Minggu, 11 Januari 2015

X-47B UCAS Berhasil Mendarat di Kapal Induk Bersama F/A-18

Robot mungkin menjadi masa depan perang, tapi untuk saat ini tampaknya para robot masih harus 'berbagi' medan perang dengan manusia atau kendaraan yang dioperasikan manusia. Sangat sulit untuk mendaratkan pesawat tempur tak berawak yang berbadan besar di dek kapal induk, risikonya bisa menabrak pesawat lain yang sedang parkir, jatuh ke laut, atau membuat celaka kru kapal induk dan kapal induk itu sendiri.
Tapi Juli tahun lalu, X-47B UCAS (Unmanned Combat Air System) Amerika Serikat menjadi pesawat tempur nir awak pertama yang berhasil lepas landas dan mendarat di kapal induk, meskipun pada saat pendaratannya segala sesuatu di dek kapal induk disingkirkan. Dan kemarin, Minggu 17 Agustus 2014, pertama kalinya juga dalam sejarah, X-47B melakukan lepas landas dan mendarat di kapal induk bersama dengan pesawat tempur berawak  F/A-18E Super Hornet.
Uji coba oleh US Navy kemarin dimulai di pagi hari di atas kapal induk USS Theodore Roosevelt dengan meluncurkan X-47B dan F/A-18. Setelah terbang selama delapan menit, X-47B kemudian mendarat, melipat sayapnya dan segera menyingkir dari area pendaratan agar F/A-18 bisa mendarat.
Sebenarnya misi uji coba kemarin tidak hanya itu, misinya adalah menerbangkan dua X-47B dari dek USS Theodore Roosevelt dengan jarak waktu lepas landas satu sama lain 90 detik. Demikian juga pada saat pendaratan, kedua X-47B harus mendarat dalam jarak waktu 90 detik satu sama lain. Dengan jarak waktu lepas landas hanya 90 detik, berarti X-47B kedua harus sudah siap di landasan dan berada sangat dekat di belakang X-47B pertama, dan harus berlindung di belakang tameng logam besar yang disebut dengan "jet blast deflectors," sebelum akhirnya maju untuk ditempatkan posisinya di ketapel peluncur di kapal induk. Begitu pula pada saat pendaratan, X-47B pertama harus segera melepaskan diri dari kabel arrestor dan menyingkit dari landasan secepat mungkin agar X-47B kedua bisa mendarat. Namun hingga artikel ini dibuat, belum ada konfirmasi selanjutnya apakah US Navy berhasil melakukannya.

Tempo lepas landas dan mendarat seperti itu akan diperlukan dalam misi yang membutuhkan banyak sumber daya dan kecepatan, yaitu menerbangkan armada tempur udara dengan cepat dan mendaratkan mereka kembali ketika sudah kehabisan bahan bakar atau mengisi ulang amunisi. Jika X-47B tidak mampu melakukannya dengan cepat, maka hanya akan memperlambat misi dan tentunya tidak dapat dioperasikan bersama pesawat tempur berawak pada saat situasi mendesak.
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt

Inti 'goal' dari uji coba kemarin adalah untuk mengintegrasikan pesawat tempur tak berawak sesuai dengan apa yang biasa dilakukan pesawat-pesawat tempur berawak di kapal induk atau dengan kata lain untuk menghemat waktu pendaratan.
Kedua demonstrator X-47B UCAS yang digunakan dalam uji coba kemarin telah di-upgrade dengan perangkat lunak dan mekanisme baru yang memungkinkannya mampu melepaskan tailhook-nya dari kawat arrestor, melipat sayapnya, dan kemudian menyingkir dengan cepat dari landasan agar pesawat berikutnya bisa mendarat. Kedua demonstrator X-47B yang digunakan itu masih belum dilengkapi dengan JPALS (Joint Precision Approach and Landing System), sistem yang saat ini masih dikembangkan yang berfungsi untuk memandu pesawat berawak dan tak berawak di masa depan.
Sama-sama pesawat tak berawak dan sama-sama bisa membawa senjata, namun X-47B berbeda dengan drone tempur (seperti Predator). X-47B dibuat seukuran pesawat tempur, sedangkan drone lainnya jauh lebih kecil. Kasarnya, X-47B dikembangkan berdasarkan pesawat tempur, kemudian dibuat tidak berawak dan otonom, yang kemampuan tempurnya sama atau melebihi pesawat tempur berawak. X-47B juga disebut-sebut sebagai cikal bakal pesawat tempur generasi keenam. Sedangkan drone seperti Predator merupakan pengembangan lebih lanjut dari drone-drone kecil di masa lalu yang tidak bersenjata. Meskipun drone-drone AS sekarang sudah bisa membawa beberapa rudal atau senjata lainnya, namun senjata, jangkauan dan kemampuannya belum bisa dibandingkan dengan pesawat tempur berawak. Terlebih lagi drone seperti predator masih dikendalikan dari pangkalan alias tidak otonom.
http://www.artileri.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar