Jumat, 24 April 2015

Demam Batu Akik Berpotensi Merusak Alam

 Koleksi batu akik

Minat warga terhadap batu akik yang digunakan sebagai perhiasan semakin lama semakin meluas. Namun, pemanfaatan batu tersebut berpotensi merusak kelestarian alam jika dilakukan secara masif.

Pejabat sementara Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung Firman Sponada mengatakan itu di Bandar Lampung, Selasa (24/2/2015). Menurut dia, batu alam beberapa di antaranya didapatkan dengan cara ditambang. ”Sebagian batu mungkin ada yang didapatkan di permukaan. Namun, pasti ada batu yang didapatkan dengan cara ditambang. Sistem penambangan ini yang harus diwaspadai,” ujarnya.

Menurut Firman, pencarian batu berpotensi merusak lingkungan jika dilakukan dalam skala besar. Saat ini, penggalian batu masih dilakukan dalam skala rumahan. Tetapi, tidak tertutup kemungkinan muncul industri batu akik jika tren pada batu alam itu terus meningkat.

Terlebih lagi, dari sekian banyak lahan yang digali, hanya sebagian kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai perhiasan. Firman mencontohkan, penggalian lahan seluas 5 meter persegi mungkin hanya menghasilkan sebongkah batu akik. ”Penggaliannya luas, hasil yang digali sedikit, sedangkan sisanya dibiarkan begitu saja. Itu jelas sudah merusak bentang alam,” ujarnya.

Firman mengatakan, sampai saat ini, memang belum ada kerusakan, tetapi potensi kerusakan tetap ada. Bagaimanapun aktivitas penggalian itu dapat mengubah bentang alam, dapat juga mengganggu produktivitas sumber-sumber mata air. Parahnya lagi kalau nekat menebang pohon demi mendapatkan bebatuan di bawahnya.

Saat ini, lanjut Firman, masyarakat memang merasakan dampak positif penggalian batu akik karena ekonomi masyarakat kembali menggeliat. Namun, masyarakat juga harus diberi informasi mengenai dampak kerusakan alam jika hal itu dilakukan secara besar-besaran dan tanpa pengawasan.

Secara terpisah, Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lampung Taufik Hidayat membenarkan adanya potensi kerusakan lingkungan jika penggalian batu akik dilakukan secara besar-besar. ”Namun, sejauh pengamatan kami, hingga saat ini penggalian batu akik di Lampung masih dalam kapasitas industri rumahan,” katanya.

Guna mencegah kerusakan lingkungan karena penggalian batu akik, Taufik meyakinkan tidak akan ada penggalian batu berskala besar di dekat sumber mata air. Ia berharap demam batu akik hanya satu tahun hingga dua tahun agar potensi kerusakan lingkungan tak meluas.

Di Lampung, demam batu akik membuat sejumlah warga gemar mencari bahan bebatuan di sejumlah tempat. Batu akik khas Lampung yang saat ini naik daun ialah batu bunggur dari daerah Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, dan anggur api dari Way Kanan.

Dalam pameran batu akik di Lampung beberapa pekan lalu, Bupati Way Kanan Bustami Zainudin mengajak warga datang ke Way Kanan untuk menggali batu sepuas-puasnya. (GER)



Sumber :  http://regional.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar