Kamis, 23 Januari 2014
Spesial untukmu wahai Gandiwa (Helikopter Buatan Indonesia)
Kementerian
Pertahanan akan mendorong PT Dirgantara Indonesia (DI) untuk
mengembangkan helikopter serang, menyusul rencana pemerintah Indonesia
membeli delapan unit helikopter serang Apache AH-64 dari Amerika Serikat
untuk TNI Angkatan Darat.
"Yang
dibutuhkan satu skuadron helikopter serang atau sebanyak 16 unit," kata
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, yang ditemui sesaat setelah
peluncuran buku yang ditulis anggota Komisi I DPR Susaningtyas Nefo
Handayani Kertopati berjudul "Komunikasi dalam Kinerja Intelijen
Keamanan" di Jakarta, Jumat (30/8) malam.
Ia lantas
menjelaskan,"Kalau kita beli delapan unit helikopter Apache, berarti
baru setengah skuadron. Mungkin ada kombinasi, seperti halnya pesawat
tanpa awak (UAV), setengah skuadronnya merupakan buatan dalam negeri."
Pengembangan
helikopter serang yang dibangun oleh PT DI, kata dia, diharapkan
spesifikasi dan kemampuannya tak jauh berbeda dengan helikopter Apache.
"Mungkin spesifikasinya masih di bawah Apache, tetapi kemampuannya tak begitu jauh," kata Menhan.
Purnomo
mengatakan bahwa pihaknya telah mengutus Sekjen Kemhan Budiman, yang
saat ini telah dilantik menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD),
ke Amerika Serikat untuk mengetahui secara pasti detail spesifikasi
helikopter serang Apache itu.
"Spesifikasi
teknologinya harus jelas betul, yang dibeli seperti apa. Terakhir yang
berangkat ke AS adalah Sekjen Kemhan yang saat ini menjadi KSAD,"
katanya.
Menurut
Purnomo, sistem persenjataan sebuah alat tempur sangat memengaruhi
harga. Suatu peralatan tempur yang dilengkapi dengan sistem deteksi
radar tentu lebih mahal daripada yang tidak ada.
Ia menegaskan
bahwa pembelian helikopter Apache merupakan rencana pertahanan jangka
panjang. Oleh sebab itu, kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar
diharapkan tidak akan berpengaruh banyak terhadap rencana pembelian itu
Kiat untuk
menutupi kebutuhan heli serang bukannya tak pernah dilakukan. Bahkan
karena kebutuhannya yang lumayan mendesak, PT Dirgantara Indonesia (PT
DI) kemudian memodifikasi heli NBO-105 menjadi heli serang. Namun
namanya juga heli hasil modifikasi, kemampuannya tak bisa di samakan
dengan heli tempur murni. Selain itu heli serang ini lebih cocok untuk
bantuan tembakan udara (close air support) bagi soft target seperti
pasukan infanteri,truk militer, rantis dan ranpur ringan. Sedangkan
untuk hard target macam tank lebih cocok diemban oleh heli tempur.
Nah, berangkat
dari kebutuhan heli tempur itulah PT DI berkreasi menciptakan konsep
heli berkemampuan tempur sejati. Dengan kata lain PT DI sejak awal
menggarap heli ini bagi keperluan tempur alias sebagai combat
helicopter. Ini tentunya berbeda dengan helikopter-helikopter militer
yang selama ini dibuat oleh PT DI. Karena heli buatan PT DI (sampai saat
ini) sejatinya merupakan heli dengan tugas sebagai pengangkut pasukan
bersenjata, seperti NAS-332 Super Puma. Sedangkan tugas sebagai pelahap
tank praktis masih kosong.
Dari Basis Bell-412
Berbekal
pengalaman mengutak-atik berbagai jenis helikopter melalui lisensi, dari
tangan dingin para insinyur Indonesia inilah lahir konsep helikopter
tempur bernama Gandiwa. Sama halnya dengan produk pesawat buatan PT DI
lainnya yang mengambil nama dari cerita pewayangan, seperti CN-235 yang
memiliki nama tetuko (nama kecil Gatotkaca) dan juga N-250 yang memiliki
nama Gatotkaca. Gandiwa dalam cerita pewayangan merupakan senjata busur
milik Arjuna yang berisi anak panah dalam jumlah tak terhingga yang
merupakan pemberian dewa Baruna.
Gandiwa yang
basisnya diambil dari heli Bell-412 ini merupakan helikopter tempur dua
awak berkonfigurasi tandem dengan kokpit bagian depan sebagai pos
kopilot/penembak (gunner) sementara bagian belakang sebagai tempat
pilot. Meski memakai basis Bell-412, heli ini sudah mengalami banyak
perombakan sehingga dijamin bakal punya rasa berbeda. Perbedaan paling
mencolok adalah konfigurasi kokpit yang dirombak habis-habisan. Berbeda
dengan heli Bell-412 dimana posisi pilot dan kopilot yang berjumlah dua
orang duduk berdampingan (side-by-side), pada Gandiwa posisi mereka
dibuat duduk depan-belakang (tandem). Dengan rombakan kokpit macam ini
sekilas sosok Gandiwa mirip dengan AH-1 Super Cobra yang merupakan heli
andalan Korps Marinir AS.
