Sabtu, 31 Januari 2015

F-35A Pertama Australia Mulai Terbang ke Langit

F-35A pertama Australia

FORT WORTH, Texas - Pesawat tempur Lockheed Martin F-35A Lightning II Joint Strike Fighter pertama Australia memulai penerbangan perdananya pada 29 September 2014, dilaporkan laman Global Aviation Report. Ini sebagai tonggak bersejarah program F-35 Angkatan Udara Australia.
Kepala pilot tes F-35 Lockheed Martin, Alan Norman, menerbangkan pesawat tersebut dalam penerbangan sortie selama dua jam untuk memeriksa fungsi pesawat.
F-35 pertama Australia yang diberi kode sebagai AU-1 ini dijadwalkan akan dikirimkan ke Angkatan Udara Australia pada akhir tahun ini untuk ditugaskan di Pangkalan Angkatan Udara Luke di Arizona. Sebagaimana negara-negara mitra program F-35 lainnya, Australia juga akan menggunakan F-35A pertama ini sebagai pesawat pelatihan pilot.
F-35 Lightning II akan secara signifikan meningkatkan kemampuan tempur udara Angkatan Udara Australia, sekaligus memberikan manfaat besar bagi industri kedirgantaraan Australia. Yang mana diketahui, dalam program F-35 ini, industri kedirgantaraan Australia telah mendapatkan kontrak lebih dari USD 412 juta untuk menyuplai beberapa komponen F-35.
F-35 Lightning II dinilai sebagai pesawat tempur paling cerdas di planet ini, yang dirancang untuk menyerang musuh di udara dan di tanah tanpa terdeteksi oleh radar. Amerika Serikat dan sekutunya telah berinvestasi dan bekerjasama untuk mengembangkan pesawat tempur generasi kelima ini. Menurut AS, F-35 akan menjadi pesawat multiperan internasional sebagai landasan keamanan global di abad ke 21.
F-35A kedua Australia
F-35A kedua Australia saat acara peluncuran di fasilitas Lockheed Martin di Forth Worth, Texas, 24 Juli 2014. Pesawat kedua ini juga akan dikirimkan pada akhir tahun ini.
Seperti yang diketahui, Australia telah memesan 72 F-35A (varian konvensional) disamping rencana pesanan tambahan 28 unit lagi. Pesawat-pesawat siluman ini rencananya akan mulai dioperasikan secara penuh oleh Angkatan Udara Australia pada tahun 2020, menggantikan F/A-18 Super Hornet. 
Selain itu, pada Mei lalu, Perdana Menteri Tony Abbott juga menyatakan tengah mempertimbangkan pembelian F-35B yaitu varian lepas landas pendek dan mendarat vertikal. Jika jadi, F-35B yang harganya lebih mahal 20% dari F-35A ini akan dioperasikan oleh Angkatan Laut Australia pada kapal LHD Kelas Canberra yang akan bertugas pada 2016 nanti.
 http://www.artileri.org

Korea Selatan Setujui Pembelian 40 F-35 Senilai USD 7,1 Miliar

F-35
Korea Selatan telah menyetujui kesepakatan pembelian 40 unit pesawat tempur F-35 Joint Strike Fighter dari Lockheed Martin senilai USD 7,1 miliar (sekitar Rp 84,8 triliun).

Komite Eksekutif Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan yang diketuai oleh Menteri Pertahanan Nasional Han Min-goo telah menyetujui penandatanganan surat penawaran dan penerimaan tersebut saat pertemuan di Seoul pada Rabu, 24 September 2014.

Menurut Letnan Jenderal Chris Bogdan, Program Executive Officer untuk Kantor Program F-35 Lightning II, pengiriman F-35A - varian lepas landas dan mendarat konvensional (CTOL), sama seperti yang digunakan Angkatan Udara AS - akan dimulai pada tahun 2018.

"Korea (Selatan) menjadi pelanggan penjualan asing ketiga (F-35) setelah Israel dan Jepang, selain delapan negara mitra kami dalam program ini," tambah Bogdan. "Ini adalah hari yang baik untuk program F-35 dan kami berharap dapat memenuhi keinginan Pemerintah Korea (Selatan) untuk menjalankan program F-35 nya."

Menurut Defense Acquisition Program Administration (DAPA), F-35A telah sesuai dengan persyaratan program pengadaan pesawat tempur FX-III Korea Selatan dan akan secara signifikan meningkatkan kemampuan tempur Angkatan Udara Korea Selatan (ROKAF) khususnya meningkatkan kemampuan untuk menyerang sasaran strategis nuklir di Korea Utara terkait konflik di Semenanjung Korea.

Sebelumnya Seoul berencana untuk membeli 60 F-35A untuk menggantikan pesawat era 70-an yaitu McDonnell Douglas F-4E phantom II dan F-5. Taksiran awal untuk 60 F-35A adalah sekitar USD 10,8 miliar, namun akhirnya Pemerintah Korea Selatan hanya menyutujui 40 unit. DAPA sendiri telah mengumumkan bahwa mereka telah memilih F-35A dan telah memulai negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat untuk membelinya melalui jalur penjualan asing.

Kebakaran mesin F-35 pada bulan Juni lalu dan kekhawatiran akan membengkaknya biaya dan waktu produksi yang molor tidak menyurutkan niat Seoul untuk membeli pesawat ini.

Tahun lalu, Korea Selatan menolak tawaran Boeing untuk memasok 60 unit pesawat tempur F-15 Silent Eagle senilai USD 7,7 miliar dengan alasan harga dan tidak memiliki fitur siluman dan kurang efektif dalam mengatasi ancaman nuklir Korea Utara yang terus meningkat. Selain itu juga ada penawaran pesawat tempur Eurofighter Typhoon, namun Korea Selatan juga menolak karena alasan yang sama.
Laman New York Times melaporkan bahwa pembelian F-35A ini juga mencakup transfer teknologi dari Lockheed Martin untuk program pengembangan pesawat tempur canggih Korea Selatan yang disebut dengan KFX, dimana disini Indonesia juga menjadi partner pengembangan.
Dalam program KFX, Korea Selatan berharap dapat membangun pesawat tempur yang mirip dengan F-16 Fighting Falcon Lockheed Martin, namun dengan mesin ganda, peningkatan kekuatan tempur, peningkatan radar dan kemungkinan fitur siluman. Rencananya Korea Selatan akan memproduksi 120 unit pesawat tempur ini untuk ROKAF mulai tahun 2025. Selain itu, dengan KFX Korea Selatan juga berharap dapat menjadi eksportir pesawat tempur canggih bagi negara-negara yang tidak mampu membeli F-35 karena alasan biaya atau lainnya, menurut New York Times. (IHS Jane, New York Times, F-35, ABC News).
http://www.artileri.org

Rusia Berhasil Luncurkan Rudal Iskander-M

Peluncuran rudal Iskander-M
Rusia berhasil menembakkan rudal Iskander-M selama latihan tempur Vostok-2014 di timur jauh Rusia. Itu adalah peluncuran rudal Iskander-M pertama bagi Distrik Militer Timur Rusia.
Sabtu dini hari waktu setempat, Brigade Rudal Iskander-M diperintahkan untuk bergerak ke firing pad di sebuah hutan terpencil di wilayah Jewish Autonomous. Serangan rudal Iskander-M meluluh lantakkan semua target dalam pelatihan.
Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk melihat kerjasama antara para personel dan komando dengan menggunakan senjata tempur yang beragam.
"Iskander adalah salah satu senjata terkuat kami; penjamin keamanan kami," Mayor Jenderal Mikhail Matvievsky, Kepala Pasukan Rudal Strategis dan Artileri dari Angkatan Darat Rusia, mengatakan sehubungan uji coba penembakan rudal Iskander-M.
Iskander (disebut oleh NATO sebagai SS-26 Stone) adalah rudal dengan mobilitas dan manuver yang tinggi, hanya dibutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk menyiapkan sistem ini agar siap digunakan.
Sistem rudal ini mampu memukul target pada jarak hingga 400 kilometer, dengan presisi (ketepatan) sekitar 30 sentimeter. Tergantung dari hulu ledak yang dilengkapkan, rudal Iskander dapat menekan pasukan atau pusat komando bawah tanah musuh. Jika perlu, rudal ini juga dapat dilengkapi dengan hulu ledak nuklir. (RT)



http://www.artileri.org

Selasa, 27 Januari 2015

Israel Terima Kapal Selam Canggih Berkemampuan Nuklir dari Jerman

Kapal selam Kelas Dolphin 2 Israel
Militer Israel selasa lalu mengumumkan bahwa mereka telah menerima kiriman kapal selam Kelas Dolphin II dari Jerman, menjadikannya sebagai kapal selam tercanggih yang dimiliki Israel saat ini.
Perjalanan kapal selam dari dermaga ThyssenKrupp di Kiel, Jerman, menuju Israel yang sejauh 8.000 kilometer ini telah dirahasiakan demi mencegah bocornya spesifikasi teknis dan sistem senjata uniknya.

Kapal selam Kelas Dolphin II pertama yang dinamai "INS Tanin" itu adalah kapal selam Angkatan Laut Israel pertama yang dilengkapi dengan sistem propulsi udara independen (AIP) dan merupakan kapal selam keempat yang telah dibeli oleh Israel.

