Senin, 08 Juli 2013

Hisab & Rukyat: Apa, Kenapa dan Bagaimana?


Sumber Foto: detik.com
Lagi, tahun ini kita mengawali Ramadhan yang berbeda di antara umat Islam. Ada yang mulai puasa sejak Jum'at. Dan, ada pula yang menetapkan Sabtu sebagai hari pertama Ramadhan. Hal itu tak terlepas dari perbedaan metode dalam menentukan awal sebuah bulan dalam tanggalan Hijriyah. Ada yang menggunakan metode hisab dan ada pula yang memakai metode rukyat. Perbedaan dua metode itu berpotensi besar dalam menimbulkan perbedaan pula dalam menentuan awal sebuah bulan dalam tangalan Hijriyah.Lalu, apa sebenarnya hisab ­dan rukyat itu? Dan, apa pula perbedaannya? Serta, apa yang menyebabkannya dan apa konsekuensinya?
Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada tanggalan Hijriyah, termasuk di dalamnya (yang paling populer) awal Ramadhan dan Syawal. Sederhananya, dalam metode hisab, posisi bulan dihitung, tidak dilihat secara langsung. Hasil perhitungan itulah yang kemudian menjadi dasar penentuannya, walau tanpa dilihat secara langsung posisi bulannya.

Adapun rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya konjungsi (ijtimak). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik, seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Sebaliknya, apabila hilal tak terlihat, maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.
Metode penentuan kriteria penentuan awal bulan dalam tanggalan Hijriyah yang berbeda seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadhan atau Idul Fitri. Di Indonesia, Muhammadiyah merupakan ormas yang populer sebagai pemakai metode hisab. Sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) identik dengan penggunaan rukyat. Sehingga, sering kali umat menilai bahwa perbedaan penentuan awal bulan dalam Hijriyah adalah antara Muhammadiyah dan NU. Padahal, sebenarnya secara substansial itu terkait perbedaan metode yang kebetulan di Indonesia masing-masing dianut oleh dua ormas terbesar itu.
Bagaimana menyikapi perbedaan ini?
Idealnya memang, kedua metode itu saling melengkapi. Hisab seharusnya menuntun rukyat dan rukyat menegaskan apa yang telah di­-hisab. Sehingga, akan didapatkan hasil yang sama. Namun, karena berbagai hal, misalnya posisi geografis Indonesia yang memang tak cukup tepat untuk melihat hilal atau cuaca yang tak mendukung, sering kali keduanya kemudian menampilkan hasil yang berbeda. Hal itu lumrah. Karenanya, di tengah perbedaan itu, sebaik-baiknya sikap adalah saling menghormati dan menghargai hasil dari kedua metode itu dan mereka yang meyakininya. Sadari dan posisikan itu sebagai bagian dari kekayaan khazanah Islam. Toh, hal itu bukan hal yang prinsipil dalam Islam dan juga toh kita juga sedah terbiasa dengan perbedaan yang menyikapinya secara bijak. Yang terpenting, dari keduanya, tak ada yang saling menyalahkan hasil dan metode masing-masing. [Husein/Mizan.com/Dari berbagai sumber]


http://mizan.com/news_det/hisab--rukyat-apa-kenapa-dan-bagaimana.html 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar