Warga perbatasan terpakas harus mengantri mendapat tiket pesawat ke Ibukota Kaltim, Samarinda, akibat terbatasanya sarana angkutan udara. Antrian itu tidak jarang harus menunggu bukan hanya bilangan hari tetapi bisa mencapai sebulan lebih baru mendapat giliran.
Kondisi itu sudah dialami warga pedalaman dan perbatasan sejak puluhan tahun. Keluhan dan hibaan bahkan sampai protes juga sudah dilakukan, namun apa daya akibat keterbatasan armada angkutan dan infrastruktur apa yang dirasakan warga perbatasan tidak kunjung berubah.
Warga perbatasan sejak puluhan tahun terpaksa hanya menerima nasib, meskipun sebenarnya mereka tahu suadara-saudara setanah air lainnya sudah hidup dengan berbagai fasilitas memadai.
Bukan itu saja, kekecewaan itu sering dilampiaskan dengan perasaan dan keinginan untuk lepas sebagai warga Negara Indonesia dan ingin menjadi Warga Negara Malaysia yang secara kehidupan dan fasilitas memang harus diakui lebih terjamin.
Sudah banyak pejabat yang datang ke kawasan perbatasan untuk melihat langsung kondisi warga Indonesia di perbatasan pedalaman yang selama ini hanya bisa dijangkau dengan jalur udara dengan kapasitas yang sangat terbatas.
Namun seiring dengan perginya sang pejabat dari tingkat daerah hingga pusat, sirna pulalah harapan warga perbatasan untuk mendapat perhatian sehingga harus berkutat dengan nasib mereka yang harus memenuhi kebutuhan hidup dengan sangat mahal dan tidak jarang yang dibutuhkan juga tidak tersedia.
Banyak warga perbatasan harus menempuh perjalanan panjang dan berliku dengan sarana transportasi apa adanya ke negara tetangga Malaysia untuk memenuhi kebutuhan pokok dan itupun masih harus merasakan kepedihan mendalam karena harga yang ditawarkan pedagang dari negara tetangga sangat mahal.
Kondisi itu harus diterima dengan lapang dada karena tidak ada jalan lain kecuali harus menerima perlakuan tersebut oleh para pedagang dari negara tetangga. Karena kalau harus berbelanja ke negeri sendiri harus mengeluarkan ongkos lebih mahal dan belum tentu bisa dipenuhi lebih cepat.
Harapan untuk mendapat perhatian pemerintah pusat yang selama ini selalu mendengungkan perbatasan sebagai beranda depan negara, namun hingga kini kawasan tersebut masih menjadi bagian belakang yang kondisinya juga masih terbelakang.
Melihat kenyataan itu, satu-satunya harapan adalah bagaimana Pemerintah Provinsi berupaya mengatasi hal itu dengan memanfaatkan pendanaan yang sangat terbatas untuk mengatasi masalah tersebut lebih cepat dan terjangkau.
Dengan harapan upaya yang dilakukan mampu mengatasi masalah yang selama ini memlilit warga perbatasan dan pedalaman yang sebagian hanya bisa didatangi dengan jalur udara dengan armadanya juga sangat terbatas.
Upaya membuka keterisoliran masyarakat Kaltim, terutama di wilayah pedalaman dan perbatasan dengan berbagai cara, mulai dari membangun jalan, jembatan, dermaga penyeberangan, bahkan yang paling baru adalah membangun perusahaan penerbangan sendiri dengan nama Kaltim Airlines.
Keputusan untuk membangun airlines sendiri ini bukan untuk gagah-gagahan atau gengsi semata, tetapi benar-benar diniatkan untuk mempercepat roda ekonomi yang selama ini tidak berputar maksimal, terutama di kawasan pedalaman dan perbatasan.
Semua telah tahu bahwa Provinsi Kaltim sangat luas, yakni mencapai 245,2 ribu kilometer persegi yang merupakan provinsi terluas kedua setelah Papua. Bahkan luasnya melebihi satu setengah kali Pulau Jawa dengan 14 kabupaten/kota.
Kondisi geografis Kaltim sangat beragam mulai dari dataran rendah dengan sungai-sungai besar yang penuh riam berbahaya, hingga perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian tidak lebih dari 1.000 meter. Kondisi ini yang membuat pembangunan infrastruktur di Kaltim memerlukan biaya yang sangat besar dan waktu lama.
Belum lagi masalah labilnya tanah di Kaltim yang sering membuat jalan-jalan yang dibangun anjlok dan longsor akibat tidak dapat menahan beban berat dari angkutan yang terkadang melebihi tonase yang disyaratkan.
"Biaya pemeliharaan jalan di Kaltim sangat tinggi mencapai Rp100 juta per kilometer, sementara anggaran untuk infrastruktur ini sangat terbatas, belum lagi prosedur untuk perbaikannya cukup rumit karena ada jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota. Jalan Trans Kalimantan saja belum selesai-selesai," ujar Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak di hadapan anggota Komisi V DPR yang membidangi Pekerjaan Umum, Telekounikasi dan Perhubungan yang berkunjung ke Kaltim baru-baru ini.
Salah satu jalan "pintas" untuk membuka isolasi ini adalah dengan pembangunan jalur penerbangan (airlines). Karena, penerbangan yang tersedia saat ini dirasakan tidak maksimal. Bahkan, ada penerbangan yang hanya melayani warga perbatasan sekali seminggu dengan armada pesawat yang sebenarnya tidak nyaman untuk sebuah penerbangan dan penumpang yang terbatas.
CEPAT-NYAMAN
Dengan memiliki penerbangan sendiri, sebut saja impian Kaltim Airlines terwujud, maka masyarakat Kaltim di 14 kabupaten/kota akan dapat merasakan trasnportasi yang cepat, nyaman dan murah disbanding dengan airlines lain yang telah beroperasi.
"Dengan niat ikhlas, saya yakin Kaltim Airlines sebagai jembatan udara Kaltim ini dapat terwujud, apalagi program ini sangat pro rakyat. Bayangkan ada 14 bandara di Kaltim yang dapat didarati pesawat, apa tidak tumbuh perekonomian masyarakat, mobilitas masyarakat dan arus barang serta jasa dapat bergerak cepat," ujarnya usai rapat rencana pembentukan Kaltim Airlines di Ruang Rapat Tepian Kantor Gubernur, Selasa (26/4).
Upaya untuk membangun Kaltim Airlines bukan impian semata, karena sejumlah Bandar Udara (Bandara) di Kaltim rata-rata telah memiliki panjang landasan diatas 1.000 meter yang layak didarati pesawat jenis ATR yang berpenumpang mencapai 48 orang.
"Mimpi saya adalah bagaimana menjadikan tiga Bandara di perbatasan tersebut dapat didarati pesawat jenis Hercules. Disamping dapat menjadi sarana pertahanan dan keamanan, dapat juga mengangkut barang kebutuhan pokok masyarakat," ujar Gubernur.
Selama ini, angkutan barang dan penumpang memang disubsidi Pemerintah Provinsi untuk penerbangan ke perbatasan. Jika tidak disubsidi penerbangan regular harga tiketnya dapat mencapai Rp1 juta, tetapi masyarakat cukup membayar di bawah Rp500 ribu saja.
Walau demikian, ujar Gubernur, harga-harga barang di wilayah perbatsan masih sangat mahal karena daya angkut pesawat yang terbatas. Misalnya semen harganya mencapai Rp1 Juta persak (50 kilogram), Bensin 30 ribu per liter, bagaimana masyarakat dapat hidup dan membangun dengan kesenjangan harga sangat tinggi disbanding dengan daerah laindi Kaltim," ujarnya.
Dengan Kaltim Airlines ini, diharapkan memacu perekonomian Kaltim berputar lebih cepat. Dampak yang akan terjadi dengan lancarnya penerbangan tersebut, tumbuhnya perusahaan angkutan bandara, pembangunan hotel dan restoran, perkembangnya usaha souvenir, tumbuhnya usaha kargo dan lain-lain karena mudahnya mobilitas masyarakat, barang dan jasa.
