondisi pembangunannya 60 persen ini rencananya akan diselesaikan untuk kemudian disewakan kepada India (kemungkinan akan beroperasi pada tahun 2017 setelah uji coba laut).

Dua hari lalu, kapal selam nuklir pertama buatan India INS Arihant memulai uji lautnya, dan diharapkan akan segera bergabung dengan Angkatan Laut India dalam dua tahun ke depan. Saat ini India sedang dalam proses untuk membangun lagi tiga kapal selam nuklir. Lunas dari kapal selam nuklir kedua dari kelas Arihant sudah diletakkan.

Keputusan India untuk menyewa kapal selam nuklir dari Rusia adalah karena dua hal; Pertama, India akan mengoperasikan 3 kapal selam nuklir lagi dari kelas Arihant (kapal ke-2, ke-3 dan ke-4), Angkatan Laut India perlu melatih para krunya dengan kapal selam yang disewa. Kedua, karena semakin berkurangnya jumlah armada kapal selam India, kapal selam yang disewa akan menjembatani kesenjangan kemampuan.

Saat ini India mengoperasikan sekitar 13 kapal selam konvensional dan 1 kapal selama nuklir (INS Chakra), namun hanya sekitar setengahnya saja yang dalam kondisi optimal untuk disebarkan sewaktu-waktu.
http://www.artileri.org

Minggu, 15 Maret 2015

Korsel Kirim 2 Jet Tempur ke Filipina Tahun Depan

FA-50
Filipina menanti pengiriman 2 dari 12 jet latih tempur FA-50 dari Korea Selatan yang akan dikirimkan pada bulan Desember tahun depan.

"Jadwal yang diproyeksikan adalah Desember tahun depan untuk dua jet pertama,'" kata Presiden Aquino di sela-sela KTT ASEAN-Republic of Korea Jumat lalu.

"Kami mendapatkan 12 (jet tempur FA-50), (Pengiriman) akan selesai pada tahun 2017," tambahnya.

Aquino mencatat bahwa Filipina terakhir kali memiliki pesawat tempur pada tahun 2005, tahun dimana Angkatan Udara Filipina (PAF) menonaktifkan armada jet tempur F-5 setelah sebelumnya menjaga wilayah nasional Filipina selama lebih kurang 40 tahun.

F-5 yang berpatroli di wilayah barat laut Filipina tersebut akhirnya dipensiunkan setelah pejabat pertahanan menyatakan bahwa armada F-5 mereka sudah terlalu tua dan terlalu mahal untuk dipertahankan.

Dekomisi atas F-5 praktis membuat Filipina tak berdaya dalam menghadapi ancaman eksternal dan mematikan kemampuan tempur PAF.

Aquino mengatakan bahwa FA-50 akan meningkatkan kemampuan PAF dalam memantau wilayah negara dan membuat kemampuan tempur pilot Filipina tidak menurun.

Kini Filipina tidak memiliki pesawat tempur, dan untuk mengamankan wilayahnya Filipina hanya menggunakan aset-aset udara yang sudah berusia puluhan tahun.

Aquino mengatakan bahwa dibutuhkan waktu sekitar 4-8 jam sebelum pesawat 'tua' seperti Nomad dan Islander dapat menjangkau daerah-daerah operasi mereka.

"Sebagai contoh, jika Anda ingin memeriksa sesuatu, karena ini (FA-50) adalah jet maka akan cepat sampai disana," kata Presiden.

"Anda dilatih untuk merencanakan penggunaan radar dan panduan pengendali udara. Kita mungkin akan kehilangan semua kemampuan ini. Tujuan (dari pembelian FA-50) adalah untuk mempertahankan kemampuan mereka," tambahnya.

Maret lalu, Filipina dan Korea Aerospace Industries (KAI) menandatangani kontrak pembelian 12 jet tempur latih FA-50 senilai P18,9 miliar (sekitar USD 423 juta). Proyek ini adalah proyek pembelian terbesar dalam program modernisasi Angkatan Bersenjata Filipina. (The Philippine Star)
http://www.artileri.org

Australia Operasikan Kapal Serbu Amfibi HMAS Canberra

HMAS Canberra III

Angkatan Laut Australia (RAN) telah resmi mengoperasikan HMAS Canberra III (L02), yang merupakan kapal pertama dari dua kapal serbu amfibi atau dikenal dengan Landing Helicopter Dock (LHD) Kelas Canberra.

Kepala Staf RAN Vice Admiral Tim Barrett mengatakan saat peresmian HMAS Canberra di Pangkalan Armada Timur, Sydney, pada 28 November 2014: "HMAS Canberra adalah tambahan menarik untuk RAN, kapal yang sangat andal ini akan melayani bangsa dengan baik untuk beberapa dekade mendatang."

Pembangunan HMAS Canberra dimulai di Spanyol pada tahun 2008, dengan lambung diluncurkan oleh galangan kapal Spanyol Navantia pada tahun 2011. Lambung ini kemudian diangkut ke Australia pada akhir 2012 untuk diselesaikan oleh BAE Systems Australia.

HMAS Canberra mengusung sistem propulsi diesel dan gas turbin (CODAG), yang dikombinasikan dengan satu turbin gas LM 2500 dan dua generator diesel MAN 16V32/40. Mampu berlayar dengan kecepatan maksimum 20 knot (37 km/jam) - digambarkan oleh media Australia kecepatannya lebih cepat dari beruang kutub namun lebih lambat dari rusa kutub.

Kapal berbobot benaman 27.831 ton ini merupakan kapal terbesar yang pernah dibangun untuk RAN, akan dikerahkan untuk menangani situasi pertempuran, keadaan darurat kemanusiaan, dan untuk mengangkut peralatan dan unit penerbangan militer. Yang pasti akan secara signifikan meningkatkan kemampuan penyebaran amfibi Angkatan Pertahanan Australia (ADF).