Selain itu tak
ketinggalan bagian hidung Gandiwa mengalami sedikit perubahan. Tak lagi
terlihat polos seperti Bell-412, tampilan hidung heli ini tampak garang
dengan terpasangnya kubah kanon di bagian dagu yang dapat diputar ke
kanan dan ke kiri untuk menambah fleksibilitas serangan. Perubahan
lainnya juga terjadi pada bodi Gandiwa. Ruang kosong ditengah bodi yang
biasanya digunakan untuk menggotong pasukan dieliminasi. Dengan begitu
bentuk fisik Gandiwa menjadi lebih ramping ketimbang Bell-412. Kiat ini
tak lain juga untuk mendongkrak manuver dan kecepatan heli saat
melakukan serangan terhadap musuh. Selanjutnya dikanan-kiri bodi
terpasang sayap kecil (stub wing) untuk mendongkrak daya angkat heli dan
berfungsi sebagai cantelan senjata.
Rampung urusan
fisik, kini giliran bicara mesin penggeraknya. Untuk soal ini, Gandiwa
direncanakan menggunakan dua buah mesin buatan Pratt and Whitney Canada
PT6T-3BE yang masing-masing mesin mampu menghasilkan daya 900 shp.
Selain itu, heli dengan empat rotor blade yang sepenuhnya terbuat dari
komposit ini mampu digeber hingga kecepatan 259 km/jam.
Beralih ke soal
senjata. Daftar persenjataan yang dibawanya bervariatif, antara lain
kanon laras tunggal kaliber 30 mm tipe M230 Chain Gun. Sementara
padastub wing terdapat empat cantelan senjata. Masing-masing cantelan
mampu mengusung berbagai jenis senjata. Untuk roket misalnya, heli
tempur ini mampu menggotong roket Hydra 70 dan CRV7 kaliber 70 mm.
Kemudian soal rudal antitank, Gandiwa mampu membawa persenjataan seperti
rudal anti-tank Hellfire.
Jika melihat
daftar persenjataan yang dibawanya, heli tempur Gandiwa sepertinya
hendak meniru keampuhan AH-64 Apache-nya AS. Lihat saja kanontipe M230
Chain Gun yang biasanya menjadi salah satu senjata andalan Apache.
Bedanya, pada Apachekanon ini terletak dibawah badan dengan posisi
diantara main landing gear. Kemiripan lainnya terletak pada senjata
roket Hydra 70 dan CRV7 serta rudal Hellfire yang juga biasa diusung
Apache.
erlepas dari
kehadiran Gandiwa, sebenarnya keinginan untuk memiliki heli tempur
pernah direalisasikan TNI melalui pembelian heli tempur buatan Rusia.
Simak bagaimana kedatangan heli tempur Mi-35P tahun 2003 silam. Kala itu
pembeliannya dilakukan bersamaan dengan jet tempur Sukhoi yang kemudian
menjadi berita panas yang menjadi headline surat kabar nasional maupun
daerah.
Tapi toh
namanya juga alutsista asing, kehadirannya tidak boleh selamanya jadi
andalan angkatan bersenjata, terlebih bagi Indonesia yang sudah memiliki
industri pesawat terbang sendiri. Bagaimanapun dengan perkembangan
industri pertahanan nasional (dalam hal ini industri dirgantara),
kehadiran Gandiwa—meskipun sampai saat ini konsepnya masih berada di
atas kertas, bisa menjadi alternatif untuk mengurangi dominasi alutsista
asing yang masih banyak mengisi armada tempur TNI.
Karakteristik Helikopter Gandiwa:
Crew: 2 (pilot, and co-pilot/gunner)
Length: 58.17 ft (17.73 m) (with both rotors turning)
Rotor diameter: 48 ft 0 in (14.63 m)
Height: 12.7 ft (3.87 m)
Disc area: 1,809.5 ft² (168.11 m²)
Empty weight: 11,387 lb (5,165 kg)
Loaded weight: 17,650 lb (8,000 kg)
Max takeoff weight: 23,000 lb (10,433 kg)
Powerplant: 2 × General Electric T700-GE-701 and later upgraded to
T700-GE-701C (1990–present) & T700-GE-701D (AH-64D block III)
turboshafts, -701: 1,690 shp, -701C: 1,890 shp, -701D: 2,000 shp (-701:
1,260 kW, -701C: 1,490 kW, -701D: 1,490 kW) each.
Fuselage length: 49 ft 5 in (15.06 m)
Rotor systems: 4 blade main rotor, 4 blade tail rotor in non-orthogonal alignment
Performance:
Never exceed speed: 197 knots (227 mph, 365 km/h)
Maximum speed: 158 knots (182 mph, 293 km/h)
Cruise speed: 143 knots (165 mph, 265 km/h)
Range: 257 nmi (295 mi, 476 km) with Longbow radar mast
Combat radius: 260 nmi (300 mi, 480 km)
Ferry range: 1,024 nmi (1,180 mi, 1,900 km)
Service ceiling: 21,000 ft (6,400 m) minimum loaded
Rate of climb: 2,500 ft/min (12.7 m/s)
Disc loading: 9.80 lb/ft² (47.9 kg/m²)
Power/mass: 0.18 hp/lb (0.31 kW/kg)
Persenjataan:
Guns: 1× 30 × 113 mm (1.18 × 4.45 in) M230 Chain Gun with 1,200 rounds
Hardpoints: 4 pylon stations on the stub wings. Longbows also have a
station on each wingtip for an AIM-92 ATAS twin missile pack.
Rockets: Hydra 70 70 mm, and CRV7 70 mm air-to-ground rockets
Missiles: Typically AGM-114 Hellfire variants; AIM-92 Stinger may also be carried.
Radar yang akan digunakan Gandiwa belum diketahui.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
Mencari Pengganti Sang Macan F-5E/F Tiger II TNI-AU
Sebagai
penempur, F-5E/F Tiger II TNI-AU sudah tak usah disangsikan lagi.
Kiprahnya menjaga langit nusantara selalu menjadi yang terdepan sejak
tahun 1980. Akan tetapi, usia tak bisa bohong. Meski sudah mengalami
upgrade, masa purna tugasnya sudah didepan mata. Dan kini, akan terasa
sangat sulit mencari pengganti yang sepadan.
Beberapa waktu lalu, Kepala Staf TNI-AU Marsekal Ida Bagus Putu Dunia
telah mengungkapkan rencana penggantian F-5E/F. Namun saat itu KSAU
belum membuka lebih jauh mengenai persayaratan dan spesifikasi teknis
yang diminta TNI-AU. KSAU hanya memberikan isyarat,"harus lebih canggih
dari yang sudah dimiliki". Karena itulah berbagai jenis penempur
generasi 4++ lalu seolah berlomba menawarkan diri.
Dari Informasi yang ARC dapatkan, setidaknya ada 4 buah penempur canggih yang maju. Mereka adalah SAAB Gripen E/F, Rafale, Su-35BM, serta F-16 Blok 60.
Ke-4 jenis pesawat itu tak usah diragukan lagi kecanggihannya. Semuanya
mampu menjalani multi misi, daya jangkau mumpuni, avionik canggih dan
lain sebagainya.
Lalu bagaimana soal harga? Informasi yang ARC dapatkan menyebutkan, Su-35BM
ditawarkan dengan kisaran harga 75 juta hingga 85 juta dollar
tergantung spesifikasi. Harga ini bersaing ketat dengan F-16 Blok 60
yang juga ditawar senilai 85 juta dollar perbuah. Sementara Gripen E/F
bisa didapatkan dengan harga 110 juta dollar. Juara untuk harga, tak
lain tak bukan adalah Rafale dengan penawaran 125 juta dollar. Namun
tentu saja harga-harga diatas hanyalah harga pembukaan. Berapa nilai
pastinya nanti tentu tergantung pula dengan paket yang dibeli.
Ssstttt... ada pula gosip yang menyebutkan, SAAB menawarkan Gripen C/D
eks Swedia dengan jumlah aduhai dan harga sangat miring.
Namun demikian, harga bukanlah pertimbangan satu-satunya. Biaya operasional juga menjadi penilaian. Dan
seperti kita ketahui, Su-35BM cukup mahal biaya operasionalnya, yaitu
sekitar 400 juta rupiah/jam. Sementara Gripen E/F selalu menjual jargon
termurah biaya operasional dengan angka 47 juta rupiah/jam. F-16 blok 60
sendiri biaya operasionalnya 170 juta rupiah/jam. Akan tetapi,
bukan berarti lantas Gripen E/F melenggang begitu saja. Dari sisi
Commonality/ penyederhanaan jenis tentu F-16 blok 60 dan Su-35BM pegang kartu. Terlebih lagi, seri F-16 sudah lama menjadi favorit pilot tempur TNI-AU.
Dan seperti biasa, pembelian sistem senjata di Indonesia pastinya mensyaratkan Transfer Teknologi. Untuk ToT ini, konon Gripen E/F menawarkan lini perakitan di Indonesia. Sementara F-16 Blok 60 menawarkan Offset seperti halnya pembelian F-16 A/B terdahulu. Untuk Su-35BM dan Rafale, kami sendiri belum mendengar bocorannya.
Lalu manakah yang akan menggantikan sang macan? belum ada keputusan
resmi. Semuanya masih diolah dan dinilai. Akan tetapi semoga saja
pemilihannya tidak berjalan terlampau lama, sehingga para pengabdian
Skuadron 14 tidak akan sempat terputus.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
TNI Berminat Beli Helikopter Black Hawk
Setelah
memastikan pembelian delapan helikopter canggih Apache dari pabrikan
Boeing Amerika Serikat, Kementerian Pertahanan berencana menambah armada
udaranya dengan membeli helikopter Black Hawk.
Hal ini
disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Letnan Jenderal
Budiman usai menyaksikan latihan perang antarcabang Kodam V Brawijaya
di pusat latihan tempur Marinir di Karang Tekok, Banyuputih, Situbondo,
Selasa (3/12/2013).
"Pembahasannya
(pembelian helikopter Black Hawk) sudah masuk DPR RI, rencananya ada 24
helikopter atau satu skuadron," terang Budiman.
Menurut Budiman, pembelian helikopter canggih Black Hawk sangat tepat jika melihat kondisi geografis Indonesia.
Selain
mempunyai fungsi tempur yang canggih, helikopter ini mempunyai fungsi
lain yang tak kalah penting, yakni bisa sebagai alat transportasi dan
pengangkutan logistik.
"Tidak hanya untuk perang, tapi juga untuk fungsi lain, semisal pengiriman bantuan untuk korban bencana," lanjut Budiman.
Sementara itu,
terkait latihan perang antar cabang Kodam V Brawijaya yang Selasa pagi
hingga siang digelar di Situbondo dengan jumlah prajurit yang dikerahkan
mencapai 4300 lebih personel.
Budiman
berharap latihan perang berikutnya sudah didukung dengan persenjataan
yang lebih canggih. Tidak seperti saat ini yang beberapa peralatannya
tergolong uzur meski tetap baik untuk digunakan.
Budiman
mencontohkan penggunaan meriam 105 yang sudah cukup tua atau penggunaan 9
tank AMX 13 yang umurnya sudah lebih tua darinya yang saat ini 57
tahun.
"Tank AMX ini
lebih tua dari saya," ucapnya. "Begitu juga dengan tim pengisi bahan
bakar tank yang masih menggunakan engkol untuk isi bahan bakar tank,
kedepan akan ada sistem pengisian yang lebih canggih dan mungkin ada
mobil khusus pengangkut bahan bakar."
Pameran Alutsista
Sementara itu, Pangdam V Brawijaya Mayor Jendral TNI Ediwan Prabowo
mengatakan Kodam V Brawijaya akan mengelar pameran Alutsista di Lapangan
Kodam pada 13 hingga 15 Desember mendatang.
"Masih ingat
dengan pameran Alutsista di Monas, Jakarta Oktober lalu? Di Surabaya
akan ada pameran yang besar seperti itu, dan mungkin lebih besar,"
terang Ediwan.
Ediwan menambahkan, pameran Alutsista ini sekaligus menjadi rangkaian peringatan hari Juang Kartika atau Hari TNI AD.
Dalam pameran nanti, akan dipamerkan berbagai macam peralatan tempur terbaru yang dimiliki oleh TNI.(why/izi)
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
TNI Tertarik Kecanggihan Kapal Selam Rusia
Jakarta -
Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Marsetio mengatakan pemerintah
belum menentukan sikap terhadap tawaran hibah sejumlah kapal selam dari
Rusia. Menurut dia, belum lama ini perwakilan TNI AL dan Kementerian
Pertahanan berkunjung ke Rusia untuk membicarakan awal tawaran hibah
ini.
Marsetio yang
ikut dalam kunjungan itu menyebut, selain membicarakan urusan hibah,
perwakilan Indonesia juga melihat kondisi dan kemampuan kapal selam
Rusia. "Yang ditawarkan kapal selam Kilo Class," kata Marsetio kepada
Tempo saat ditemui di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa, 1
Oktober 2013.
Marsetio
menyebut kapal selam Kilo Class Rusia punya kemampuan bagus. Menurut
dia, kapal selam produksi 1990-2000-an itu tergolong canggih.
Kapal selam itu
mampu menembakkan rudal dari dalam laut ke permukaan. Rudal yang
diluncurkan pun punya jangkauan jauh, yakni 300 kilometer. "Indonesia
belum punya kapal selam seperti ini," kata Marsetio.
Saat disinggung
kemungkinan sikap Indonesia dan Rusia, Marsetio mengaku tak tahu.
Menurut dia, kedua negara belum ada kesepakatan untuk hibah ini.
Marsetio memilih bungkam saat ditanya soal kendala yang dihadapi. Begitu
pula soal berapa duit yang diperlukan Indonesia untuk hibah ini.
"Itu
pembicaraan tingkat Menteri Pertahanan. Soal jumlah (kapal selam yang
akan dihibahkan) belum ada kesepakatan juga," kata dia.
Sebelumnya,
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyebut pemerintah Rusia
menawarkan 10 unit kapal selam kepada Indonesia. Meski begitu, Purnomo
juga belum menyebut titik terang dalam tawaran hibah ini.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
Senin, 20 Januari 2014
Pesawat Militer AS Lintasi Zona Pertahanan Udara China
Pejabat
Departemen Pertahanan AS mengatakan, AS telah menerbangkan dua pesawat
militer di atas wilayah sengketa Laut China Selatan tanpa memberitahu
China.
Amerika
mengatakan pihaknya telah menerbangkan dua pesawat militer di atas
wilayah sengketa di Laut China Selatan tanpa memberitahu China,
tantangan langsung pertama terhadap upaya China untuk menciptakan zona
pemberitahuan pertahanan udara.
Pejabat-pejabat
di Pentagon mengatakan dua pesawat pembom B-52 ikut serta dalam latihan
reguler di atas kepulauan yang disengketakan itu hari Senin. Belum ada
reaksi langsung dari China.
Langkah itu
menyusul pengumuman Amerika sebelumnya bahwa pesawat militernya tidak
akan mengidentifikasi dirinya sesuai aturan baru China tersebut.
Amerika dan
Jepang bertekad untuk tidak mengakui zona identifikasi pertahanan udara
di mana China menghendaki seluruh pesawat militer dan sipil untuk
mengidentifikasi diri mereka dan mematuhi aturannya.
Menteri
Pertahanan Jepang Itsunori Onodera mengatakan Jepang bekerjasama erat
dengan Amerika dan akan mengambil seluruh langkah yang diperlukan untuk
melindungi wilayah Jepang.
Meskipun
pejabat-pejabat Amerika dan Jepang mengutuk langkah China itu sebagai
provokasi, mereka menekankan langkah itu tidak akan menimbulkan dampak
pada bagaimana kerja mereka di wilayah itu.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
Dhanush, Rudal Nuklir Versi Maritim India
NEW DELHI --
India, Sabtu, berhasil melakukan uji-coba rudal balistiknya yang mampu
membawa hulu ledak nuklir, Dhanush, dari satu kapal Angkatan Laut di
Teluk Benggala di lepas pantai Negara Bagian Orissa di India Timur, kata
seorang pejabat.
Rudal tersebut
ditembakkan dari satu kapal Angkatan Laut sebagai bagian dari pelatihan
Angkatan Laut India, kata pejabat yang tak ingin disebutkan jatidirinya,
sebagaimana dilaporkan Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu
malam.
Dhanush, versi
rudal balistik Prithvi --yang mampu memawa nuklir-- untuk Angkatan Laut,
memiliki jarak jelajah 350 kilometer dan mampu membawa muatan
konvensional serta nuklir lebih dari 500 kilogram.
Perdana Menteri
India Manmohan Singh belum lama ini telah menegaskan pentingnya untuk
mengembangkan industri pertahanan dalam negeri India dan mengurangi
ketergantungan atas pembelian senjata dari luar negeri.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
Setelah Kapal Induk Rusia, India Minta Proyek Pesawat Siluman Dipercepat
NEW DELHI --
Setelah mendapatkan kapal induk Rusia INS Vikramaditya yang mengalami
penundaan dalam waktu yang lama, India berharap Rusia dapat mempercepat
pembangunan pesawat siluman fifth-generation fighter aircraft (FGFA).
Permintaan itu
diungkapkan Menteri Pertahanan India, AK Antony dalam pertemuan ke-13
kedua negara, India-Russia Inter-Governmental Commission on Military
Technical Cooperation, baru-baru ini.
The Times of
India melaporkan, Antony mengatakan adalah sesuatu yang penting kedua
negara untuk melakukan yang terbaik "menjalani semua tahapannya -
desain, pengembangan dan produksi - dan eksekusi" proyek FGFA.
Proyek ini
ditandatangani tahun 2012 lalu, untuk pengembangan lanjutan pesawat
siluman Sukhoi T-50 atau PAK-FA, untuk kedua negara. Seperti halnya
kapal induk, proyek ini kelihatannya juga mengalami banyak penundaan.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
Rudal Sayyad-2 Iran Sepintas Mirip Patriot
TEHRAN -- Iran baru-baru ini meresmikan produksi massal rudal
darat-ke-udara (SAM) Sayyad-2. Rudal yang tidak diinformasikan jarak
jangkauannya ini sepintas mirip dengan sistem rudal pertahanan udara
Patriot buatan Amerika Serikat.
Russia Today melaporkan, peresmian itu dilakukan oleh Menteri Pertahanan Iran Hossein Dehqan, seminggu yang lalu.
Rudal dengan bahan bakar solid ini diklaim merupakan upgrade dari Sayyad-1 yang ukurannya lebih besar.
"Rudal tersebut
dilengkapi motor yang berbahan bakar padat dan mengadopsi sistem kontrol
gabungan serta memiliki kemampuan operasional tinggi," kata Dehqan.
Namun, menurut Janes.com,
rudal ini merupakan pengembangan rudal RIM-66 (SM-1) yang dibeli Iran
dari AS tahun 1970-an. Hanya saja Sayyad-2 lebih besar dan bukan versi
untuk kapal laut.
Dijelaskan Janes,
Sayyad-2 ditembakkan dari kanister yang mirip digunakan rudal pertahanan
udara MIM-104 Patriot buatan AS. Empat kanister diletakkan pada sebuah
truk.
Rudal ini hanya disebut sebagai rudal dengan jangkauan tinggi dan jarak menengah (high altitude, medium range) tanpa disebutkan jangkaunnya. Selain itu, rudal juga dilengkapi dengan sistem kontrol Talash.
"Sistem Talash didesain dan dibangun untuk mendeteksi serta mencegat target untuk misil Sayyad-2," kata Dehqan.
Misil SM-1 yang asli
mempunyai jangkauan 40 km, Sayyad-2 diperkirakan mempunyai jangkauan
yang lebih jauh dan presisi yang lebih tinggi.
Sayyad-2 dengan
sistem Talash-nya akan menjadi pelengkap rudal Ra'ad yang pernah
diparadekan pada 21 September 2012 yang sangat mirip dengan rudal Rusia Buk Medium-Range Air Defense System, dan diketahui tidak pernah dibeli Iran. Ra'ad diumumkan mempunyai jarak 50 km.
Sekedar informasi, rudal Patriot AS mempunyai jarak jangkau 3-160 km.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
AS Bakal Luncurkan Kapal Laut Perusak 'Terseram'
MAINE --
Walaupun anggaran belanja militer Amerika Serikat diturunkan, produksi
peralatan militer negara ini terus menghasilkan produk-produk
teranyarnya. Dalam
waktu dekat, sebuah kapal laut sekelas destroyer yang diklaim terbesar,
paling kejam, paling canggih serta paling kontroversial, menurut
news.com.au, akan diluncurkan tidak lama lagi.
Sampai saat
ini, pembangunan kapal perusak alias destoyer kelas Zumwalt ini sudah
tepat waktu dan sesuai anggaran, sesuatu yang jarang terjadi dalam
program pengadaan pertahanan baru, kata para pejabat.
Angkatan Laut
AS yakin kapal yang dilengkapi dengan meriam canggih, siluet siluman dan
fitur permukaan yang tipikal ini akan menjadikannya sebuah perangkat
pertahanan yang tangguh. Peresmian
nama kapal yang mengadopsi nama mendiang Laksamana Elmo "Bud" Zumwalt
ini dibatalkan seminggu yang lalu karena 'shutdown' pemerintah AS.
Tapi rencana
memindahkannya dari pabriknya ke dermaga kering di Maine tetap dilakukan
dalam beberapa hari mendatang, untuk peresmian. Pembangunan kapal perusak Zumwalt menelan biaya 3,5 miliar USD, tiga kali lebih besar dari pembangunan kapal biasa. Seperti
namanya, kapal ini dilaporkan dipenuhi dengan produk inovatif. Sehingga
pembuatnya Bath Iron Works, anak perusahaan General Dynamics, harus
membangun hanggar khusus 'ultra hall' setinggi 32 meter dengan dana 40
juta agar dapat mengakomodasi segmen lambung kapal yang besar.
Kapal yang
lebih panjang 30 meter dibanding kelas konvensional ini memiliki bentuk
lambung yang unik bergelombang. Digerakkan dengan propulsi listrik dan
memiliki sonar dan rudal canggih, kapal ini juga dipersenjatai dengan
roket yang mempunyai jangkauan 160km. Tidak
seperti kapal biasa yang mempunyai radar dan antena yang menjulang
tinggi, Zumwalt mempunyai sistem radar yang minimal, yang membuatnya
mempunyai kemampuan siluman yang lebih tinggi dari jenis yang sama.
Direncanakan
sebagai kapal pembom garis pantai, kapal ini mempunyai mesin yang dapat
memproduksi 78 megawatt listrik, cukup untuk menerangkan 78.000 buah
rumah. Platform energi ini membuatnya dapat dipersenjatai dengan senjata
tercanggih saat ini; rel elektromagnetik, yang menggunakan medan magnet
dan arus listrik untuk melemparkan proyektil pada tujuh kali kecepatan
suara.