Kepala Staf Angkatan Laut Israel, Mayor Jenderal Ram Rothberg, mengatakan bahwa dengan diterimanya kapal selam baru, berarti kekuatan Angkatan Laut Israel akan berlipat ganda. Kapal selam ini mampu berlayar lebih jauh dan sistem propulsi independen memungkinkannya untuk menyelam dalam waktu yang lama tanpa butuh oksigen dari atmosfer. Sebuah kemampuan operasi yang belum pernah Israel miliki sebelumnya.

Sebelumnya, tiga kapal selam Kelas Dolphin telah diterima Israel dari Jerman masing-masing pada tahun 1998, 1999 dan 2000. Sedangkan kapal selam Kelas Dolphin II yang kedua "INS Rahav" akan diterima Angkatan Laut Israel dalam beberapa bulan mendatang dan kapal selam Kelas Dolphin II ketiga saat ini masih dibangun dan rencananya akan dikirimkan pada 2016-2017.

Kelas Dolphin II merupakan upgrade Kelas Dolphin, yang terdiri dari  sistem propulsi udara independen, sistem sensor, sistem senjata dan manajemen tempur yang lebih canggih. Dari ukuran, kapal selam Kelas Dolphin II juga lebih panjang yaitu 68,6 meter dibandingkan Kelas Dolphin sebelumnya yang 57,3 meter. Ini adalah kapal selam terbesar yang dibangun Jerman sejak Perang Dunia II.
Kapal selam ini dilaporkan memiliki kecepatan jelajah 37 km/jam di permukaan dan 20 km/jam saat terendam. Menyelam sedalam 350 meter, dengan jangkauan operasional 19.300 kilometer dan maksimal operasi di laut selama 80 hari. Untuk senjata, Kelas Dolphin II dilengkapi dengan enam tabung torpedo 533mm dan empat tabung torpedo 650 mm. Persenjataan tambahan lainnya adalah rudal anti kapal Harpoon dan rudal anti helikopter Triton.

Menurut laporan Der Spiegel pada 2012 lalu, kapal selam Kelas Dolphin II ini juga dilengkapi dengan sistem ejeksi hidrolik yang memungkinkannya untuk meluncurkan rudal jelajah jarak jauh Popeye Turbo yang diyakini berhulu ledak nuklir. Popeye adalah rudal jelajah Israel yang diyakini memiliki jangkauan hingga 1.500 km dan mampu membawa hulu ledak seberat 200kg, cukup untuk memuat hulu ledak nuklir.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat di pelabuhan utara Haifa dalam menyambut kedatangan kapal selam Kelas Dolphin II mengatakan bahwa Israel bertekad untuk mempertahankan semua perbatasannya baik darat, laut, dan udara.
"Ancaman yang ditimbulkan oleh Iran dan kelompok Islam lainnya mewajibkan kita untuk menjadi lebih kuat," kata Netanyahu dilansir AP.
Ahli pertahanan Israel menilai kapal selam baru tersebut dapat digunakan sebagai serangan balasan dalam kasus Iran menyerang menggunakan senjata non-konvensional.

Jerman membantu Israel meningkatkan kemampuan serangan nuklir?
Jerman mulai mengirimkan kapal selam Kelas Dolphin kepada Israel setelah Perang Teluk Persia pertama. Dilaporkan Defense News International, dua kapal selam Kelas Dolphin diberikan Jerman kepada Israel secara gratis, sementara kapal selam ketiga diberikan dengan diskon 50 persen. Sedangkan untuk Kelas Dolphin II, Jerman akan membiayai sepertiga dari total biayanya. Harga tiga unit Kelas Dolphin II ini senilai USD 2 miliar - tidak disebutkan apakah ini harga yang harus dibayar Israel atau belum termasuk diskon-.

Jeremy Corbyn, seorang analis pertahanan mengatakan, bahwa sangat sulit memahami maksud Jerman memasok kapal selam berkemampuan nuklir ke Israel semata-mata untuk tujuan defensif. Karena tidak ada ancaman nyata yang berbasis laut terhadap Israel saat ini. Total, panjang pantai Israel termasuk pulau-pulau hanyalah 273 km, dan tidak berlebihan jika mengatakan bahwa tidak ada negara lain di dunia ini selain Israel yang memiliki kapal selam begitu banyak hanya untuk menjaga perbatasan laut yang pendek. Penyerahan kapal selam ini merupakan pertanda bahaya dan sebagai langkah buruk yang tersembunyi atas keterlibatan Eropa di daerah konflik terpanas di dunia tersebut.

"Jerman membanggakan diri sebagai penandatangan Traktat Non-Proliferasi Nuklir dan status non-nuklir mereka. Tapi mereka juga memberikan bantuan uang yang sangat besar untuk biaya pertahanan Israel dengan subsidi pengembangan dan pengiriman kapal selam tersebut, kita bertanya-tanya apakah ini bagian dari keterlibatan militer Eropa atas kawasan Timur Tengah," Corbyn mengatakan dilansir laman RT.

Secara resmi, Jerman selalu menyatakan bahwa mereka tidak memiliki gagasan tentang program nuklir militer Israel dan kemungkinan penyebaran rudal nuklir pada kapal selam yang mereka bangun untuk Israel tersebut. Namun, menurut laman Der Spiegel, beberapa mantan pejabat tinggi Jerman tidak pernah meragukan Israel akan melengkapi kapal selam tersebut dengan rudal nuklir. Ini sama saja memperkuat kemampuan nuklir Israel.
Israel sendiri tidak pernah mengakui atau menampik kepemilikan senjata nuklir mereka, namun para ahli meyakini bahwa Israel memiliki hingga 200 bom atom atau rudal jarak jauh yang berhulu ledak nuklir.
 http://www.artileri.org

Seluruh Kapal Perang India akan Memiliki Fitur Siluman

INS Kamorta

Di masa depan, seluruh kapal perang Angkatan Laut India akan berfitur siluman. Beberapa kapal perang berfitur siluman kini sudah dibangun dan dimiliki Angkatan Laut India, menurut V. Bhujanga Rao seorang petinggi Defence Research and Development Organisation (DRDO) India.

Dr Rao mengatakan bahwa laboratorim DRDO memiliki kemampuan untuk merancang dan mengembangkan teknologi siluman untuk kapal angkatan laut. Sementara Naval Science and Technological Laboratory (NSTL) akan menjadi fasilitas utama, laboratorium lain seperti Naval Materials Research Laboratory (NMRL) dan Naval Physical and Oceanographic Laboratory (NPOL) juga akan berkontribusi untuk memuluskan tujuan Angkatan Laut India ini.

Dr Rao mengatakan bahwa ada perbedaan dalam merancang fitur siluman untuk kapal perang dan untuk pesawat tempur. Tujuan utama fitur siluman untuk pesawat tempur adalah mengurangi signature inframerah dan radar cross section, sedangkan untuk kapal perang banyak aspek lain yang harus ditangani. Selain menurunkan signature radar dan inframerah, fitur siluman pada kapal juga harus menurunkan signature akustik, magnet, listrik dan dan hidro-dinamik juga harus diminimalkan.

Akan dibutuhkan karakteristik yang 'lebih siluman' pada bagian dek, sehingga banyak komponen logam yang akan diganti dengan bahan komposit. Signature dari lubang pembuangan (knalpot) juga harus diturunkan seminimal mungkin.

"Kami telah (berhasil) melakukan pekerjaan ini. (Kapal-kapal siluman) Kami cukup silent dan mampu untuk menangani musuh-musuh," kata Dr Rao.

Salah satu dari beberapa kapal perang siluman yang sudah dioperasikan India adalah INS Kamorta (gambar atas), yang mulai ditugaskan pada Agustus lalu. Kamorta adalah korvet siluman anti kapal selam dan merupakan kapal perang pertama di Angkatan Laut India yang seluruh sistem senjatanya diproduksi sendiri oleh India. 

Senjata bawah air

Seluruh desain dari kapal-kapal Angkatan Laut India seperti korvet, fregat dan kapal selam akan dilengkapi fitur siluman di masa depan. Dr Rao mengatakan bahwa selain mengembangkan flatform siluman, laboratorium DRDO juga mengembangkan senjata bawah air, seperti torpedo, decoy (umpan) dan ranjau untuk digunakan kapal selam dan kapal permukaan. Torpedo ringan sudah diproduksi dan digunakan oleh Angkatan Laut India. Sedangkan Torpedo canggih lainnya, 'Varunastra' baru akan dikirimkan ke Angkatan Laut India pada akhir tahun ini atau awal tahun depan.

Torpedo Varunastra
Torpedo Varunastra, bobot 1,25 ton, kecepatan 38 mil laut per jam dengan lintasan melingkar dalam menyerang target.
Juga versi lanjutan dari decoy yang bernama 'Mareecha' telah diuji coba di lapangan dan telah terbukti cukup efektif. "Kami berusaha untuk menyerahkannya kepada angkatan laut pada akhir tahun ini," kata Dr Rao. Decoy digunakan untuk membingungkan torpedo musuh. Sedangkan ranjau bawah air terbaru India diproduksi oleh KELTRON. Ranjau bahwa air berfungsi untuk menghambat laju pergerakan kapal musuh selama pertempuran. (The Hindu)




http://www.artileri.org

[Foto] Pesawat Tempur Rafale Prancis Melakukan Serangan Udara Pertama di Irak

Angkatan Udara Prancis telah melakukan serangan udara pertamanya terhadap ISIS di Irak, Jumat pagi waktu setempat. Ini kurang dari 24 jam setelah Presiden Francois Hollande mengumumkan bahwa ia menyetujui permintaan bantuan udara oleh Baghdad.

Kokpit Rafale

Dua pesawat tempur multiperan Rafale dan satu pesawat tanker C-135FR (pesawat transportasi C-135F dengan modifikasi mesin) melakukan misi selama 7 jam dari Al Dhafra di Uni Emirat Arab ke Irak (1.700 kilometer) untuk menghancurkan target ISIS di Irak utara pada 19 September 2014.

Serangan Rafale pada depot amunisi ISIS

Empat GBU-12 LGB (Laser-Guided Bomb) dijatuhkan oleh dua pesawat tempur Rafale untuk menghancurkan sebuah depot amunisi, senjata, kendaraan dan bahan bakar yang diklaim milik ISIS di dekat kota Zumar. Target terlihat hancur dengan jelas dalam misi pertama ini, sekaligus menandai awal keterlibatan pesawat taktis Prancis dalam serangan udara terhadap ISIS.

Rafale

Hingga saat ini, Rafale terus melakukan misi pengintaian dan akan terus melakukan misinya selama beberapa hari mendatang.

Rafale

Selain mengirimkan kekuatan udara, Presiden Francois Hollande telah mengesampingkan pengiriman pasukan darat Prancis ke Irak atau ke Suriah.


 http://www.artileri.org

Kamis, 22 Januari 2015

Australia Perbaiki Kapal Kelas Armidale di Singapura

HMAS Albanny (Kelas Armidale)
Dua kapal patroli Kelas Armidale milik Angkatan Laut Australia telah dikirim ke Singapura pada tahun ini untuk perbaikan dan pemeliharaan, juru bicara Departemen Pertahanan Australia mengatakan, dilansir laman IHS Jane.

Menurut Departemen Pertahanan, HMAS Maryborough (95) dan HMAS Bathurst (85) telah dikirim ke galangan kapal Singapore Technologies Marine Ltd (ST Marine) di Singapura, dengan alasan galangan kapal tersebut cocok dan terampil dalam melakukan pekerjaan pemeliharaan rutin dan perbaikan darurat untuk kapal patroli tersebut.

Fungsi utama kapal patroli Kelas Armidale yang memilki panjang 56,8 meter ini adalah untuk mendukung operasi keamanan maritim domestik "Sovereign Borders". Sebuah operasi keamanan perbatasan Australia yang juga ditujukan untuk menghentikan kedatangan pencari suaka ke Australia.

Baca juga: Australia akan Bangun Lebih Dari 20 Kapal Patroli untuk Negara-Negara di Kawasannya

Kapal produksi dalam negeri ini sempat mengalami beberapa masalah sejak mereka menjadi bagian Angkatan Laut Australia pada bulan Juni 2005. Pada bulan Maret 2014, Angkatan Laut Australia mengandangkan enam kapal karena masalah pada keretakan struktur. Sedangkan pada bulan Januari 200, seluruh kapal kelas ini (14 unit) ditarik keluar dari layanan karena masalah pada sistem bahan bakarnya. Baru-baru ini pada bulan Agustus 2014, HMAS Bundaberg (91) terbakar saat perawatan rutin di Brisbane.

Juru bicara Departemen Pertahanan tidak menjelaskan seberapa banyak kapal patroli Kelas Armidale yang akan dikirim ke Singapura pada tahun ini untuk perbaikan.


 http://www.artileri.org

Korut Bangun Sistem Peluncur Rudal Balistik untuk Kapal Selam

Kapal selam Korea Utara
Korea Utara diyakini tengah mengembangkan sistem baru pada kapal selam yang berfungsi untuk meluncurkan rudal balistik (SLBM), pernyataan Kementerian Pertahanan Korea Selatan, Senin, 15 September 2014, dilansir laman Yonhap.

"Berdasarkan data intelijen terbaru Amerika Serikat dan Korea Selatan, kami telah mendeteksi tanda-tanda Korea Utara sedang mengembangkan tabung peluncur rudal vertikal untuk kapal selam," Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengatakan.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Korea Selatan, Kim Min-seok, mengatakan saat konferensi pers rutin pada hari Senin bahwa kapal selam 3.000 ton Kelas Golf  Korea Utara dapat dimodifikasi agar bisa meluncurkan rudal balistik jarak menengah.

"Namun, belum ada informasi yang mengonfirmasi bahwa kapal selam Korea Utara sudah mampu meluncurkan rudal balistik, " Kim menekankan.

Korea Utara adalah negara yang memiliki kapal selam terbanyak di dunia. Namun armada kapal selam Korea Utara utamanya terdiri dari kapal-kapal selam kecil dan sebagian besar (dari total) merupakan desain era Uni Soviet dan kapal-kapal selam China yang sudah dimodifikasi.

US-Korea Institute di Johns Hopkins University pada bulan Juni menjelaskan bahwa Korea Utara diduga telah mendapatkan rudal tiruan dari rudal jelajah berbasis laut Rusia. Disebutkan bahwa rudal tersebut adalah tiruan dari rudal jelajah anti kapal Kh-35 yang dikembangkan Uni Soviet antara tahun 1980-1990. Namun tidak dijelaskan darimana Korea Utara mendapatkan rudal tersebut.
Gambar: Sebuah kapal selam Korea Utara. Pada anjungan berdiri Kim Jong-un, pemimpin Korea Utara. Kim Jong-un sengaja menginspeksi armada angkatan lautnya. Foto ini dipublikasikan oleh Korean Central News Agency (KCNA) Korea Utara di Pyongyang pada bulan Juni lalu.
http://www.artileri.org

Australia, Kontroversi Pembelian Kapal Selam dari Jepang

Kapal selam Kelas Soryu Jepang
Langkah Australia yang semakin dekat dengan pembelian hingga 12 kapal selam Kelas Soryu dari Jepang akan menjadi perubahan bersejarah bagi strategi pertahanan nasional dan kebijakan akuisisi militer Australia. Di satu sisi akan meningkatkan hubungan pertahanan Australia dengan Jepang, namun di sisi lain akan membangkitkan kemarahan China.

Jika nantinya memang terjadi, pembelian 12 kapal selam dari Jepang ini akan secara signifikan meningkatkan kekuatan maritim Australia, sekaligus menjadi pembelian persenjataan strategis pertama Australia dari negara Asia.

Kebijakan pembelian ini sebenarnya berada di persimpangan antara kebijakan pemerintah dan strategi pertahanan laut Angkatan Laut Australia. Termasuk bertentangan dengan kebijakan pengelolaan anggaran pertahanan, kebijakan untuk memajukan industri galangan kapal, investasi di industri pertahanan dalam negeri, dan yang tidak dapat dipungkiri adalah sisa-sisa permusuhan atas tindakan Jepang selama Perang Dunia II.

Selain itu, rencana pembelian ini berbarengan dengan persiapan kertas putih pertahanan pertama Australia dari pemerintahan Abbott, yang mana merupakan kebijakan yang menitikberatkan pengadaan alat pertahanan oleh industri dalam negeri yang dalam hal ini dikomandoi oleh Defence Materiel Organisation Australia. Indikasinya, pembelian kapal selam Soryu ini kemungkinan besar akan diumumkan sebelum kertas putih pertahanan ini dirilis, memunculkan pertanyaan mengenai relevansi kebijakan pemerintahan Abbott.
Pembelian kapal selam dari Jepang jelas akan mempererat hubungan pertahanan antara Australia dan Jepang, namun di sisi lain juga akan membuat China naik pitam, yang mana hal ini Australia enggan menyinggungnya karena khawatir muncul pembalasan ekonomi dari China. Para pemimpin China saat ini masih memiliki ingatan yang kuat atas penderitaan bangsa mereka di bawah pendudukan Jepang, terlebih lagi hingga saat ini China dan Jepang masih bersengketa wilayah seolah pembelian ini menjadikan Jepang ingin membuat aliansi untuk melawan China.

Tergantung dimana kapal-kapal selam ini akan dibuat, dirakit atau dirawat, proyek pembelian kapal selam dari Jepang ini bisa menjadi pertanda awal 'kematian' industri galangan kapal angkatan laut Australia terutama bagi Australian Submarine Corporation (ASC) di Adelaide, yang selama ini hanya menggantungkan 'hidup' dari pembelian dalam negeri Australia. ASC juga lah yang selama ini melakukan perawatan pada kapal-kapal selam Australia.
Rencana untuk mengganti enam kapal selam Kelas Collins (buatan ASC) pada pertengahan tahun 2020 dengan 12 kapal selam baru ini mungkin akan menjadi pembelian militer termahal negara ini, dengan perkiraan biaya hingga USD 40 miliar.

Bagi Australia, Soryu memiliki daya tarik tersendiri. Soryu adalah desain baru dan telah sukses dioperasikan Angkatan Laut Bela Diri Jepang sejak tahun 2009. Selain itu, pemerintah Australia tampaknya sangat terobsesi dengan dengan harganya yang murah yaitu sekitar USD 25 miliar untuk 12 kapal selam Kelas Soryu,  akan banyak menghemat anggaran pertahanan Australia.
Jepang saat ini sudah mengoperasikan 5 kapal selam Kelas Soryu, 1 unit masih menjalani uji coba laut, dan 2 unit lainnya masih dibangun dari rencana total 10 unit. Mengusung Sistem Propulsi Udara Independen (AIP) Swedia yang super 'silent', Soryu dapat terus menyelam selama dua minggu, lebih lama dari kebanyakan kapal selam diesel listrik saat ini, dan memiliki jangkauan 6.100 mil laut. Teknologi lapisan anechoic (semacam ubin) pada lambungnya akan mengurangi deteksi dari radar.

Baca juga: Jepang Masuki Pasar Kapal Selam Dunia dengan Kapal Selam Soryu

Rencana pembelian kapal selam dari Jepang ini telah menjadi bukti dari sekian banyak bukti bahwa pemerintahan Abbott menerapkan perdagangan bebas, yang mana enggan berinvestasi pada industri pertahanan dalam negeri apabila harga senjata yang ditawarkan oleh luar negeri jauh lebih murah.
Memang tidak dipungkiri, program pengadaan 12 kapal selam untuk menggantikan kapal selam Australia yang senilai USD 40 miliar ini akan menjadi penghalang, terlebih lagi pemerintah Australia tampaknya tidak percaya untuk menyerahkan proyek ini ke industri pertahanan dalam negeri (khawatir proyek molor dan biaya membengkak). Sedangkan harga yang ditawarkan Jepang jauh lebih murah yaitu USD 25 miliar untuk 12 kapal, tentu ini keuntungan besar bagi Australia.

Baik Abbott dan Menteri Pertahanan David Johnston tampaknya memang sangat mengagumi kapal selam Soryu Jepang. Johnston sendiri adalah politisi asing pertama yang memriksa langsung kapal selam Soryu. Dia mengatakan :"Sangat mengesankan."

Kemudian, pada konferensi Australian Strategic Policy Institute dia menggambarkan Soryu sebagai: "Desain yang paling mendekati persyaratan kita. Tidak ada kapal selam diesel listrik lainnya yang seukuran (Soryu), kita harus berbicara dengan mereka (Jepang)," katanya.
Jika jadi, sejumlah besar pekerjaan di industri pertahanan Australia akan dipertaruhkan, terutama bagi industri galangan kapal di Australia selatan. Tidak ada order maka galangan-galangan kapal ini akan menderita. Selain itu, konsekuensi pembelian ini akan mengancam suara mayoritas parlemen Tony Abbott, utamanya karena pembelian ini mengingkari rencana jangka panjang pertahanan Australia.



http://www.artileri.org

Selasa, 20 Januari 2015

Rusia Berhasil Luncurkan ICBM Bulava dari Kelas Borey

Peluncuran rudal Bulava
Rusia berhasil menguji tembak rudal balistik antar benua (ICBM) "Bulava" dari kapal selam bertenaga nuklir Kelas Borey "Vladimir Monomakh," Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan pada Rabu dilansir RIA Novosti.
Rudal balistik itu diluncurkan dari dalam air, Rabu pagi, dari lokasi dekat Laut Putih di barat laut Rusia dan mengenai target yang direncanakan di Kura, Kamchatka, wilayah timur jauh Rusia. Ini adalah pertama kalinya Vladimir Monomakh meluncurkan rudal balistik Bulava.

Peluncuran Bulava ini merupakan bagian dari uji coba negara pada senjata dan sistem kapal selam Vladimir Monomakh, kata juru bicara Kementerian Pertahanan Mayor Jenderal Igor Konasehnkov dikutip RIA Novosti.

Bulava (SS-NX-32) adalah rudal balistik tiga tahap berbahan padat yang diluncurkan khusus dari kapal selam (SLBM/Submarine-Launched Ballistic Missile). Berdimensi panjang 12 meter, diameter 2 meter, bobot 36,8 ton, mampu membawa hingga 10 hulu ledak independen dan memiliki jangkauan hingga 9.000 kilometer. Dilaporkan Reuters, rudal ini 100 kali lebih kuat daripada bom atom yang menghancurkan Hiroshima pada tahun 1945.

Kelas Borey (Project 955) adalah kapal selam rudal balistik bertenaga nuklir pertama yang dibangun Rusia sejak runtuhnya. Vladimir Monomakh adalah kapal selam ketiga dari total delapan kapal selam Kelas Borey yang direncanakan dibangun Rusia hingga 2020. Pembangunan Vladimir Monomakh dimulai pada tahun 2006 dan diluncurkan pada 2012 lalu. Kapal selam ini berdimensi panjang 170 meter, kecepatan 30 knot, diawaki oleh 107 personel dan mampu membawa membawa 16 rudal Bulava.

Kapal selam Vladimir Monomakh
Vladimir Monomakh
Kapal selam pertama dan kedua dari Kelas Borey adalah adalah "Yury Dolgoruky" dan "Aleksandr Nevsky." Sedangkan kapal selam keempat dan kelimanya adalah "Knyaz Vladimir" dan "Knyaz Oleg" yang saat ini masih dibangun di galangan kapal Sevmash di Severodvinsk. Kapal-kapal selam nuklir inilah yang akan menjadi tulang punggung kekuatan nuklir strategis berbasis laut Rusia menggantikan kapal-kapal selam pendahulunya yang akan pensiun akhir dekade ini, seperti Kelas Delta III, IV dan Typhoon.

Rudal Bulava kali ini khusus dirancang untuk digunakan kapal selam Kelas Borey. Sejak dimulai tahun 2004, uji coba rudal Bulava telah dilakukan sebanyak 19-20 kali. Tingkat kegagalan masih jauh lebih tinggi, hanya delapan (termasuk peluncuran kali ini) diantaranya yang dinyatakan berhasil. Meskipun banyak menemui kegagalan dalam uji coba, Departemen Pertahanan Rusia tetap bersikeras untuk tidak menggantikan senjata kapal selam Kelas Borey dengan rudal lain. Peluncuran Bulava berikutnya direncanakan pada bulan Oktober dan November.
Pada September tahun lalu, uji coba rudal Bulava dari kapal selam Aleksandr Nevsky juga mengalami kegagalan. Rudal jatuh di Samudera Arktik akibat kegagalan sistem kontrol mesin pada tahap keduanya. Tim penyelidik menyatakan rudal itu rusak karena cacat produksi. Menteri Pertahanan Rusia kemudian memerintahkan penghentian uji coba rudal Bulava pada seluruh kapal selam sampai sistem rudal sudah diperbaiki. Sejak itu, baru kali ini Rusia kembali menguji coba rudal Bulava.
Sebelum Kelas Borey lahir, satu-satunya kapal selam yang menguji coba rudal Bulava adalah "Dmitry Donskoy" dari Kelas Typhoon. Kapal selam terbesar di dunia menguji coba rudal Bulava sejak tahun 2004 hingga Yury Dolgoruky (Kelas Borey) meluncurkan Bulava pertamanya pada 2011.




 http://www.artileri.org

Prancis Tunda Pengiriman Kapal Serbu Amfibi Mistral ke Rusia

Vladivostok (Mistral)
Sejak awal, kesepakatan penjualan kapal serbu amfibi Kelas Mistral antara Prancis dan Rusia sudah banyak menuai kritik dan kecaman dari negara-negara Eropa. Kini setelah pertemuan komisi pertahanan Prancis pada Rabu, Prancis mengumumkan akan menunda pengiriman kapal Mistral ke Rusia karena sanksi Uni Eropa.

Pengiriman kapal Mistral pertama "Vladivostok" yang dijadwalkan akan dikirimkan bulan Oktober ini ditunda hingga bulan November. Sedangkan Mistral kedua "Sevastopol" sesuai dalam kontrak baru akan dikirimkan pada tahun depan.

Perubahan sikap Prancis ini muncul karena sanksi keras Uni Eropa terkait keterlibatan Rusia dalam konflik Ukraina yang dinilai merusak ketenteraman Eropa. Sedangkan sanksi-sanksi lainnya adalah pada sektor energi Rusia untuk penjualan asing, yang mana sektor inilah yang membangkitkan negara ini dari keterpurukan pasca runtuhnya Uni Soviet, dan juga sanksi untuk menggelar Piala Dunia 2018.

Pada bulan Juni 2011, Prancis dan Rusia menandatangani kesepakatan senilai USD 1,6 untuk pembangunan empat kapal serbu amfibi Kelas Mistral. Dua Mistral pertama akan dibangun oleh Prancis dalam hal ini DCNS, sementara dua Mistral lainnya akan dibangun sendiri oleh Rusia. Mistral mampu mengangkut 16 helikopter, empat kapal pendarat, 70 kendaraan lapis baja dan 450 personel untuk jangka panjang dan 900 personel untuk jangka pendek. Saat ini, ratusan personel Rusia juga sedang berada di Prancis untuk berlatih di atas Mistral.

Baca juga: Mengapa Rusia Membeli Kapal Perang dari Perancis?

Masih belum jelas bagaimana nasib pengiriman Mistral ini kedepannya. Tapi yang jelas, jika melanggar perjanjian, Prancis harus membayar denda miliaran dolar kepada Rusia sesuai dengan kesepakatan kontrak. Sebelumnya Prancis sempat menegaskan bahwa sanksi Uni Eropa tidak akan mempengaruhi kontrak Mistral, dan biaya yang harus ditanggung Prancis terlalu besar apabila kontrak dibatalkan. Dilema bagi Prancis.

Dari sisi Rusia, menanggapi kabar tidak menyenangkan dari Prancis ini, wakil menteri pertahanan Rusia, Yuri Borisov, seperti yang dilansir laman RT, mengatakan bahwa seandainya kontrak Mistral batal maka tidak akan mempengaruhi rencana reformasi Angkatan Laut Rusia. Dan Borisov menambahkan bahwa jika Prancis melanggar pernjanjian, Rusia akan bertindak sesuai hukum internasional dan udang-undang kontrak.



 http://www.artileri.org

Korea Percepat Pembangunan Jet Tempur Dalam Negeri

Ilustrasi desain KFX
Mega proyek Korea Selatan untuk membangun dan membeli pesawat tempur dalam negeri mengalami percepatan seiring rencana Seoul yang akan menyetujui langkah-langkah administratif penting di Komite Program Akuisisi Pertahanan Nasional pada bulan September ini.

Di dalam komite, pejabat tinggi pertahanan Korea Selatan akan menyetujui 'bidding plan' (rencana penawaran) proyek Korea Fighter Xperiment (KFX) untuk membangun pesawat tempur dalam negeri, dan juga akan mengumumkan hasil negoisasi dari proyek F-X, yaitu pengadaan pesawat tempur siluman.

Setelah pada bulan ini menginformasikan kepada media soal rencana penawaran untuk proyek KFX, Defense Acquisition Program Administration Korea Selatan (DAPA) berencana untuk memilih pemenang lelang pada bulan November dan kemudian menandatangani kontrak pengembangan sistem pada bulan Desember. Korea Aerospace Industries (KAI), satu-satunya pabrik pesawat tempur di negara itu, kemungkinan besar akan terpilih sebagai pengembang sistem.

Para pengamat mengatakan bahwa anggaran telah menjadi masalah utama proyek KFX, yang mana dengan proyek KFX Korea Selatan berencana akan menyebarkan 120 pesawat tempur baru setelah tahun 2023 untuk menggantikan armada F-4 an F-5 yang sudah tua. Baik dana pengembangan dan produksi massal dari jumlah pesawat tempur yang direncanakan, proyek pertahanan terbesar di negara ini kemungkinan akan menelan biaya sebesar 20 triliun won atau sekitar USD 19,7 miliar.

Seoul kini mempercepat proyek KFX, yang mana sudah lebih dari satu dekade keluar dari jadwal. Percepatan ini lantaran kekhawatiran berlarut Korea Selatan yang akan kekurangan banyak pesawat tempur di masa mendatang. Angkatan Udara Korea Selatan sendiri memprediksi akan mengalami kekurangan 100 pesawat tempur pada tahun 2019, ketika pada saat itu hampir seluruh F-4 dan F-5 dinonaktifkan.

Soal proyek KFX, hingga kini masih ada perdebatan mengenai apakah KFX akan bermesin tunggal atau bermesin ganda. Tapi bulan lalu, pemerintah Korea Selatan tampaknya lebih menginginkan platform KFX bermesin ganda, yang mana akan meningkatkan kemampuan KFX secara keseluruhan meskipun biaya pengembangan dan produksinya akan lebih mahal.

Seoul juga berencana menandatangani "letter of acceptance" untuk proyek F-X pada awal bulan ini - yaitu sebuah proses yang akan mempercepat akuisisi 40 jet tempur siluman F-35 dari perusahaan pertahanan Lockheed Martin Amerika Serikat. Proyek F-X diperkirakan akan menelan biaya 7,4 triliun won atau sekitar USD 7,3 miliar.

DAPA saat ini sedang dalam negosiasi harga tahap final dengan pemerintah Amerika Serikat, juga melakukan pembicaraan soal transfer teknologi dan isu-isu terkait dengan Lockheed Martin. Proyek F-X adalah proyek pengadaan pesawat tempur secara bertahap, rencana pembelian F-35 ini merupakan lanjutan dari proyek F-X sebelumnya. (Korea Herald)



http://www.artileri.org

Rabu, 14 Januari 2015

Iran Konfirmasi Uji Coba Penembakan Sistem Rudal Pertahanan Udara Bavar-373

Rudal Bavar-373
Komandan Pangkalan Pertahanan Udara Khatam al-Anbiya, Brigadir Jenderal Farzad Esmaili pada hari Sabtu mengatakan bahwa sistem rudal Bavar-373 telah sukses melepaskan tembakan pertamanya. Dia juga mengatakan bahwa pembangunan sistem rudal itu merupakan alternatif dari sistem rudal pertahanan udara S-300 yang mana sebelum Moskow telah membatalkan penjualannya kepada Iran. Esmaili juga mengklaim bahwa Bavar-373 lebih unggul dari sistem-sistem rudal sekelas yang diproduksi negara-negara lain.

Pada hari Jumat, Fars News Agency menampilkan gambar pertama dari rudal Bavar-373, menyebutkan bahwa publikasi ini sebagai pesan bagi dunia bahwa Angkatan Bersenjata Iran sudah swasembada senjata pertahanan.

Pada Februari lalu, Brigjen Esmaili mengatakan bahwa sistem rudal Bavar-373 akan siap pada bulan Maret 2015.

Menurut pejabat keamanan Iran, sistem rudal baru ini lebih baik dari S-300 Rusia, mampu melacak hingga secara 100 target seperti halnya sistem rudal Rusia, namun dengan kemampuan penargetan yang lebih tinggi.

"Kami percaya bahwa perisai rudal Bavar lebih baik daripada sistem rudal pertahanan udara jarak jauh buatan negara lain," dilaporkan oleh ol-Anbia, dilansir oleh Fars.

Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, memerintahkan pengembangan sistem rudal Bavar setelah Presiden Rusia Dmitry Medvedev menolak menjual S-300 ke negara itu karena masih dalam status embargo senjata PBB.
 http://www.artileri.org

Hadapi China, Taiwan Investasikan USD 2,5 Miliar untuk Sistem Rudal Pertahanan udara

Taiwan berencana akan menghabiskan dana senilai USD 2,5 miliar dalam sembilan tahun ke depan untuk mendapatkan sistem anti rudal guna meningkatkan pertahanan udara terhadap China. Dengan dana tersebut, Kementerian Pertahanan Taiwan bermaksud membeli sistem rudal pertahanan udara Tien Kung 3 (Sky Bow 3) dalam rentang tahun 2015 hingga 2024.
Rudal Tien Kung 3
Rudal Tien Kung 3. Gambar: Samuel Hui
Tien Kung 3 adalah sistem rudal pertahanan udara buatan dalam negeri Taiwan yang rencananya akan menggantikan sistem rudal Hawk yang sudah tua, kata Lin Yu-fang, anggota parlemen Taiwan dari komisi pertahanan dilansir laman Channel News Asia. Pengadaan ini akan menjadi pengadaan sistem anti rudal buatan dalam negeri terbesar dalam beberapa tahun terakhir, Lin menjelaskan pada Jumat.

Tien Kung 3 adalah sistem rudal versi ketiga dari sistem rudal Tien Kung yang dikembangkan oleh Chungshan Institute of Science and Technology (CSIST) Taiwan. CSIST merancang Tien Kung 3 yang mirip dengan sistem rudal Patriot Amerika Serikat ini sebagai senjata pertahanan udara untuk menghadapi rudal balistik, rudal jelajah dan pesawat tempur siluman. Dilaporkan, Tien Kung 3 memilki jangkauan sekitar 200 km.
Sejak mulai mengembangkan sistem anti rudal pada tahun 1996, CSIST dilaporkan hingga saat ini telah menghabiskan dana senilai USD 678 juta. Tien Kung 3 sendiri baru pertama kali ditampilkan di hadapan publik saat Parade Hari Nasional pada tahun 2007, dan telah diuji coba dalam latihan tempur skala besar pada tahun 2011.
Peluncur rudal Tien Kung 3
Peluncur rudal Tien Kung 3. Gambar: Jack Hammond's/Photobucket
Ketegangan antara Taipei dan Beijing berangsur mereda sejak Ma Ying-jeou menjadi Presiden Taiwan pada tahun 2008 dan terpilih kembali pada tahun 2012. Meski ketegangan cenderung mereda, namun China tetap menganggap pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu adalah bagian wilayahnya, yang menunggu reunifikasi, jika perlu dengan kekuatan militer.