LHD yang berdimensi panjang 230 meter dan lebar 32 meter ini dipersenjatai dengan empat senjata otomatis 20 m, enam senapan mesin 12,7 mm, senjata anti-torpedo dan sistem decoy Nulka.

HMAS Canberra memiliki empat dek utama; dek kendaraan berat, akomodasi, hanggar dan kendaraan ringan, dan penerbangan. Mampu mengangkut lebih dari 1.000 personel, 4 kapal pendarat, 100 kendaraan lapis baja, 12 tank tempur utama dan 18 helikopter. HMAS Canberra dirancang untuk dapat beroperasi di pelabuhan sekunder, serta bermanuver di perairan dangkal di daerah pesisir.
HMAS Canberra III
HMAS Canberra III
Selain untuk situasi tempur, Canberra dirancang untuk melakukan misi bantuan kemanusiaan dan bencana skala besar. Di dalamnya terdapat fasilitas medis lengkap dengan dua ruang operasi, satu ruangan Critical Care Unit dengan delapan tempat tidur, dan ruangan perawatan lainnya. Selain itu, HMAS Canberra juga mengakomodasi layanan radiologi, patologi, fasilitas farmasi dan gigi.

Komandan HMAS Canberra Captain Jonathan Sadleir mengatakan: "Melalui banyak upaya, kapal yang luar biasa ini akhirnya menjadi kenyataan."

"Kami tahu kapal ini memiliki kemampuan yang mengagumkan, tetapi langkah selanjutnya adalah pergi ke laut untuk prosedur pengujian, memperbaiki dan mengkonsolidasikan, sehingga kita dapat siap ketika bangsa membutuhkan."

Meskipun menjadi kapal pertama di kelasnya, HMAS Canberra diberikan nomor  L02, bukan L01. Kapal Kelas Canberra yang kedua HMAS Adelaide yang akan diberi nomor L01, yang rencananya akan mulai dioperasikan RAN pada bulan Juni tahun depan.

HMAS Canberra III

All resources: Royal Australian Navy

Akhirnya Rusia Ekspor Sistem Rudal S-400

S-400 Triumf

Pemerintah Rusia dikabarkan telah menandatangani kontrak ekspor sistem rudal pertahanan udara S-400 Triumf untuk yang pertama kalinya. Kontrak antara badan eksportir senjata rusia Rosoboronexport dan Kementerian Pertahanan China ini adalah senilai USD 3 miliar untuk penyediaan enam batalion S-400, demikian yang dilaporkan laman Vedomosti pada hari Rabu.

Rencana penjualan S-400 antara kedua negara telah dibahas sejak beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2011, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan bahwa eskpor S-400 baru akan dimulai setelah tahun 2016, yakni ketika kebutuhan Angkatan Darat Rusia akan S-400 sudah terpenuhi.

S-400 Triumf dikembangkan oleh Biro Desain Almaz-Antey, gabungan industri-industri pertahanan Rusia khususnya pengembang senjata anti pesawat. S-400 merupakan sistem rudal permukaan ke udara jarak jauh dan menengah, yang dirancang untuk mencegat target udara, seperti pesawat tempur siluman dan rudal balistik dan jelajah pada jarak 400 kilometer dan ketinggian hingga 60 kilometer (media-media Rusia melaporkan untuk rudal balistik di ketinggian 30 kilometer).

Disebut NATO sebagai SA-21 Growler, S-400 merupakan upgrade dari sistem rudal pertahanan udara S-300 namun dengan fitur penggunaan 3 rudal berbeda, meliputi rudal jarak menengah 9M96 (120 km), rudal jarak jauh 48N6 (250 km) dan 40N6 (400 km). Masa operasinya juga meningkat hingga 20 tahun masa pakai. Satu baterai S-400 dapat mencegat hingga 36 target dengan 72 rudal secara simultan (bersamaan). S-400 sangat ideal untuk membela kota, pangkalan militer dan fasilitas sensitif lainnya dari serangan udara.

Dalam perang modern, dominasi udara merupakan faktor penting untuk menang atas musuh. Sistem rudal seperti S-400 yang dilengkapi dengan radar yang kuat dan kemampuan anti jamming akan membuat kekuatan udara musuh sangat sulit untuk menghancurkan target yang berada di jangkauan perlindungan sistem pertahanan udara tersebut.

Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) sebelumnya telah memiliki 15 batalion sistem rudal pertahanan udara S-300 yang dibeli melalui kontrak pada tahun 2010. China juga membuat versi S-300 nya sendiri yang disebut dengan nama HQ-9 yang baru-baru ini dibeli oleh Turki.

Selain menjual S-400, Rusia juga telah setuju untuk memasok pesawat tempur Su-35 standar ke China.

Wakil pertama direktur umum Sukhoi Boris Bregman dikutip oleh IHS Jane mengatakan: "Saat pembicaraan, kami memberitahu pihak China bahwa kami dapat menyediakan versi standar dari pesawat tempur Su-35, yang pengembangannya telah sepenuhnya selesai, telah diuji, dan disertifikasi oleh Angkatan Udara Rusia."

"Saya pikir bahwa kontrak akan ditandatangani pada akhir 2014 atau awal 2015," ujar Bregman.

Untuk ekspor ke China, Rusia siap memodifikasi Su-35, termasuk untuk integrasi dengan perangkat yang berbeda, algoritma tambahan, dan user interface yang berbahasa China yang akan dilakukan di bawah kontrak tambahan.

Baru-baru ini Rusia dan China juga sepakat memperkuat hubungan industri militer dengan dan juga meningkatkan intensitas latihan angkatan laut bersama.




 http://www.artileri.org