Jumat, 05 Agustus 2011

Masjid Cheng Ho

Bagi masyarakat Surabaya mungkin keberadaan Masjid Cheng Ho ini sudah banyak diketahui, tetapi bagi orang yang berasal dari luar kota Surabaya masjid ini mungkin bisa menjadi salah satu tempat wisata religi khususnya bagi orang yang beragama islam. Bentuk bangunan yang mirip kelenteng (rumah ibadah umat Tri Dharma). Bangunan gedung didominasi warna merah, hijau, dan kuning. Ornamennya kental nuansa Tiongkok lama, apalagi pintu masuknya menyerupai bentuk pagoda, terdapat juga relief naga dan patung singa dari lilin dengan lafaz Allah dalam huruf Arab di puncak pagoda. Di sisi kiri bangunan terdapat sebuah beduk sebagai pelengkap bangunan masjid.

Nama masjid ini merupakan bentuk penghormatan kepada Cheng Ho, Laksamana asal Cina yang beragama islam. Pada abad ke 15 pada masa Dinasti Ming (1368-1643) orang-orang Tionghoa dari Yunnan mulai berdatangan untuk menyebarkan agama Islam, terutama di pulau Jawa. Yang kemudian Laksamana Cheng Ho (Admiral Zhang Hee) atau yang lebih dikenal dengan Sam Poo Kong atau Pompu Awang pada tahun 1410 dan tahun 1416 dengan armada yang dipimpinnya mendarat di pantai Simongan, Semarang. Selain itu dia juga sebagai utusan Kaisar Yung Lo untuk mengunjungi Raja Majapahit yang juga bertujuan untuk menyebarkan agama Islam.

Masjid ini didirikan atas prakarsa para sesepuh, penasehat, pengurus PITI, dan pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia Jawa Timur serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya. Pembangunan masjid ini diawali dengan peletakkan batu pertama15 Oktober 2001 bertepatan dengan Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Sedangkan pembangunannya baru dilaksanakan10 Maret 2002 dan baru diresmikan pada 13 Oktober 2002.


Perpaduan Gaya Tiongkok dan Arab memang menjadi ciri khas masjid ini. Arsitektur Masjid Cheng Ho diilhami Masjid Niu Jie (Ox Street) di Beijing yang dibangun pada tahun 996 Masehi. Gaya Niu Jie tampak pada bagian puncak, atau atap utama, dan mahkota masjid. Selebihnya, hasil perpaduan arsitektur Timur Tengah dan budaya lokal, Jawa. Arsiteknya Ir. Abdul Aziz dari Bojonegoro.

Atap utama masjid ini bersusun tiga lapis menyerupai bentuk pagoda. Pada puncaknya terdapat lafaz “Allah”. Sedangkan mahkota pada ujung atap lebih condong pada gaya arsitektur Hindu-Jawa. Tatanan atap Masjid Cheng Ho berbentuk segi delapan (pat kwa). Maknanya, “keberuntungan” atau “kejayaan” menurut numorologi Tiongkok kuno. Hitungan atau angka pada bangunan masjid semuanya punya makna. Misalnya, bangunan utama seluas 11 x 9 meter. Angka 11 sebagai ukuran Ka’bah pada awal pembangunannya dan angka 9 merupakan simbol Wali Songo yang dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa. Anak tangga di bagian serambi masjid berjumlah 5, yang diartikan sebagai rukun Islam sedangkan anak tangga di bagian dalam masjid berjumlah 6, yang diartikan sebagai rukum Iman.

Masjid Cheng Ho memiliki kolom sederhana dan dinding dilapisi keramik bermotif batu bata. Di beberapa bagian dihadirkan ornamen horizontal berwarna hijau tua dan biru muda. Pewarnaan itu diulang juga pada bentukan kuda-kuda yang dibiarkan telanjang pada bagian interior. Ada juga bukaan lengkung pada dinding, ciri khas arsitektur India dan Arab. Pada bagian dalam masjid, terdapat podium. Di Tiongkok, podium ini dimaksudkan guna menghindari kelembapan. Podium Masjid Cheng Ho dibagi dua, tinggi dan rendah. Podium yang lebih tinggi terletak pada bangunan utama. Sedangkan yang rendah berada di sayap kanan dan kiri bagian utama masjid.

Lokasi masjid memang di bagian belakang gedung serba guna PITI Jawa Timur di Jalan Gading Nomor 2, Surabaya. Berbagai kegiatan keagamaan dilaksanakan di masjid ini, seperti pengajian, tablig akbar, atau majelis taklim. Kegiatan perayaan hari-hari keagamaan Islam seperti Idul Fitri atau Idul Qurban pun dipusatkan di masjid ini. Kadang halaman masjid ini digunakan untuk resepsi pernikahan dengan latar belakang masjid.

Masjid Cheng Ho dibangun dengan konsep tanpa pintu sebagai symbol keterbukaan. Artinya, siapapun dan dari etnis apapun berhak menggunakan masjid ini untuk beribadah sehingga diharapkan dapat menjembatani segala perbedaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Pada sisi utara masjid Cheng Ho, terdapat relief Muhammad Cheng Ho bersama armada kapalnya yang tangguh dalam mengarungi samudra Hindia. Pesan yang terkandung dalam relief ini, bahwa keturunan Tionghoa di Indonesia, agar tidak risih dan sombong sebagai orang Islam, bukan menjadi hal yang aneh dan luar biasa karena hal itu telah terjadi 600 tahun yang lalu. (berbagai sumber)


http://www.iftfishing.com/city/wilayah/surabaya/masjid-cheng-ho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar