Rabu, 19 September 2012

Konstruksi Tahan Gempa Jembatan Selat Sunda

 
Pembangunan konstruksi Jembatan Selat Sunda (JSS) akan dirancang tahan gempa hingga 9 Scala Richter. Harapan tersebut disampaikan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa.

Lalu bagaimana rancangan jembatan tahan gempa yang akan menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatra ini?
Direktur Utama PT Bangungraha Sejahtera Mulia Agung Prabowo, pemrakarsa Jembatan Selat Sunda menjelaskan soal konstruksi jembatan anti gempa tersebut. Bangungraha adalah unit usaha yang terkait Grup Artha Graha milik pengusaha Tomy Winata.
"Bagian bangunan yang dirancang anti gempa terletak pada bagian tiang yang paling tinggi. Tiang tersebut terbuat dari baja," ujar Agung.

Dalam pembangunan itu, akan dibuat model di laboratorium yang juga diberi goncangan seperti gempa."Nanti kita akan beri beban misalnya berapa skala richter. Akan ada instrumen yang mencatat struktur itu sampai seberapa besar terjadi deformasi," ujarnya kepada VIVAnews.

Pengukuran itu untuk mengetahui sampai berapa besar kekuatan goncangan yang menyebabkan jembatan bisa patah. Metode itu juga dilakukan untuk menguji kekuatan angin.

Menurut Agung, sebagai negara dengan risiko gempa, yang penting adalah bagaimana hidup bersama gempa. Seperti di Jepang, bangunannya tahan gempa seperti gedung dan jembatan. "Untuk itu pentingnya teknologi yang memungkinkan untuk itu," ujarnya.
Kawasan selat Sunda selama ini dianggap sebagai wilayah rawan gempa. Selain tak jauh dari gunung Krakatau, kawasan ini juga berada dekat dengan patahan atau sesar aktif selat Sunda. Di wilayah ini sering terjadi gempa dengan kekuatan rata-rata 5 - 7 SR.
Berdasarkan catatan sejarah, pada 27 Agustus 1883, pernah terjadi gempa besar akibat letusan Gunung Krakatau yang memicu tsunami 35 meter dan menewaskan 36 ribu jiwa di Jawa bagian barat, dan sebelah selatan Sumatera.
Tetapi, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Surono pernah menegaskan aktivitas Anak Gunung Krakatau tidak akan membahayakan Jembatan Selat Sunda. Intensitas Krakatau selama 10 tahun terakhir selalu aktif sehingga tidak menyimpan potensi letusan yang dahsyat.

"Gunung api di Jawa lebih galak dibandingkan Sumatera, dan selat Sunda merupakan tempat transisi," kata dia.
Surono memprediksi, dalam kurun waktu 200 tahun ke depan Anak Gunung Krakatau tidak akan meletus dahsyat, sehingga tidak akan mengganggu pembangunan dan aktivitas jembatan. Krakatau, menurut dia, memiliki periodesasi letusan dahsyat selama 1500 tahun. "Letusan dahsyat terakhir 1883," ujar Surono.

Sumber: Vivanews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar