BANTEN - Uji tembak rudal Yakhont dari KRI Oswald Siahaan-354 di perairan Samudra Hindia, Rabu (20/4). Rudal Yakhont buatan Rusia ini menembak sasaran eks-KRI Teluk Bayur-502 dengan jarak 135 mil laut (250km) di Perairan Samudera Hindia, sebelah barat Sumatera. Yakhont mempunyai jangkauan tembak 300 km dengan kecepatan terbang 2,5 mach, daya ledak 300 kg , ketinggian terbang 14000 meter serta dilengkapi dengan peralatan pendorong supersonic ramjet. FOTO ANTARA/Prasetyo Utomo/spt/11.
Singapura - Indonesia baru-baru ini menguji coba rudal yakhont oleh angkatan lautnya, hal ini menandai babak baru dalam kemampuan angkatan laut di Asia Tenggara. Rudal yakhont berpotensi mengubah persaingan di kawasan tersebut.
Pada 20 april 2011, TNI AL melakukan uji coba rudal yakhont buatan Rusia oleh KRI Oswald Siahaan di samudra Hindia. Menurut TNI AL, rudal tersebut menempuh jarak 250 Km hanya membutuhkan waktu 6 menit untuk mencapai target. Peluncuran ini menandai kemampuan signifikan dalam persaingan angkatan laut di Asia Tenggara.
Sebuah Kesetidak seimbangan senjata angkatan laut?
Menurut David Mussington dan John Sislin dalam sebuah laporan Review Intelijen Jane pada tahun 1995, senjata yang dapat dianggap mengganggu stabilitas di kawasan yaitu memiliki semua atau beberapa dari enam karakteristik berikut:
1. Mengakibatkan persaingan terlalu dini.
2. Memberikan suatu negara ‘terobosan dalam kemampuan militernya’
3. Menyebabkan memperluas jangkauan target.
4. Tindakan pencegahan yang efektif tanpa melakukan izin kedua negara.
5. Memberikan efek penggetar mengenai persiapan militer.
6. Menciptakan permusuhan.
Berdasarkan beberapa kriteria, rudal Yakhont bisa dianggap sebagai ketidak seimbangan persaingan persenjataan di kawasan.
Pertama, Yakhont bisa meluncur di ketinggian 5-15 meter di atas permukaan laut. Memiliki kemampuan 2,5 kali kecepatan suara sehingga mengurangi waktu peringatan untuk kapal yang terkena target, terutama kapal perang yang belum dilengkapi untuk peringatan dini. Memang benar bahwa angkatan laut Asia Tenggara semakin lebih baik dilengkapi dengan sensor modern untuk memberikan peringatan dini dari peluncuran rudal yang akan datang dan untuk melacak rudal subsonik diatas permukaaan laut. Namun profil penerbangan Yakhont itu unik karena memiliki kemampuan mendeteksi sensor yang lebih canggih untuk melakukan target kapal perang musuh.
Kedua, meskipun Vietnam telah menggunakan Yakhont di angkatan lautnya, yaitu varian ‘Bastion’ untuk pertahanan pantai yang digunakan untuk mempertahanankan diri.
Namun, ketika dipasang pada sebuah kapal perang yang pada dasarnya adalah sebuah platform yang sangat mobile, menyebabkan Yakhont itu dapat diluncurkan diluar daerah pertahanan pantai suatu negara.
Sebelum yakhont dilahirkan, rudal anti kapal seperti Exocet buatan Barat dan Harpoon serta Styx buatan Rusia. Rudal-rudal tersebut sudah dipasang di kapal kapal perang Asia Tenggara yang memiliki jangkauan 200 Km.
Sebaliknya, Yakhont memiliki jangkauan maksimum 300 kilometer ketika diluncurkan dengan kecepatan tinggi, dan kecepatan maksimum 2,5 Mach.
Negara-negara diluar Asia Tenggara seperti di Pasifik Barat negara yang memiliki kemampuan setara yaitu Cina dengan kapal perang yang memiliki rudal Sunburn, dan Taiwan yang baru-baru ini telah memasang rudal Hsiung Feng III di atas kapal kapal perang tersebut.
Ketiga, kemampuan rudal Yakhont juga tidak mungkin dilakukan tindakan pencegahan yang efektif bagi sebagian besar angkatan laut Asia Tenggara. Hanya angkatan laut Malaysia, Singapura dan Thailand memiliki kapal berkemampuan rudal anti-rudal modern (AMM). Malaysia memiliki dua frigat bersenjata dengan AMM Seawolf dan empat korvet dengan Aspide, sedangkan Singapura memiliki enam frigat bersenjata dengan AMM Aster dan enam korvet dengan-Barak 1. Thailand memiliki dua frigat dilengkapi dengan sistem Sea Sparrow dan dua korvet dengan Aspide.
Tetapi dengan Rudal Yakhont merupakan mimpi buruk bagi angkatan laut di Asia Tenggara, karena kapal perang mereka hanya dilengkapi dengan rudal groud to air yang hanya efektif untuk target yang bergerak lambat sehingga sulit mencegah rudal tersebut.
Berikutnya persaingan apa yang terjadi di Asia Tenggara?
Selain masuknya rudal yakhont dalam arsenal senjata TNI AL, di kawasan Asia Tenggara terjadi persaingan pengadaan kapal selam yaitu Malaysia dengan kapal selam Scorpene dan Singapura dengan kapal selam Vastergotland yang memiliki kemampuan AIP. Hal ini memicu persaingan kapal selam di kawasan Asia Tenggara.
Rudal Yakhont TNI AL yang miliki kemampuan lebih unggul atas rudal anti-kapal di kapal perang di kawasan Asia Tenggara.
Sehingga rudal yakhont juga ditunjukan untuk mempertahankan wilayah-wilayah yang masih disengketakan antara Indonesia dan Malaysia.
Dengan adanya rudal yakhont bisa menyebabkan reaksi dari angkatan laut di Asia tenggara untuk mengambil langkah-langkah pencegahan, terutama bagi angkatan laut negara-negara yang pulih dari krisis yang memicu untuk melakukan program modernisasi angkatan laut mereka, dengan alasan untuk menyetarakan kemampuan alutsista dengan Indonesia. Di pasar senjata internasional, senjata-senjata tersebut relatif mudah ditemukan karena rudal-rudal anti kapal banyak dijual oleh Rusia dan India yaitu Sunburn dan Brahmos. Sebelumnya India juga menawarkan Brahmos ke Indonesia tetapi Indonesia menolak tawaran tersebut karena lebih memilih Yakhont buatan Rusia.
Kemudian reaksi kedua yaitu melakukan peningkatan kemampuan pencegahan dengan cara melakukan pengadaan Barak, Seawolf dan sistem Aster AMM untuk menetralisir ancaman rudal yakhont yang dimiliki Indonesia walaupun bersifat untuk mempertahankan diri.
Kemudian reaksi ketiga dengan kapal perang yang dilengkapi dengan sistem AMM anti kapal sehingga bisa mengurangi ancaman dari rudal tersebut.
Mengurangi ketegangan dari “Efek Yakhont”
Apapun bentuknya, reaksi ketegangan yang dilakukan rudal Yakhont akan meningkatkan persaingan senjata dalam kawasan regional khususnya angkatan laut. Rudal Yakhont berpotensi mengganggu keseimbangan angkatan laut di Asia tenggara, meskipun Indonesia nyatakan bahwa rudal tersebut hanya dipasang sebatas kapal perang kelas frigat milik TNI AL.
Wilayah ini mungkin memerlukan kepercayaan antar lembaga-lembaga angkatan laut di ASEAN untuk membangun mekanisme untuk mencegah atau mengurangi persaingan senjata yang dilakukan angkatan laut ASEAN. Tapi mungkin sudah saatnya negara-negara di ASEAN untuk mengontrol angkatan laut mereka yang bertujuan untuk meningkatkan transparasi dan membantu untuk memastikan bahwa pengadaaan alutsista angkatan laut di ASEAN tidak lepas kendali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar