Oleh : Rhenald Kasali
Guru Besar Fakultas Ekonomi UI
KALAU ditarik
garis lurus statistik, mestinya pada 2013 Indonesia akan menjadi
negara yang makin hebat, makin menarik secara ekonomi. Dan sulit
disangkal bahwa pada 2012 ini hidup ekonomi kita sangat bagus.
Namun, gap yang semakin besar antara si kaya dan si miskin, saya juga tak menyangkalnya.
Tapi, itu justru menjadi
peluang untuk berbagi, bukan? Peluang untuk menjadi pemimpin besar,
pejuang sosial, atau ekonom yang hebat masih terbuka lebar. Tinggal
Anda mau mengambil posisi atau tidak.
Bayangkan saja, Standard Chartered Bank berani meramalkan, tiga tahun lagi, rata-rata pendapatan per orang Indonesia double dari pendapatannya pada 2012, yaitu menjadi USD 6.000!
Bahkan, diramalkan, tahun
2030, saat Tiongkok menyalip ekonomi Amerika, Indonesia (posisi ke-6
dunia) akan menyalip Jerman (posisi ke-7).
Tapi, bukankah hari telah petang? Pada pukul 15.00, kita diberi kesempatan untuk bersiap-siap menghadapi gelap.
Kesulitan Pertumbuhan
Saat ekonomi dunia dilanda krisis, saya selalu menyatakan, “Selama bumi ini bulat, maka matahari selalu membagi sinarnya”.
Tidak seperti Thomas Friedman yang menyatakan “The world is flat”,
saya bilang Columbus sudah membuktikan bahwa bumi ini tetap bulat.
Ya, sekalipun kita semua sudah terhubung, matahari tetap adil. Di
sana gelap, di sini terang. Kalau bumi sudah flat, satu gelap
semua gelap. Artinya, wajar kita takut kalau Eropa sudah dilanda
krisis. Terbukti, ramalan Friedman tak bisa digeneralisasi. Bahkan,
ekonomi kita tidak segelap Eropa, tak tertular kesusahannya.
Tapi, nanti dulu. Bumi terus
berputar dan pada masanya gelap juga akan tiba di sini. Lantas, kalau
menjadi gelap, bagaimana proses dan akibatnya?
Sebenarnya, hukum ekonomi
itu persis hukum alam. Gelap itu tak terjadi tiba-tiba. Semua ada
tahapnya, sehingga manusia bisa mempersiapkannya. Mungkin tahun
2010–2012 dapat diibaratkan kita berada pada siang pukul 12.00–15.00.
Terik terasa memicu keringat. Nah, saat itulah semua orang ingin
datang ke sini, terutama mereka yang tak tahan menghadapi kedinginan
di benua Amerika dan Eropa. Bahkan mereka dari negara-negara subtropis
seperti Jepang, Korea, dan Tiongkok. Tengoklah bagaimana Toyota,
Yamaha, dan lain-lainnya memindahkan pabriknya ke sini. Bukan sekadar
pabrik, tapi pabrik terbesarnya di dunia.
Tengok pula betapa
apartemen-apartemen mewah yang dibangun Podomoro Group dan lain-lainnya
habis disewa orang-orang asing di Jakarta. Lihat juga Jakarta Great
Sales pada 2011 yang beromzet Rp 8,7 triliun, pada 2012 menembus angka
Rp 10 triliun.
Nah, masalahnya, kita sekarang mulai mendekati pukul 15.00, sinar mataharinya mulai adem,
mulai teduh, sebelum akhirnya beranjak menuju gelap. Namun, pada
saat gelap pun, kita bisa melihat rumah-rumah yang tetap terang
benderang dengan anak-anak yang bermain ceria, sementara ada rumah
yang anyep, dingin, dan gelap. Temboknya tinggi, namun tak tampak ada kehidupan.
Ya, seperti itulah
perekonomian, sebelum gelap, matahari tampak memerah di langit.
Persis ramalan Standard Chartered Bank, Deutsche Bank, atau McKinsey
Global Institute. Kalau sudah terang, ke depan akan terang terus.
Indonesia diramalkan akan terus berkilauan. Padahal, utang
pekerjaan kita masih bertumpuk, mulai sistem pendidikan sampai
pemberantasan korupsi, mulai infrastruktur sampai reformasi birokrasi.
Seperti apakah
kesulitan-kesulitan yang akan dialami? Pertama, ekonomi pukul 15.00 akan
ditandai oleh kesulitan-kesulitan mempertahankan “the best ta lent”. Terjadi talent war dan
orang-orang bagus sulit didapat, apalagi dipertahankan. Akibatnya,
rekrutmen tidak bisa dilakukan setahun sekali, melainkan sebulan
sekali. Kedua, terjadi lonjakan permintaan terhadap apa saja, khususnya
energi dan bahan mentah. Bahkan, demand sudah melebihi supply.
Ketiga, kompetisi akan semakin intens, yang berakibat Anda sulit mempertahankan business legacy. Keempat,
data-data internal akan cepat bocor, diperdagangkan orang-orang dalam
secara ilegal, karena ada pembelinya. Kalau dulu datadata itu terbatas
pada customers based, sekarang masuk hingga em ployee-based (data karyawan), keuangan, hingga teknologi.
Kelima, lonjakan struktur
biaya yang tidak diimbangi kesigapan eksekutif menata ulang cara
berbelanjanya. Inefisiensi terjadi tanpa disadari dan terdapat
keengganan untuk memeranginya karena kenyamanan tak terkira ada di
dalamnya.
Keenam, generation gap akan
membuat banyak perusahaan dan badan-badan pemerintah sulit
meningkatkan pelayanan, mempertahankan kaum muda, dan memperbaiki
budaya korporat lembaganya.
Ketujuh, akan marak terjadi
pengambilalihan usaha-usaha menengah yang tidak dikelola dengan baik
oleh pengusaha-pengusaha dari negara-negara tetangga menyusul
pasar bersama ASEAN 2015. Hostile take over akan menjadi sangat biasa, namun anak-anak muda akan terus membangun usaha-usaha baru.
Dengan tujuh poin tersebut,
saya kira jelas kita semua harus berbenah. Pembenahan yang saya
pikirkan bukanlah sekadar sebuah renovasi, melainkan agak revolusi.
Ya, dimulai dengan paradigma atau cara berpikir yang benar-benar baru,
yaitu ekonomi pukul 15.00 yang sebentar lagi memasuki masa gelap. Pada
jam-jam peralihan itu, kata orang-orang tua, hantu-hantu jahat akan
keluar dan mata kita agak rabun di senja hari.
Selamat berlibur, sekarang bersenang-senang saja dulu, nanti kita pikirkan lagi bagaimana mengatasinya. Salam. (*)
http://padangekspres.co.id/?news=nberita&id=2807