Dengan sistem
komputerisasi dan begitu banyak otomatisasi, kapal ini hanya membutuhkan
awak 158 orang, setengah dari jumlah awak sekelasnya.\ "Konsep
Zumwalt merupakan semacam jembatan antara tradisi masa lalu dan dunia
baru perang jaringan dan presisi amunisi berpandu," kata Loren Thompson,
pengamat pertahanan dari Institut Lexington. "Tidak
begitu banyak konsep yang radikal, karena ini merupakan sebuah upaya
untuk menjalankan misi dengan kapal yang memiliki satu kaki di masa
sekarang dan satu kaki di masa depan." Angkatan
Laut AS berencana membangun 20 kapal super canggih seperti ini. Namun
karena kecanggihan dan mahalnya pembuatannya, sampai saat ini masih
disetujui tiga kapal saja. Dan, yang pertama adalah USS Zumwalt.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
Rabu, 15 Januari 2014
Tujuh Negara Ini Berambisi Ikut 'Perlombaan Senjata' Membuat Drone Tempur
BRUSSEL -- Tujuh negara Uni Eropa membentuk sebuah 'klub' untuk memproduksi drone tempur militer mulai tahun 2020. Skema
pembentukan itu disepakati di Brussels, Selasa (19/11), pada pertemuan
Badan Pertahanan Eropa (EDA), lembaga think tank pertahanan dan mencakup
Perancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda, Polandia dan Spanyol.
Menteri
Pertahanan dari Kelompok-Tujuh itu menandatangani "letter of intent"
yang menugaskan EDA untuk menyusun studi tentang produksi bersama drone
Medium Altitude Long Endurance (MALE), yang dapat digunakan untuk
menyerang sasaran militer atau untuk pengawasan kapal migran di laut
Mediterania.
Dalam siaran
persnya, EDA mengatakan bahwa "tujuan dari komunitas ini adalah untuk
saling bertukar informasi serta untuk mengidentifikasi dan memfasilitasi
kerja sama antara negara-negara anggota yang saat ini beroperasi atau
berencana untuk mengoperasikan RPAS [Remotely Piloted Aircraft
Systems]."
Direktur think
tank pertahanan Eropa, Claude-France Arnould, mengatakan, "Mengingat
situasi keuangan yang terbatas saat ini, upaya peningkatan pertahanan
harus benar-benar efisien yang berarti dengan kerjasama dan sinergi."
Pejabat EDA
lainnya, Peter Round mengatakan, "Ini merupakan senjata pertama bagi
kami untuk dapat mulai bekerja memproduksi RPAS versi Eropa."
Menteri
pertahanan Prancis , Jean-Yves Le Drian mengatakan, "Jika Eropa berharap
untuk mempertahankan kemampuan strategis, mereka harus mengumpulkan
kapasitas dan kebijakannya dengan cara pragmatis." Dia menyebut Kelompok-Tujuh itu "klub negara pengguna drone."
Keputusan EDA ini muncul menjelang pertemuan puncak Uni Eropa untuk pertahanan pada Desember mendatang. Momen
ini berdekatan dengan bergabungnya tiga perusahaan pertahanan Eropa;
Dassualt dari Prancis EADS dari Prancis-Jerman, dan Finmeccanica dari
Italia pada Juni lalu untuk memproduksi drone Eropa sesuai dengan versi
mereka sendiri. Sementara
itu, Perancis, Yunani, Italia, Spanyol, Swedia dan Swiss juga telah
bekerja untuk memproduksi drone "Euro-UCAV" bernama nEUROn, yang
berhasil melakukan uji terbang pada bulan Desember 2012.
Perancis juga
bekerjasa sama dengan Inggris untuk membuat drone siluman yang disebut
Telemos yang diperkirakan akan terbang tahun 2018. Untuk
aplikasi sipil, Komisi Eropa juga mengembangkan drone pengawasan
wilayah udara sipil Uni Eropa bekerja sama dengan Israel Aerospace
Industries dan sebuah perusahaan yang berbasis di Austria, Diamond
Airborne Sensing.
Kesempatan
pertemuan EDA pada Selasa kemarin dimanfaatkan delapan negara Uni Eropa -
Austria, Belgia, Republik Ceko, Denmark, Perancis, Italia, Spanyol dan
Inggris - untuk membentuk kerja sama berikutnya dalam proyek "Joint
Investment Programme on RPAS for Air Traffic Insertion." Sebuah proyek
untuk mengintegrasikan drone dapat terbang bersama pesawat sipil.
Sementara itu,
program drone MALE Uni Eropa dirancang untuk bersaing dengan perusahaan
Israel dan AS yang telah meraup keuntungan dari pasar sekutu seperti
Jerman, Perancis, Italia dan Inggris.
Keempat negara
itu sudah terlibat secara mendalam dalam penggunaan drone menyerang
target-target di Afghanistan, Afrika dan wilayah-wilayah konflik
lainnya. Para ahli robotika dan PBB telah menyuarakan keprihatinan tentang proliferasi drone. Namun,
Noel Sharkey, seorang ilmuwan yang bekerja di militer Inggris,
mengatakan tahun lalu bahwa China juga telah mengembangkan drone MALE,
Pterodactyl, untuk tujuan ekspor.
Tapi
kekhawatiran itu dinilai berdampak kecil terhadap pasar global drone,
menurut konsultan pertahanan yang berbasis di AS, Teal Group, yang
bernilai 5 miliar euro dan diperkirakan akan mencapai 9 miliar euro pada
2018.
EDA juga
menyerukan "peningkatan kerjasama" oleh negara-negara Uni Eropa untuk
meningkatkan kemampuan drone dalam pengisian bahan bakar udara-ke-udara,
komunikasi satelit dan pertahanan serangan siber.
EDA juga mengingatkan betapa Eropaa sangat bergantung dengan AS dalam berbagai misi militer di Libya dan Mali. "Operasi Terbaru telah menunjukkan kesenjangan kemampuan penting Eropa di bidang ini [pengisian bahan bakar udara]."
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
Indonesia Bekukan Kerjasama, Pertahanan Australia Bisa Melemah
Penghentian kerjasama di bidang penangkalan aksi teror dan operasi
perbatasan antara Australia dengan Indonesia, dikhawatirkan akan
memiliki dampak yang serius, khususnya bagi bidang pertahanan Negeri
Kanguru.
Para ahli memperingatkan penghentian sementara kerjasama antara Polisi
Federal Australia dengan Indonesia dapat memukul mundur semua kemajuan
yang pernah dicapai di bidang pertahanan.
Harian Sydney Morning Herald (SMH),
Jumat 22 November 2013, melansir pernyataan seorang sumber di bidang
keamanan yang menyebut penghentian kerjasama dapat membahayakan
Australia.
"Hal itu dapat membahayakan seluruh inisiatif mengenai penyelundupan
manusia yang pernah disepakati oleh kedua negara," ujar sumber itu.
Kepala Polisi Federal Australia (AFP), Tony Negus, menegaskan kendati
kedua negara kini dibelit isu penyadapan, namun 30 petugas polisi AFP
masih terus melanjutkan pekerjaan mereka di Indonesia. Namun, Negus
menolak berkomentar apakah AFP turut merasakan dampak kekisruhan isu
spionase.
Pernyataan itu muncul ketika anggota
tentara elite militer Australia, resimen SAS bersiap pulang setelah
latihan bersama penyelamatan sandera dan pembajakan dengan Kopassus
Indonesia dibatalkan. Negus juga enggan berkomentar soal dampak yang
dirasakan oleh AFP setelah adanya penghentian kerjasama dengan
Indonesia mulai Rabu lalu.
"Kami tetap membina sebuah hubungan yang baik dengan Polri. Reputasi dan
hubungan kami dengan Polri tetap baik saat ini, jadi kami berharap
tetap bisa meneruskan kerjasama itu," ungkap Negus.
Untuk sementara ini, lanjut kedua pihak akan terus melanjutkan kerjasama
yang sudah berjalan. Dia pun berjanji akan terus melanjutkan kerjasama
itu selama mungkin.
Selain latihan bersama penanggulangan aksi pembajakan yang dibatalkan,
aktivitas militer lain yang juga ditangguhkan yaitu latihan bersama
udara Australia dengan Indonesia menggunakan nama Elang. Dalam latihan
bersama itu, pesawat jet tempur F-16 Indonesia akan beradu kemampuan
dengan pesawat tempur klasik milik Negeri Kanguru, Hornet.
Pembatalan itu dikabarkan pada Rabu, 20 November 2013 kemarin. Sebuah
rencana untuk menyerahkan sembilan pesawat Hercules C-130H gelombang
pertama dari Australia ke Indonesia juga ditunda. Acara tersebut
sedianya diadakan tanggal 26 November 2013.
Belum diketahui apakah Pesawat Hercules itu berniat untuk dihibahkan Negeri Kanguru atau ditawarkan untuk dijual ke Indonesia.
Kendati terjadi pembatalan latihan militer, namun kunjungan para
petinggi militer Australia seperti Kepala Angkatan Udara, Geoff Brown
dan Kepala Angkatan Laut, Ray Griggs, dijadwalkan masih tetap seperti
agenda semula.
Indonesia pun disebut mash berencana untuk memiliki tiga kendaraan lapis baja Bushmaster dari Australia.
Sementara Juru Bicara Menteri Keamanan David Johnston, menyayangkan
adanya pembatalan beberapa latihan militer. Namun, dia menyebut
Australia akan menggunakan pendekatan jangka panjang untuk menjalin
kerjasama di bidang pertahanan dengan Indonesia.
Mantan polisi anti teror, Nick O'Brien yang pernah bekerja sama dengan
polisi satuan khusus Inggris, kecewa apabila kerjasama di antara satuan
pengamanan akan dihentikan sementara. Pasalnya, kolaborasi polisi
Australia dan Indonesia dalam membekuk para pelaku aksi teror merupakan
kisah sukses yang terkenal.
"Sangat disayangkan apabila kerjasama tersebut harus hilang. Namun,
kehilangan justru dirasakan lebih besar oleh warga Australia dan
Indonesia," kata O'Brien.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)