Perhatian dunia banyak tertuju pada program pengembangan pesawat tempur China, seperti J-10, J-20 dan J-21/31. Pabrikan pesawat China "Shenyang" terus mengembangkan seri Flanker yang sudah sejak tahun 1992 menjadi bagian Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat China (PLAAF). Versi Flanker terbaru yang sudah diproduksi China saat ini adalah pesawat tempur J-15 versi kapal induk dan pesawat serang multiperan J-16.
Awal Kemunculan Flanker China
China memulai hubungannya dengan Sukhoi Flanker pada tahun 1992, ketika
itu China menjadi negara pertama di luar negara-negara bekas Uni Soviet
yang memiliki pesawat tempur kelas berat ini. Tiga batch Sukhoi Su-27SK
kursi tunggal dan Su-27UBK kursi ganda diperoleh China langsung dari
Rusia, sekaligus menjadi awal transformasi kemampuan pertahanan udara China.
Berdasarkan pembelian dan pengalaman menggunakan Flanker, China akhirnya
memperoleh lisensi Rusia untuk memproduksi Su-27SK melalui pabrik
pesawatnya Shenyang. Akhirnya pada tahun 1996, China memerintahkan
pembuatan 200 pesawat, kit perakitan masih dipasok dari Rusia namun
proses produksi di China. Pesawat pertama dinamai dengan J-11, namun
Flanker hasil rakitan Shenyang ini mengalami masalah quality control,
dan produksi akhirnya dihentikan setelah memasuki produksi yang ke-105.
Termasuk didalamnya adalah sejumlah J-11AS dengan upgrade pada kokpit
dan persenjataan.
Meskipun terkesan menemui kegagalan di awal, Shenyang dan Shenyang
Aircraft Design Institute telah mendapatkan pengalaman berharga dalam
membangun pesawat, yang pada akhirnya mereka mampu mengembangkan sendiri
J-11B. Karena semangat yang tinggi untuk terbebas dari ketergantungan
dengan Moskow, industri-industri China mulai membuat sendiri sejumlah
komponen kunci agar bisa membangun pesawat tempur tanpa pasokan dari
Rusia, dan juga agar bisa menggunakan senjata buatan China sendiri.
Sejauh ini, salah satu komponen pesawat tempur buatan China yang paling
berharga adalah mesin Shenyang Liming WS-10A Taihang yang menggantikan
mesin Saturn AL-31F. Dan akhirnya prototipe J-11B terbang untuk pertama
kalinya pada tahun 2004 dengan dua mesin WS-10A. Produksi J-11B pertama
sudah mulai menggunakan mesin buatan China, tetapi karena lagi-lagi
terganjal masalah keandalan, akhirnya pesawat produksi berikutnya
kembali menggunakan mesin AL-31F. Sekarang tampaknya isu-isu tentang
kurang andalnya mesin WS-10A telah berhasil diatasi dan produksi J-11B
sudah kembali menggunkan mesin buatan China. Di akhir tahun lalu muncul
foto J-11B dengan desain nozzle yang berbeda, ini mengindikasikan adanya
perbaikan yang berati pada mesin WS-10A.
Bersama dengan mesin baru, J-11B juga dilengkapi dengan radar
multifungsi, sistem pencarian inframerah dan databus buatan China yang
membuat senjata-senjata China bisa digunakan, seperti rudal udara ke
udara PL-12. Kokpit J-11B juga dibuat dari komponen China, menghadirkan
lingkup kerja yang modern bagi pilot dengan 5 layar multi fungsi.
J-11B mulai dioperasikan PLAAF menjelang akhir tahun 2007 dan sejak itu
jumlahnya kian bertambah. Pada awal 2010, Angkatan Laut China (PLAN)
mulai dilengkapi dengan J-11B untuk misi tempur berbasis pantai. Selain
J-11B kursi tunggal, pabrik Shenyang juga mengembangkan J-11B kursi
ganda yang dikenal sebagai J-11BS. Pesawat ini terbang pertama kali pada
tahun 2007, dan mulai dioperasikan oleh PLAAF dan PLAN pada tahun 2010.
Hiu Terbang
Sama seperti Uni Soviet yang mengembangkan Su-33 Flanker versi angkatan
laut untuk memenuhi kebutuhan operasional kapal induk, China juga
mengembangkan Flanker angkatan lautnya sendiri untuk memenuhi kebutuhan
operasional kapal induk barunya Liaoning.
Bahkan, China sampai membeli prototipe Su-33 dari Ukraina sebagai bahan
percontohan untuk mengembangkan Flanker angkatan lautnya sendiri.
Dikenal sebagai J-15
atau Flying Shark (Hiu Terbang), Flanker Angkatan Laut China ini sangat
mirip dengan Su-33 dalam urusan body dan sistem tetapi menggunakan
lebih banyak material komposit untuk menurunkan bobotnya. Dalam hal
peralatan misi, pesawat ini masih banyak mengambil teknologi untuk
J-11B. J-15 memiliki radar yang sama, meskipun diduga telah dipercanggih
untuk mode misi maritim. Juga dilengkapi dengan sistem peringatan rudal
seperti yang milik J-11B dengan lima layar pada kokpit.
Untuk urusan persenjataan, J-15 mengusung berbagai persenjataan presisi
untuk misi udara ke udara dan udara ke permukaan, termasuk rudal anti
kapal. Salah satu fitur menarik lainnya adalah dilengkapi dengan pod
pengisian bahan bakar di tengah, yang memungkinkan J-15 mengisi bahan
bakar pesawat lain (terutama saat misi jarak jauh dengan beban senjata
yang berat). Pod pengisian bakar ini identik dengan pod UPAZ-1A Rusia,
kemungkinan telah impor dan ditiru oleh China.
Seperti yang terjadi pada J-11B, J-15 juga terkendala karena
ketidakmampuan industri China menghadirkan mesin yang andal. Mesin yang
dimaksud adalah WS-10H, versi angkatan laut dari mesin WS-10A dengan
peningkatan daya dorong untuk meningkatkan kecepatan lepas landasnya
dari ski-jump deck kapal induk Liaoning. Namun diketahui hanya
dua prototipe J-15 yang menggunakan mesin WS-10H, selebihnya menggunakan
mesin AL-31F Rusia.
Prototipe J-15 dengan mesin AL-31F terbang pertama kali pada bulan
Agustus 2009, dan pada bulan Mei tahun berikutnya berhasil lepas landas
dari ski-jump tiruan di darat. Percobaan pada kapal induk yang
sesungguhnya dilakukan akhir tahun lalu, berhasil lepas landas dan
mendarat pertama kali oleh dua prototipe J-15 pada tanggal 23 November.
Dari foto-foto yang beredar di internet terlihat J-15 tersebut masih
menggunakan mesin Rusia.
Sementara itu, Shenyang juga mengembangkan J-15 kursi ganda, yang
disebut sebagai J-15S. Prototipenya dengan mesin WS-10A terbang pertama
kali pada November 2012. Meski kemungkinan besar pesawat ini hanya
ditujukan China sebagai pesawat latih, J-15S juga sudah mengusung peran
tempur dan peralatan peperangan elektronik.
Flanker Baru
Terkesan dengan pembelian Su-27 pertamanya, China tampaknya juga
menginginkan Sukhoi kelas berat guna memenuhi persyaratan misi serangan
besar. Pada akhir tahun 2000, batch pertama dari Su-30MKK bomber dua
kursi tiba dari Rusia, dengan itu kemampuan PLAAF untuk mengirimkan
(misi penembakan) senjata precision-guided pun berubah. Dua batch
Su-30MKK, masing-masing 38 pesawat, yang dibeli untuk PLAAF, sedangkan
PLAN menerima 25 Su-30MK2 dengan radar yang sudah dimodifikasi dengan
kemampuan multi target dari rudal anti kapal.
Berdasarkan pengalaman China mengembangkan J-11B dari Su-27SK, Shenyang
dan Shenyang Aircraft Design Institute juga memulai program serupa pada
Su-30MKK. Hasilnya adalah J-16, yang kemungkinan besar akan menjadi pesawat tempur utama PLAAF, dan mungkin juga akan digunakan PLAN untuk misi anti kapal.
Seperti halnya J-11B, J-16 banyak menggunakan peralatan buatan China,
termasuk mesin WS-10A. Perubahan yang paling penting adalah radar AESA
buatan China, meskipun masih sedikit yang diketahui dari sensor ini.
Seperti halnya J-15 dan Su-30MKK, pesawat ini juga memiliki probe refueling retractable (untuk air refueling).
Rincian program J-16 masih samar, tapi tampaknya diketahui bahwa J-16
Flanker pertama telah terbang pada akhir 2011. Tahun lalu setidaknya ada
dua prototipe J-16 yang diuji coba oleh PLAAF, dan ada kemungkinan
bahwa jenis ini akan mulai memasuki fase evaluasi operasional yang lebih
jauh.
Super Flanker China?
Dalam beberapa tahun terakhir, China terus dikabarkan akan memperoleh
Su-35 dari Rusia. Su-35 adalah Flanker generasi kedua yang menggabungkan
banyak perubahan pada badan pesawat, avionik dan mesin. Disebut-sebut,
mesin Saturn 117S/AL-41F pada Su-35 lah yang membuat China tergila-gila
pada pesawat ini, yang diketahui bahwa China telah mengalami kendala
serius soal pengembangan mesin Flanker.
Potensi penjualan Su-35 ke China mulai terendus media pada awal 2012,
awalnya akan dibeli 48 pesawat namun kemudian dikurangi menjadi 24.
Laporan mengenai potensi penjualan terus dikabarkan dan pada akhir tahun
lalu seorang pejabat senior Rusia mengisyaratkan bahwa kesepakatan
penjualan akan ditandatangani pada tahun ini. Namun ada pula laporan
lain yang bertentangan, yang mengatakan bahwa pembelian China atas Su-35
tidak dapat dilanjutkan.
Sumber : http://www.artileri.org