Kamis, 28 Juli 2011

RESIMEN PELOPOR SATUAN KHUSUS BRIMOB

Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob. Sementara Resimen I adalah resimen pembentukan dari anggota-anggota Brimob yang berkualifikasi pelopor. Resimen Pelopor merupakan kesatuan khusus Brimob berkualifikasi ranger . Demikian pula Resimen III. Perubahan tersebut berdasarkan Skep Kapolri Nomor 10 tentang pengembangan organisasi Brimob tahun 1995.

Sejarah.
Tanggal 14 November adalah hari bersejarah bagi satuan pemukul utama Polri yaitu Brigade Mobil. Satuan ini dibentuk pada tanggal 14 November 1946 oleh PM Sutan Sjahrir dengan nama Mobile Brigade (Mobbrig). Kesatuan ini beranggotakan mantan polisi istimewa pimpinan Inspektur Polisi I Moehammad Jasin yang turut terlibat dalam pertempuran Surabaya, 10 November 1945. Secara politik, satuan ini dibentuk untuk menghadapi tekanan politik dari tentara dan juga ancaman kudeta dari satuan-satuan tentara.

Korps Brigade Mobile setelah pembentukannya banyak terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dalam Agresi Belanda I dan II. Namun demikian, keunikan pasukan para militer ini adalah sejak tahun 1948 harus menjalankan fungsi ganda yaitu menumpas gerakan separatis dari NKRI yaitu PKI Madiun dan sekaligus menjadi satuan militer atau kombatan dalam menghadapi Belanda.

Pada awal masa kemerdekaan, gangguan separatisme dalam negeri mencapai puncaknya. Gerakan separatisme ini dimulai tahun 1948 oleh PKI di Madiun, kemudian tahun 1949 oleh DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat, setelah itu ada banyak pemberontakan bersenjata berskala besar antara tahun 1950 sampai dengan 1965. Sebagian besar pelaku pemberontakan adalah satuan-satuan militer yang pernah berjuang pada masa Revolusi Fisik tahun 1945-1949. Mereka mempunyai pengalaman tempur dan menjadi bagian dari satuan organik TNI. Pemerintahan Indonesia yang waktu itu menganut sistem demokrasi liberal menghadapi pemberontakan bersenjata dengan mengedepankan aksi polisionil. Pada akhirnya banyak satuan Brimob yang kemudian menjadi tulang punggung operasi pemulihan keamanan di beberapa daerah. Hal ini mendorong pemerintah dan pimpinan Polri waktu itu membentuk kesatuan khusus Brimob dengan kualifikasi pasukan komando. Ide ini kemudian diwujudkan dengan pembentukan pasukan elite dengan nama Rangers. Pada waktu itu, Kapolri dijabat oleh Jenderal (Pol) R.S Soekanto. Nama lengkap kesatuan ini adalah Mobbrig Rangers.

Proses Pembentukan


Proses penyaringan anggota Rangers menggunakan system seleksi yang sama dengan seleksi pasukan komando. Sebelum pembentukan pasukan ini ada beberapa anggota Brimob dengan pangkat Bintara Polisi yang dididik menjadi pasukan khusus dengan instruktur Marinir AS di Okinawa. Adapun beberapa perwira Polri/Brimob dikirim ke AS untuk menjalani pendidikan pasukan khusus. Proses seleksi dilakukan pada tahun 1958 dengan sumber utama dari batalyon-batalyon Brimob di seluruh Indonesia. Namun ada juga proses rekrutmen yang dilakukan dengan sumber dari DKN (Dinas Keamanan Negara) yaitu Biro Intelijen Mabes Polri. Mereka ini bukan anggota Brimob melainkan dari polisi umum. Proses seleksi dilakukan di Watukosek, Porong Jawa Timur yang sampai sekarang menjadi pusat pendidikan Brimob di Indonesia.

Pada saat itu, tidak ada instruktur bagi pendidikan pasukan ini, sehingga untuk latihan fisik menggunakan instruktur pendidikan Brimob, namun untuk kualifikasi keahlian khusus proses yang dilakukan adalah belajar bersama. Pasukan ini dididik untuk menjadi pasukan komando dengan kualifikasi kemampuan menembak jitu (marksman), demolisi (teknik peledakan sekaligus jihandak), perkelahian tangan kosong dan perang hutan (jungle warfare). Teknik bertempur pasukan ini lebih mendekati gaya bertempur Rangers AS yaitu tidak melayani serangan musuh dengan gaya perang infanteri, tetapi pertempuran jarak dekat dengan tujuan merusak moral tempur musuh. Oleh karena itu senjata organic yang dipergunakan satuan ini pada awal pembentukannya adalah M-1 karabin (jungle riffle) senjata buatan AS yang sudah teruji dalam PD II dan Perang Korea, senjata ini efektif dipergunakan marinir AS dalam pertempuran Pasifik. Senjata organic lain adalah jenis sub-machine gun Carl Gustav dan bren MK 3. Dalam bertempur, kekuatan pasukan ini pada level regu atau kompi, oleh karena itu dalam penugasan operasi militer pasukan ini digabungkan dalam batalyon-batalyon infanteri Angkatan Darat sebagai pasukan pengintai (combat intelligence).

Angkatan pertama pendidikan Brimob Rangers ini hanya 80 orang. Meskipun sebenarnya tidak cukup untuk membentuk sebuah kompi, namun angkatan pertama ini tetap disebut sebagai Kompi A Rangers dengan komandan kompi Inspektur Satu Loomy sebagai komandan kompi dan Inspektur Dua Hartino sebagai wadan kompi. Uniknya hampir 80 persen anggota kompi A ini berpangkat Agen Polisi (Bhayangkara Polri) pangkat terendah dalam kepolisian waktu itu. Pangkat Brigadir Polisi hanya ada 12 orang yang berasal dari DKN dan mereka akhirnya bertugas menjadi komandan regu (tim).

Penugasan dan Perubahan

Keuntungan utama membentuk pasukan khusus pada masa konflik adalah pasukan bisa langsung diuji coba di medan pertempuran sebenarnya. Pasukan Brimob Rangers ini menjalani test mission di kawasan Cibeber, Ciawi dan Cikatomas perbatasan Tasikmalaya-Garut Jawa Barat pada tahun 1959. Dalam penugasan ini mereka sering menghadapi penghadangan oleh gerombolan DI/TII dalam jumlah besar. Teknik bertempur anti gerilya teruji dalam test mission ini. Namun demikian, dalam test mission ini akhirnya ada juga anggota Rangers yang tidak siap mental dalam bertempur dan mereka akhirnya harus keluar dari pasukan.

Penugasan resmi operasi militer Brimob Rangers adalah dalam Gerakan Operasi Militer IV di kawasan Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Dalam GOM IV ini pasukan Brimob Rangers menjadi bagian dari Batalyon Infanteri Bangka-Belitung pimpinan Letkol (Inf) Dani Effendi. Penugasan ke Sumatera ini dalam supervisi langsung dari Letjen Ahmad Yani. Pasukan Rangers mempunyai tugas khusus menangkap sisa-sisa pasukan PRRI yang masih bergerilya di hutan Sumatera pimpinan Mayor Malik.

Pasukan Brimob Rangers ini kemudian mengalami perubahan nama menjadi Pelopor pada tahun 1961 pada masa Kapolri Soekarno Djoyonegoro. Hal ini sesuai dengan keinginan Presiden Soekarno yang menghendaki nama Indonesia bagi satuan-satuan TNI/Polri. Pada masa ini pula, Rangers/Pelopor menerima senjata yang menjadi trade mark mereka yaitu AR-15. Penugasan selanjutnya dari pasukan ini adalah menyusup ke Irian Barat/Papua dalam rangka menjadi bagian dari Komando Trikora. Pasukan ini berhasil mendarat di Fak-fak pada bulan Mei 1962 dan terlibat dalam pertempuran dengan Angkatan Darat Belanda. Pasukan ini juga terlibat dalam konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1964. Pada masa ini pasukan Brimob-Rangers Indonesia berhadapan dengan unit elite SAS dari Inggris.

Pada tahun 1972 pasukan ini secara resmi dibubarkan karena perubahan kebijakan politik pemerintah waktu itu nama pasukan ini pada waktu itu adalah Resimen Pelopor (Menpor) dengan markas di Kelapa Dua Cimanggis. Pada saat persiapan Operasi Seroja tahun 1975, pasukan ini dimobilisasi dan dimasukkan dalam pasukan khusus Detasemen Khusus Alap-alap. Namun, karena sebagian besar anggota Menpor yang masuk dalam Densus Alap-alap sudah bertugas sebagai polisi umum dan tidak pernah lagi berlatih sebagai pasukan komando, maka insting pasukan komando mereka jauh berkurang. Akibatnya banyak anggota Menpor yang gugur dalam pertempuran di Timor-Timur saat Operasi Seroja. Sayangnya pada masa inilah pasukan ini dikenang, sehingga kejayaan mereka saat menumpas DI/TII dan PRRI-Permesta, serta penyusupan ke Papua dan Malaysia seolah hilang sama sekali. Oleh karena itu, Brimob Ranger/Resimen Pelopor seolah terlupakan dari sejarah militer Indonesia. Padahal salah satu mantan Komandan Resimen Pelopor adalah Kapolri yang populer yaitu almarhum Jenderal (Pol) Anton Soedjarwo.


http://rixco.multiply.com/journal/item/586

Tidak ada komentar:

Posting Komentar