Analis militer Taiwan memperkirakan bahwa Tentara Pembebasan Rakyat China saat ini telah menyebarkan lebih dari 1.600 rudal yang ditujukan kepada Taiwan. Namun ketika pejabat Taiwan dimintai konfirmasi oleh media, mereka tidak bersedia memberikan keterangan.
Persaingan Sistem Rudal Pertahanan Udara dengan China

Tidak hanya Taiwan, dalam beberapa tahun kedepan China juga akan berinvestasi besar-besaran untuk sistem rudal pertahanan udara. Di satu sisi, telah banyak terlihat tanda bahwa China akan menjadi pembeli pertama sistem rudal pertahanan udara S-400 dari Rusia. Sebelumnya China telah mengoperasikan S-300 dan sistem rudal buatan dalam negeri HQ-9.

Dilaporkan, S-400 mampu terlibat dengan 36 target udara secara simultan dan memiliki jangkauan hingga 400 km. Selain itu S-400 dilaporkan mampu mencegat hampir semua ancaman udara pesawat taktis dan strategis, rudal balistik dan rudal jelajah, termasuk dan senjata hipersonik seperti jet tempur F-35 Amerika Serikat.

Yang paling merasa terancam jika China jadi membeli S-400 adalah Taiwan. Untuk saat ini, sistem pertahanan udara tercanggih China yaitu S-300 dan HQ-9 memang hanya mampu mencapai sebagian kecil barat laut Taiwan. Namun, apabila China sudah memiliki S-400, mereka mampu mengancam seluruh cakupan pertahanan udara Taiwan. Terlebih lagi jika dikombinasikan dengan jet-jet tempur, maka China akan lebih mendominasi.
Bagi Taiwan, untuk mengatasi ancaman China mereka mungkin akan menambah armada tempur udaranya dengan F-35, meningkatkan produksi rudal jelajah atau mencari rudal balistik. Bahkan, sebagian berspekulasi bahwa Taiwan akan mengerahkan pasukan khusus dekat ke daratan untuk mencoba menghancurkan S-400 di awal terjadinya konflik.

Sedangkan, Tien Kung 3 diharapkan akan memberikan kontribusi besar untuk pertahanan udara Taiwan dalam menghadapi rudal jelajah dan rudal balistik China. Khususnya, harus mampu menghadapi jet tempur siluman J-20 China. Seperti pernah dikatakan oleh Kao Hua-Chu, mantan Menteri Pertahanan Taiwan, bahwa Tien Kung 3 akan mampu berurusan dengan J-20 asalkan dilengkapi dengan radar yang lebih canggih.
http://www.artileri.org

BAE Systems Kembangkan 'Kulit Cerdas Manusia' pada Pesawat

Kulit cerdas pada pesawat

BAE Systems, perusahaan pertahanan multinasional Inggris tengah mengembangkan lapisan seperti kulit manusia untuk diterapkan pada badan pesawat. Kulit cerdas ini berfungsi untuk mendeteksi kerusakan dan merasakan lingkungan sekitar pada saat terbang seperti halnya kulit manusia. Kulit cerdas dengan mikro sensor yang seukuran partikel beras ini dapat diaplikasikan pada badan pesawat dengan cara disemprot seperti cat.
Para peneliti di BAE Systems Advanced Technology Centre saat ini masih meneliti konsep kulit cerdas yang terdiri dari puluhan ribu mikro sensor ini, untuk diterapkan pada badan pesawat dengan harapan kemampuan sensornya akan jauh lebih akurat dari teknologi saat ini. Kulit cerdas ini akan membuat pesawat mampu merasakan kecepatan dan suhu angin serta gerakan dan tekanan fisik.
Menurut perusahaan, teknologi ini akan menjadikan pesawat mampu mendeteksi 'kesehatannya' sendiri dan melaporkan bila terjadi kerusakan sebelum kerusakan bertambah parah. Keuntungannya, teknologi ini akan mengurangi pekerjaan pemeriksaan rutin di darat, dan bagian yang rusak bisa segera diganti dengan cepat.
Mikro sensor yang disebut BAE Systems sebagai 'motes' ini seukuran partikel beras atau bahkan partikel debu yang kurang dari satu milimeter. Kulit cerdas ini juga akan memiliki sumber tenaga sendiri dan ketika diintegrasikan dengan perangkat lunak, akan memungkinkan mereka berkomunikasi, mirip dengan bagaimana kulit manusia mengirim sinyal ke otak.
BAE Systems mengatakan bahwa saat ini mereka tengah menjajaki beberapa metode untuk mengaplikasikan mikro sensor ini pada badan pesawat, termasuk dengan metode menyemprotkannya seperti cat. Metode seperti ini dianggap akan membuat sensor lebih mudah diaplikasikan tanpa perlu memodifikasi pesawat secara signifikan.
Seorang juru bicara BAE Systems Advanced Technology Centre mengatakan bahwa untuk melihat teknologi ini mungkin diperlukan waktu sepuluh tahun lagi karena membutuhkan banyak penelitian, seperti halnya pengembangan UAV tempur siluman Taranis oleh Bae Systems.
Peneliti terinspirasi dari peralatan rumah tangga
Ide untuk kulit cerdas pada pesawat ini muncul dari kepala peneliti, Lydia Hyde, ketika ia menggunakan mesin pengering pakaian di rumahnya dan ia melihat mesin itu menerapkan sensor untuk mencegah overheat.
"Dengan mengamati bagian sensor sederhana (pada mesin pengering pakaian) yang berfungsi untuk mencegah alat overheat, membuat saya berpikir bagaimana jika hal ini dapat diterapkan pada pekerjaan saya, dan bagaimana kita bisa menggantikan sensor mahal dengan yang sensor yang murah, lebih kecil dan multi fungsi," kata Hyde seperti yang dilansir di laman resmi BAE Systems.
Hyde menambahkan: "Akhirnya muncullah ide untuk menerapkannya di pesawat, atau pada mobil atau kapal, yang akan dilapisi dengan ribuan motes dalam satu kesatuan kulit cerdas yang mampu merasakan lingkungan di sekitar mereka dan memonitor kondisi mereka dengan mendeteksi stres, panas atau kerusakan. Idenya adalah untuk menciptakan platform yang bisa merasakan melalui kulit sensor dengan cara yang sama seperti manusia atau hewan bisa lakukan."
"Dengan mengkombinasikan output dari ribuan mikro sensor dengan analisis data yang besar, teknologi ini berpotensi menjadi 'game changer' bagi industri Inggris. Di mana di masa depan kita juga akan melihat platform pertahanan yang lebih kuat yang mampu menjalankan misi yang kompleks sementara minim kebutuhan untuk pemeliharaan atau pemeriksaan rutin," tambah Hyde.
Konsep kulit cerdas hanyalah satu berbagai teknologi baru yang saat ini tengah dikembangkan raksasa pertahanan Inggris ini. Awal tahun lalu, BAE Systems juga mengungkapkan sejumlah konsep teknologi masa depan seperti pesawat yang dapat terpecah-pecah menjadi pesawat-pesawat kecil, pesawat yang mampu membuat drone hanya dengan printer 3D, dan pesawat tempur yang mampu memulihkan dirinya sendiri. Konsep kulit cerdas ini sendiri ditujukan agar pesawat di masa depan bisa merasakan kerusakannya dan kemudian memperbaiki dirinya sendiri selama penerbangannya.
 http://www.artileri.org

Minggu, 11 Januari 2015

Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) mengandangkan sementara 82 jet tempur F-16D Fighting Falcon

F-16D

Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) mengandangkan sementara 82 jet tempur F-16D Fighting Falcon setelah ditemukannya retak pada canopy longeron sill antara kursi pilot depan dan belakang pada saat inspeksi pasca penerbangan rutin, menurut pernyataan Air Combat Command (ACC) USAF yang dirilis Selasa di Washington.

Akibat penemuan tersebut, sebanyak 157 jet tempur F-16D juga diperiksa oleh inspektor angkatan udara untuk memastikan integritas struktural pesawat dan keselamatan pilot. Hasilnya didapati 82 F-16 mengalami keretakan serupa sedangkan 75 sisanya dinyatakan layak terbang. Hasil pemeriksaan juga menegaskan bahwa varian F-16 lainnya tidak terpengaruh.

Wakil Kepala Divisi Sistem Senjata USAF Letnan Kolonel Steve Grothohn mengatakan: "Sebagaimana jam terbang terus bertambah, keretakan pun muncul akibat penggunaan yang terus menerus. Untungnya, kami memiliki pemeliharaan dan program inspeksi dan integritas struktural yang baik untuk menemukan dan memperbaiki masalah yang terjadi."
Sementara itu, Kantor Program F-16 USAF dan produsen F-16 Lockheed Martin telah bekerjasama untuk menganalisa struktur F-16D dan melakukan prosedur perbaikan agar 82 pesawat tersebut aman diterbangkan untuk sementara waktu sementara prosedur perbaikan permanen masih dipelajari.

F-16 adalah pesawat tempur multiperan yang awalnya dirancang sebagai pesawat superioritas udara di siang hari, tetapi kemudian terus dikembangkan hingga menjadi pesawat siang-malam dan segala cuaca ditambah kemampuan multiperan untuk mendukung misi-misi sulit. Sedangkan F-16D adalah varian dua kursi dari F-16, yang utamanya digunakan USAF untuk melatih personel. Usia rata-rata F-16D saat ini adalah 24 tahun dengan lebih dari 5.500 jam terbang. Saat ini USAF mengoperasikan sebanyak 969 F-16 dari seluruh varian.
Meskipun sudah 40 tahun diproduksi, tapi para pejabat Lockheed Martin masih melihat pasar yang bagus untuk F-16, utamanya adalah untuk upgrade F-16 lama.
Sebelumnya, Amerika Serikat telah menyetujui penjualan 36 unit F-16 kepada Angkatan Udara Irak, termasuk di dalamnya paket pelatihan. Upacara penyerahan dua F-16 pertama kepada Irak dilakukan di markas pelatihan Fort Worth, Juni lalu. AS berencana mengirimkan seluruh pesawat ke Irak pada musim gugur, namun ditunda akibat pengepungan Irak oleh ISIS.
 http://www.artileri.org

X-47B UCAS Berhasil Mendarat di Kapal Induk Bersama F/A-18

Robot mungkin menjadi masa depan perang, tapi untuk saat ini tampaknya para robot masih harus 'berbagi' medan perang dengan manusia atau kendaraan yang dioperasikan manusia. Sangat sulit untuk mendaratkan pesawat tempur tak berawak yang berbadan besar di dek kapal induk, risikonya bisa menabrak pesawat lain yang sedang parkir, jatuh ke laut, atau membuat celaka kru kapal induk dan kapal induk itu sendiri.
Tapi Juli tahun lalu, X-47B UCAS (Unmanned Combat Air System) Amerika Serikat menjadi pesawat tempur nir awak pertama yang berhasil lepas landas dan mendarat di kapal induk, meskipun pada saat pendaratannya segala sesuatu di dek kapal induk disingkirkan. Dan kemarin, Minggu 17 Agustus 2014, pertama kalinya juga dalam sejarah, X-47B melakukan lepas landas dan mendarat di kapal induk bersama dengan pesawat tempur berawak  F/A-18E Super Hornet.
Uji coba oleh US Navy kemarin dimulai di pagi hari di atas kapal induk USS Theodore Roosevelt dengan meluncurkan X-47B dan F/A-18. Setelah terbang selama delapan menit, X-47B kemudian mendarat, melipat sayapnya dan segera menyingkir dari area pendaratan agar F/A-18 bisa mendarat.
Sebenarnya misi uji coba kemarin tidak hanya itu, misinya adalah menerbangkan dua X-47B dari dek USS Theodore Roosevelt dengan jarak waktu lepas landas satu sama lain 90 detik. Demikian juga pada saat pendaratan, kedua X-47B harus mendarat dalam jarak waktu 90 detik satu sama lain. Dengan jarak waktu lepas landas hanya 90 detik, berarti X-47B kedua harus sudah siap di landasan dan berada sangat dekat di belakang X-47B pertama, dan harus berlindung di belakang tameng logam besar yang disebut dengan "jet blast deflectors," sebelum akhirnya maju untuk ditempatkan posisinya di ketapel peluncur di kapal induk. Begitu pula pada saat pendaratan, X-47B pertama harus segera melepaskan diri dari kabel arrestor dan menyingkit dari landasan secepat mungkin agar X-47B kedua bisa mendarat. Namun hingga artikel ini dibuat, belum ada konfirmasi selanjutnya apakah US Navy berhasil melakukannya.

Tempo lepas landas dan mendarat seperti itu akan diperlukan dalam misi yang membutuhkan banyak sumber daya dan kecepatan, yaitu menerbangkan armada tempur udara dengan cepat dan mendaratkan mereka kembali ketika sudah kehabisan bahan bakar atau mengisi ulang amunisi. Jika X-47B tidak mampu melakukannya dengan cepat, maka hanya akan memperlambat misi dan tentunya tidak dapat dioperasikan bersama pesawat tempur berawak pada saat situasi mendesak.
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt

Inti 'goal' dari uji coba kemarin adalah untuk mengintegrasikan pesawat tempur tak berawak sesuai dengan apa yang biasa dilakukan pesawat-pesawat tempur berawak di kapal induk atau dengan kata lain untuk menghemat waktu pendaratan.
Kedua demonstrator X-47B UCAS yang digunakan dalam uji coba kemarin telah di-upgrade dengan perangkat lunak dan mekanisme baru yang memungkinkannya mampu melepaskan tailhook-nya dari kawat arrestor, melipat sayapnya, dan kemudian menyingkir dengan cepat dari landasan agar pesawat berikutnya bisa mendarat. Kedua demonstrator X-47B yang digunakan itu masih belum dilengkapi dengan JPALS (Joint Precision Approach and Landing System), sistem yang saat ini masih dikembangkan yang berfungsi untuk memandu pesawat berawak dan tak berawak di masa depan.
Sama-sama pesawat tak berawak dan sama-sama bisa membawa senjata, namun X-47B berbeda dengan drone tempur (seperti Predator). X-47B dibuat seukuran pesawat tempur, sedangkan drone lainnya jauh lebih kecil. Kasarnya, X-47B dikembangkan berdasarkan pesawat tempur, kemudian dibuat tidak berawak dan otonom, yang kemampuan tempurnya sama atau melebihi pesawat tempur berawak. X-47B juga disebut-sebut sebagai cikal bakal pesawat tempur generasi keenam. Sedangkan drone seperti Predator merupakan pengembangan lebih lanjut dari drone-drone kecil di masa lalu yang tidak bersenjata. Meskipun drone-drone AS sekarang sudah bisa membawa beberapa rudal atau senjata lainnya, namun senjata, jangkauan dan kemampuannya belum bisa dibandingkan dengan pesawat tempur berawak. Terlebih lagi drone seperti predator masih dikendalikan dari pangkalan alias tidak otonom.
http://www.artileri.org

ATD-X Siluman Jepang Terbang Awal Tahun Depan?

Mock up ATD-X
Pesawat tempur siluman pertama Jepang akan memulai penerbangan perdananya pada awal tahun depan, menurut surat kabar Mainichi Shimbun yang melaporkan pada 12 Agustus 2014.

Menurut Mainichi Shimbun, pesawat tempur siluman Jepang yang dikembangkan oleh Konsorsium Mitsubishi Heavy Industries (MHI) ini dilengkapi beberapa teknologi yang sebanding dengan F-35 JSF yang digunakan AS. Surat kabar Mainichi Shimbun juga melaporkan bahwa pesawat siluman yang disebut dengan Mitsubishi ATD-X (Advanced Technology Demonstrator-X) ini akan memulai uji coba penerbangan perdananya pada bulan Januari 2015, dan menambahkan bahwa hingga saat ini pengembangan ATD-X telah menelan biaya sebesar 39,2 miliar yen (sekitar 4,5 trilun rupiah). Rencananya program pengujian ATD-X akan dilakukan selama satu tahun penuh, atau sampai otoritas pertahanan Jepang memutuskan pesawat ini siap masuk layanan.
Kementerian Pertahanan Jepang dan pihak MHI sendiri membantah laporan surat kabar Mainichi Shimbun yang menyatakan bahwa ATD-X akan terbang pada Januari 2015. Surat kabar Mainichi Shimbun hanya mengutip pernyataan seorang pejabat anonim pemerintah Jepang. Pihak MHI sendiri mengatakan bahwa untuk penerbangan perdana ATD-X, pihaknya masih harus mendiskusikannya lebih lanjut dengan Kementerian Pertahanan Jepang.

Namun, pada April lalu Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera pernah mengatakan bahwa Jepang berencana melakukan penerbangan perdana ATD-X pada tahun ini.

Salah satu alasan Jepang mengembangkan ATD-X adalah akibat penolakan penjualan F-22 Raptor kepada Jepang. Setelah penelitian awal, pengembangan penuh dimulai pada tahun 2007. Hingga saat ini, belum banyak yang diketahui soal fitur ATD-X, namun dari data prototipe ATD-X pertama (mungkin lebih tepat disebut mock-up karena ukurannya jauh lebih kecil dari ATD-X yang akan diproduksi) yang beredar, menunjukkan bahwa pesawat ini berkursi tunggal dan bermesin ganda yang seukuran dengan mesin Raptor.



 http://www.artileri.org

Jumat, 09 Januari 2015

US Navy akan Uji Coba Senjata Laser untuk Hadapi Drone

Senjata laser kompak namun powerfull yang dikembangkan oleh Raytheon akan segera diintegrasikan pada kendaraan High Mobility Multipurpose Wheeled Vehicle (HMMWV), untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengalahkan drone, dan juga sebagai bagian dari upaya peningkatan kemampuan pertahanan udara Korps Marinir AS.
Laser Raytheon pada HMMWV

Kantor Penelitian Angkatan Laut AS (ONR-US Navy) sebelumnya telah menggelontorkan dana sebesar USD 11 juta kepada Raytheon untuk mengintegrasikan sistem senjata laser taktis menjadi senjata laser yang berbasis kendaraan, yang mampu mengalahkan ancaman terbang yang rendah seperti drone. Demonstrasi di lapangan yang rencananya akan dilaksanakan oleh ONR dan Raytheon akan mengintegrasikan sistem senjata laser jarak pendek pada kendaraan HMMWV (HMMWV sering juga disebut dengan Humvee).

Ketika proses pengintegrasian sudah rampung, rencananya di masa depan sistem laser ini akan disebarkan pada kendaraan Joint Light Tactical Vehicle (JLTV). Beberapa komponen dari sistem telah diuji coba di bawah program ‘Ground Based Air Defense (GBAD) Directed Energy On-the-Move Future Naval Capabilities,’ yang mendemonstrasikan fungsi deteksi dan kontrol tembak, dengan compact phased array radar yang mampu mendeteksi dan melacak drone dari semua ukuran.

Selanjutnya, para peneliti akan menguji seluruh sistem laser terhadap target dengan menggunakan laser 10kw, sebagai batu loncatan untuk laser 30kw. Pihak Raytheon sendiri berjanji akan menyediakan senjata laser dengan daya output minimal 25kw. Menurut ONR, sistem laser 30kw diharapkan akan siap pengujian lapangan pada tahun 2016. Pengujian ini akan mengevalusi proses intersep secara lengkap, mulai dari deteksi dan pelacakan hingga penembakan, tingkat kehancuran pertempuran, dan semua hal berbasis sensor dan efektor yang terintegrasi pada kendaraan.

Phalanx Laser Raytheon
"Solusi laser Raytheon akan menghasilkan out put daya tinggi namun dari sistem yang kecil dan ringan, cocok untuk platform mobile," kata Bill Hart, wakil presiden Raytheon Space Systems dikutip dari laman resmi Raytheon.

Dengan banyaknya dan semakin canggihnya drone saat ini, Korps Marinir AS mengharapkan sistem laser mobile ini akan semakin meningkatkan kemampuan bertahan dari musuh yang mencoba melakukan pengintaian, pengawasan dan serangan udara dengan menggunakan drone.

Raytheon adalah perusahaan industri dan kontraktor pertahanan utama Amerika Serikat yang berkonsentrasi pada pengembangan dan produksi peralatan dan senjata militer, dan elektronik komersial. Lebih dari 90 persen pendapatan Raytheon didapatkan melalui kontrak pertahanan. Raytheon juga merupakan produsen rudal terbesar di dunia.



http://www.artileri.org

Rusia Sebarkan Pesawat T-50 dan Rudal S-500 pada Tahun 2016

PAK FA
Pada tahun 2016, militer Rusia akan mulai mengerahkan dua alutsista canggih, pesawat tempur generasi kelima PAK FA dan sistem rudal pertahanan udara S-500, menurut kepala staf Angkatan Udara Rusia, Letnan Jenderal Viktor Bondarev.

Bondarev membeberkan garis besar rencana modernisasi dalam kecabangannya, termasuk membangun infrastruktur di Arktik, dalam sebuah wawancara radio dengan stasiun Russian News Service pada hari Minggu, 10 Agustus 2014, yang dilansir RIA Novosti.

"Uji coba penerbangan PAK FA atau T-50 akan segera tuntas, dan rencananya pada tahun 2016 Rusia akan memulai induksi T-50 ke Angkatan Udara," ujar Bondarev.
PAK FA merupakan pesawat tempur generasi kelima pertama yang dibangun oleh Sukhoi Corporation. Sejauh ini sudah lima prototipe yang dibuat dan semuanya tengah menjalani berbagai pengujian. Pesawat tempur siluman ini direncanakan untuk menggantikan atau beroperasi bersama Sukhoi seri 27.

"Pesawat ini telah dua kali ambil bagian dalam (kompetisi pilot internasional) Aviadarts, dan melakukan penerbangan aerobatik. Saya yakin pesawat ini memiliki masa depan yang cemerlang," kata sang jenderal.

Tambahan alutsista canggih lainnya untuk militer Rusia pada tahun 2016 adalah S-500 Triumfator-M, sistem rudal pertahanan udara hasil pengembangan Almaz Antei, kata Bondarev. Pihak produsen saat ini masih merampungkan pengembangan rudal baru untuk S-500, yang akan dilengkapi dengan homing electronic canggih.
"Rudal-rudal (S-500) dilengkapi dengan sistem intelijen, yang akan menganalisis lingkup radar dan udara, dan mengambil keputusan tentang ketinggian, kecepatan dan arah penerbangan (rudal)," kata Bondarev.

S-500 yang akan menjadi sistem rudal pertahanan udara tercanggih Rusia bukan merupakan hasil pengembangan lebih lanjut atau upgrade dari S-400. S-500 merupakan rancangan baru yang didesain untuk mencegat rudal balistik yang terbang di ketinggian hingga 200 km. Sistem ini diharapkan juga akan mampu mencegat 10 rudal balistik secara simultan (bersamaan). Jangkauan radar S-500 juga lebih jauh dibandingkan S-400.

Selain PAK FA dan S-500, Jenderal Bondarev juga menyinggung soal pengembangan PAK DA, pesawat pembom strategis baru Rusia. Sejauh ini belum banyak informasi yang didapatkan mengenai pesawat pembom siluman ini, yang rencananya akan menggantikan pembom Tupolev Tu-95 dan Tu-160 sebagai tulang punggung kemampuan nuklir udara Rusia di masa depan. PAK DA dilaporkan memiliki desain sayap untuk penerbangan subsonik dan mungkin akan dilengkapi dengan rudal jelajah baru yang berkemampuan nuklir.
Bondarev menegaskan bahwa Angkatan Udara Rusia berharap Tupolev (pengembang) segera menyelesaikan prototipe pertama PAK DA pada akhir dekade ini dan mulai memproduksinya pada tahun 2021 atau 2022. Sementara menunggu PAK DA masuk ke Angkatan Udara, Bondarev mengatakan bahwa Rusia akan memodernisasi dan mengupgrade pembom Tu-95 dan Tu-160 agar memiliki jangkauan dan kemampuan yang lebih baik, sekaligus menjaga kecukupan armada pembom strategis Rusia.

Baca juga: AS Upgrade Seluruh Armada Pesawat Pembom

Bisa dikatakan bahwa upaya modernisasi terbesar Angkatan Udara Rusia akan difokuskan pada pembangunan dan pengoperasian kembali infrastruktur di Arktik. Di mana dulu di masa Uni Soviet, di Arktik terdapat banyak lapangan udara besar dan stasiun radar, tapi setelah Uni Soviet runtuh, fasilitas-fasilitas ini terabaikan. Dengan lengkapnya infrastruktur militer di Arktik, Rusia akan lebih mudah mengakses wilayah-wilayah potensi konflik.

"Kami belum melihat adanya persaingan di Kutub Utara sekarang, tapi jika ada tantangan yang datang, kami siap membela daerah ini. Kehadiran kami di Arktik akan kami tingkatkan," kata Bondarev.

Pada tahun ini, Rusia telah mengoperasikan kembali lapangan udara di Pulau Kotelny, sebelah utara dari timur Siberia. Rusia juga berencana memperbesar pangkalan udara di Tiksi, Alykel, Vorkuta, dan Anadyr. Di masa depan, kekuatan dan resimen penuh Angkatan Udara Rusia akan digelar di utara.


 http://www.artileri.org

Korea Selatan Minati Iron Dome

Peluncur Iron Dome
Korea Selatan muncul sebagai salah satu dari beberapa pelanggan potensial internasional untuk sistem rudal pertahanan rudal Iron Drone hasil pengembangan Rafael Advanced Defense Systems Ltd, Israel. Tidak jelas diungkapkan oleh siapa, namun hal ini dilansir di laman armedforces-int.com.

Yedidia Yaari, Chief Executive Officer dari Rafael Advanced Defense Systems Ltd melalui Radio Angkatan Darat Israel menginformasikan bahwa keberhasilan teknologi Iron Dome telah membuat negara lain serius mempertimbangkan penggunaan Iron Dome dalam sistem pertahanan mereka, seperti yang diungkapkan sumber.
Iron Dome mulai dioperasikan sejak 2011. Mampu mencegat dan menghancurkan roket jarak pendek dan artileri yang diluncurkan dari jarak 40 mil. Awal pengembangan Iron Dome sebagai tanggapan Israel atas roket-roket pejuang Hizbullah yang diluncurkan ke wilayah Israel sepanjang 1990-an.

Pada tahun 2007, program pertahanan rudal Iron Dome disetujui, dan Rafael Advanced Defense Systems Ltd bekerjasama dengan Angkatan Pertahanan Israel (IDF) ditunjuk untuk mengembangkannya. Menurut pejabat pertahanan Israel, pada 2011 sepasang Iron Dome telah diaktifkan, dan saat ini tidak kurang dari enam unit telah diaktifkan, persentase keberhasilannya mencapai 90 persen.

Berdasarkan data diterbitkan Rafael, Iron Dome dapat dioperasikan di semua cuaca, dan dapat terlibat dengan beberapa jenis ancaman udara di saat bersamaan.

Iron Dome terdiri dari Detection & Tracking Radar, Battle Management & Weapon Control, dan Missile Firing Unit. Semuanya merupakan satu kesatuan, radar akan melacak ancaman udara yang masuk, Battle Management & Weapon Control mengatur pertempuran, dan Firing Unit bertugas meluncurkan rudal untuk mencegat ancaman yang masuk.


 http://www.artileri.org