SAMARINDA – Pendirian Kaltim Airlines terus bergulir. Dalam pertemuan antara Pemprov Kaltim dengan DPRD Kaltim, Selasa (24/5) kemarin, dewan meminta supaya tidak menggunakan APBD dalam penyertaan modal dan tidak menggunakan aset.
Pertemuan dihadiri Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, Wakil Gubernur Farid Wadjdy, Sekprov Irianto Lambrie dan seluruh kepala satuan kerja perangkat daerah. Sementara dari legislatif hadir Ketua DPRD Mukmin Faisjal serta Komisi II dan Komisi III.
Dalam paparannya, Gubernur menjelaskan, beberapa pemkab/pemkot sudah menyatakan dukungan. Pemkab Malinau, kata Faroek, sudah siap mengambil saham dan menyiapkan Rp 35 miliar. Sedangkan Berau, masih menurut Gubernur, meminta agar Bandara Kalimarau menjadi home base maskapai ini.
Saat ini, Aviation Holding sebagai perusahaan induk. Sementara BUMN yang menyatakan akan ikut yaitu PT Dirgantara Indonesia dan Penerbangan Nasional yang akan digunakan Air Operator’s Certificate (AOC) untuk beroperasinya Kaltim Airlines. Menurut Gubernur, sebagai investasi awal, diperlukan USD 6 juta atau sekitar Rp 54 miliar.
Dalam pertemuan kemarin, sejumlah anggota DPRD mempertanyakan, bagaimana Perusda Melati Bhakti Satya (MBS) mendapatkan komposisi 51 persen. Menurut anggota Komisi III Andi Harun, dari penilaian panitia khusus (pansus) evaluasi Perusda yang dia ketuai, kekuatan keuangan Perusda tidak akan mampu untuk ikut dalam investasi ini. “Kecuali aset yang dikonversi. Ini harus diwanti-wanti,” tuturnya, usai pertemuan.
Sementara Wakil Ketua Komisi III Darlis Pattalongi mengatakan, Kaltim tidak memiliki “hardware” dan “software” yang mendukung dalam pendirian maskapai ini. “Hardware-nya, banyak bandara yang panjangnya tidak mencukupi untuk pesawat jenis Gran Caravan. Sementara software-nya, kompetensi direksi yang harus diperhatikan,” terang dia.
Dikatakan, sudah banyak pengalaman yang menunjukkan bisnis penerbangan. Di antaranya, Jabar Aviation yang tidak jadi dan pengoperasian Feri Ro-Ro oleh beberapa pemkab/pemkot yang bermasalah.
Sementara Syaparudin, sekretaris Komisi I mengatakan, track record (rekam jejak) Samudra Sukardi yang menjadi konsultan dalam pendirian maskapai, juga kurang baik. Di antaranya, ketika menjadi Direktur Utama Riau Airlines, justru maskapai itu kini di ambang kebangkrutan. “Ini bisnis yang penuh risiko. Jika menggunakan APBD, bisa bermasalah,” ungkapnya.
Sejumlah anggota DPRD juga mengungkapkan, pada dasarnya mendukung Kaltim Air yang akan menjembatani transportasi udara di Kaltim. Tetapi, selama tidak menggunakan APBD atau mengonversi aset pemprov.
Ketua Komisi II Rusman Yaqub mengatakan, pemprov tidak perlu secara langsung turun dalam bisnis ini. Disoroti pula, komunikasi politik yang kurang tentang pendirian masalah ini, di mana pemprov dinilai kurang berkomunikasi dengan DPRD, sedari awal pendirian.
Menjawab itu, Gubernur mengatakan, Riau Airlines mulai menurun justru setelah ditinggalkan Samudra Sukardi. “Nama itu direkomendasikan oleh tokoh-tokoh penerbangan. Tidak sembarangan,” ungkapnya.
Sementara ini, Gubernur menyebutkan, sudah ada tiga pesawat dari PT Dirgantara Indonesia yang siap masuk dalam kerja sama ini. Soal penyertaan modal dari APBD, Gubernur mengaku tidak pernah berpikir hal tersebut. “Tapi kalau Perusda dari kabupaten kota, tentu tidak bisa dilarang,” lanjut dia.
Soal penilaian kurangnya komunikasi, Gubernur mengatakan, dia tidak pernah bermaksud demikian. “Apa yang diberitakan di media, itu semua belum matang. Percayalah, saya tahu kapan harus menyampaikan ini ke legislatif,” terang Faroek. (fel)
Pertemuan dihadiri Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, Wakil Gubernur Farid Wadjdy, Sekprov Irianto Lambrie dan seluruh kepala satuan kerja perangkat daerah. Sementara dari legislatif hadir Ketua DPRD Mukmin Faisjal serta Komisi II dan Komisi III.
Dalam paparannya, Gubernur menjelaskan, beberapa pemkab/pemkot sudah menyatakan dukungan. Pemkab Malinau, kata Faroek, sudah siap mengambil saham dan menyiapkan Rp 35 miliar. Sedangkan Berau, masih menurut Gubernur, meminta agar Bandara Kalimarau menjadi home base maskapai ini.
Saat ini, Aviation Holding sebagai perusahaan induk. Sementara BUMN yang menyatakan akan ikut yaitu PT Dirgantara Indonesia dan Penerbangan Nasional yang akan digunakan Air Operator’s Certificate (AOC) untuk beroperasinya Kaltim Airlines. Menurut Gubernur, sebagai investasi awal, diperlukan USD 6 juta atau sekitar Rp 54 miliar.
Dalam pertemuan kemarin, sejumlah anggota DPRD mempertanyakan, bagaimana Perusda Melati Bhakti Satya (MBS) mendapatkan komposisi 51 persen. Menurut anggota Komisi III Andi Harun, dari penilaian panitia khusus (pansus) evaluasi Perusda yang dia ketuai, kekuatan keuangan Perusda tidak akan mampu untuk ikut dalam investasi ini. “Kecuali aset yang dikonversi. Ini harus diwanti-wanti,” tuturnya, usai pertemuan.
Sementara Wakil Ketua Komisi III Darlis Pattalongi mengatakan, Kaltim tidak memiliki “hardware” dan “software” yang mendukung dalam pendirian maskapai ini. “Hardware-nya, banyak bandara yang panjangnya tidak mencukupi untuk pesawat jenis Gran Caravan. Sementara software-nya, kompetensi direksi yang harus diperhatikan,” terang dia.
Dikatakan, sudah banyak pengalaman yang menunjukkan bisnis penerbangan. Di antaranya, Jabar Aviation yang tidak jadi dan pengoperasian Feri Ro-Ro oleh beberapa pemkab/pemkot yang bermasalah.
Sementara Syaparudin, sekretaris Komisi I mengatakan, track record (rekam jejak) Samudra Sukardi yang menjadi konsultan dalam pendirian maskapai, juga kurang baik. Di antaranya, ketika menjadi Direktur Utama Riau Airlines, justru maskapai itu kini di ambang kebangkrutan. “Ini bisnis yang penuh risiko. Jika menggunakan APBD, bisa bermasalah,” ungkapnya.
Sejumlah anggota DPRD juga mengungkapkan, pada dasarnya mendukung Kaltim Air yang akan menjembatani transportasi udara di Kaltim. Tetapi, selama tidak menggunakan APBD atau mengonversi aset pemprov.
Ketua Komisi II Rusman Yaqub mengatakan, pemprov tidak perlu secara langsung turun dalam bisnis ini. Disoroti pula, komunikasi politik yang kurang tentang pendirian masalah ini, di mana pemprov dinilai kurang berkomunikasi dengan DPRD, sedari awal pendirian.
Menjawab itu, Gubernur mengatakan, Riau Airlines mulai menurun justru setelah ditinggalkan Samudra Sukardi. “Nama itu direkomendasikan oleh tokoh-tokoh penerbangan. Tidak sembarangan,” ungkapnya.
Sementara ini, Gubernur menyebutkan, sudah ada tiga pesawat dari PT Dirgantara Indonesia yang siap masuk dalam kerja sama ini. Soal penyertaan modal dari APBD, Gubernur mengaku tidak pernah berpikir hal tersebut. “Tapi kalau Perusda dari kabupaten kota, tentu tidak bisa dilarang,” lanjut dia.
Soal penilaian kurangnya komunikasi, Gubernur mengatakan, dia tidak pernah bermaksud demikian. “Apa yang diberitakan di media, itu semua belum matang. Percayalah, saya tahu kapan harus menyampaikan ini ke legislatif,” terang Faroek. (fel)
http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=101141
Tidak ada komentar:
Posting Komentar