Sejalan dengan pemikiran Gubernur, Consulting Partner dari PC Incorporation, Samudera Sukardi menilai langkah yang dilakukan Provinsi Kaltim untuk membangun Kaltim Airlines merupakan langkah terobosan yang seharusnya dilakukan provinsi yang memiliki wilayah yang luas dan kondisi geografis sulit untuk dihubungkan dengan jalan darat.
"Bayangkan saja seseorang dari Balikpapan ingin melakukan perjalanan ke Sangatta, maka akan memerlukan waktu tempuh lama dan mengharuskannya menginap. Dengan adanya jalur penerbangan, dapat memperpendek jarak, waktu dan mungkin dapat menekan biaya," ujar Samudera Sukardi yang lebih dari 30 tahun dalam jajaran direksi Garuda Indonesia.
Samudera Sukardi yang kini menjabat sebagai Presiden dan CEO Pacific Royale dan Consukting Partner dari PC Aero Incorporation menjelaskan investasi awal yang dibutuhkan untuk mewujudkan Kaltim Airlines mencapai USD 6 juta untuk pengadaan lima unit pesawat dengan system leasing for purchase atau sewa-beli layaknya kredit kepemilikan kendaraan.
"Jika persyaratan badan hukum dan permodalan telah terkumpul, saya optimis Kaltim Airlines dapat terbang perdana 17 Agustus mendatang seiring dengan HUT Proklamasi RI, dengan sistem sewa dan diterbangkan oleh perusahaan mitra yang memiliki lisensi terbang," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kaltim, Zairin Zain mengatakan panjang landasan yang kini dimiliki kabupaten/kota di Kaltim masih berbeda-beda, terpanjang di Bandara Sepinggan Balikpapan dengan landasan 2.250 meter yang akan ditambah hingga 3.250 meter. Sementara sejumlah kabupaten masih memiliki panjang landasan rata-rata 1.100 meter.
"Hanya ada tiga kabupaten yang belum memiliki bandara, yaitu Tana Tidung, Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara. Selebihnya telah memiliki dengan panjang landasan diatas 1.000 meter dan itu dapat didarati pesawat yang secara ekonomis memiliki nilai komerisal untuk mengangkut penumpang," ujarnya.
Bahkan, tiga Bandara di perbatasan, yaitu Data Dawai di Kutai Barat, Long Bawan di Nunukan dan Long Ampung di Malinau, mendapat prioritas peningkatan. Kini ketiga Bandara itu, yakni Long Bawan 1.200 meter, Long Ampung dan Data Dawai masing-masing Data Dawai 1.100 meter.
Selain itu, Zairin menjelaskan seiring dengan rencana pendirian maskapai Kaltim Airlines yang juga mendapat dukungan dari tiga kabupaten/kota di perbatasan, pihaknya juga akan meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) untuk memenuhi permintaan tenaga perhubungan udara.
"Secara SDM kita telah mampu mengelola sejumlah Bandara di Kaltim karena kualifikasi SDM di Perhubungan itu sudah sesuai dengan standar nasional. Kalau memang dibutuhkan kompetensi, kita akan siap meningkatkan," ujarnya.(yuliawan/hmsprov).
Foto: Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak memamerkan pesawat mini pada rapat pembahasan tentang pembentukan Kaltim Airlines. (syaiful/humasprov kaltim)
Kondisi itu sudah dialami warga pedalaman dan perbatasan sejak puluhan tahun. Keluhan dan hibaan bahkan sampai protes juga sudah dilakukan, namun apa daya akibat keterbatasan armada angkutan dan infrastruktur apa yang dirasakan warga perbatasan tidak kunjung berubah.
Warga perbatasan sejak puluhan tahun terpaksa hanya menerima nasib, meskipun sebenarnya mereka tahu suadara-saudara setanah air lainnya sudah hidup dengan berbagai fasilitas memadai.
Bukan itu saja, kekecewaan itu sering dilampiaskan dengan perasaan dan keinginan untuk lepas sebagai warga Negara Indonesia dan ingin menjadi Warga Negara Malaysia yang secara kehidupan dan fasilitas memang harus diakui lebih terjamin.
Sudah banyak pejabat yang datang ke kawasan perbatasan untuk melihat langsung kondisi warga Indonesia di perbatasan pedalaman yang selama ini hanya bisa dijangkau dengan jalur udara dengan kapasitas yang sangat terbatas.
Namun seiring dengan perginya sang pejabat dari tingkat daerah hingga pusat, sirna pulalah harapan warga perbatasan untuk mendapat perhatian sehingga harus berkutat dengan nasib mereka yang harus memenuhi kebutuhan hidup dengan sangat mahal dan tidak jarang yang dibutuhkan juga tidak tersedia.
Banyak warga perbatasan harus menempuh perjalanan panjang dan berliku dengan sarana transportasi apa adanya ke negara tetangga Malaysia untuk memenuhi kebutuhan pokok dan itupun masih harus merasakan kepedihan mendalam karena harga yang ditawarkan pedagang dari negara tetangga sangat mahal.
Kondisi itu harus diterima dengan lapang dada karena tidak ada jalan lain kecuali harus menerima perlakuan tersebut oleh para pedagang dari negara tetangga. Karena kalau harus berbelanja ke negeri sendiri harus mengeluarkan ongkos lebih mahal dan belum tentu bisa dipenuhi lebih cepat.
Harapan untuk mendapat perhatian pemerintah pusat yang selama ini selalu mendengungkan perbatasan sebagai beranda depan negara, namun hingga kini kawasan tersebut masih menjadi bagian belakang yang kondisinya juga masih terbelakang.
Melihat kenyataan itu, satu-satunya harapan adalah bagaimana Pemerintah Provinsi berupaya mengatasi hal itu dengan memanfaatkan pendanaan yang sangat terbatas untuk mengatasi masalah tersebut lebih cepat dan terjangkau.
Dengan harapan upaya yang dilakukan mampu mengatasi masalah yang selama ini memlilit warga perbatasan dan pedalaman yang sebagian hanya bisa didatangi dengan jalur udara dengan armadanya juga sangat terbatas.
Upaya membuka keterisoliran masyarakat Kaltim, terutama di wilayah pedalaman dan perbatasan dengan berbagai cara, mulai dari membangun jalan, jembatan, dermaga penyeberangan, bahkan yang paling baru adalah membangun perusahaan penerbangan sendiri dengan nama Kaltim Airlines.
Keputusan untuk membangun airlines sendiri ini bukan untuk gagah-gagahan atau gengsi semata, tetapi benar-benar diniatkan untuk mempercepat roda ekonomi yang selama ini tidak berputar maksimal, terutama di kawasan pedalaman dan perbatasan.
Semua telah tahu bahwa Provinsi Kaltim sangat luas, yakni mencapai 245,2 ribu kilometer persegi yang merupakan provinsi terluas kedua setelah Papua. Bahkan luasnya melebihi satu setengah kali Pulau Jawa dengan 14 kabupaten/kota.
Kondisi geografis Kaltim sangat beragam mulai dari dataran rendah dengan sungai-sungai besar yang penuh riam berbahaya, hingga perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian tidak lebih dari 1.000 meter. Kondisi ini yang membuat pembangunan infrastruktur di Kaltim memerlukan biaya yang sangat besar dan waktu lama.
Belum lagi masalah labilnya tanah di Kaltim yang sering membuat jalan-jalan yang dibangun anjlok dan longsor akibat tidak dapat menahan beban berat dari angkutan yang terkadang melebihi tonase yang disyaratkan.
"Biaya pemeliharaan jalan di Kaltim sangat tinggi mencapai Rp100 juta per kilometer, sementara anggaran untuk infrastruktur ini sangat terbatas, belum lagi prosedur untuk perbaikannya cukup rumit karena ada jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota. Jalan Trans Kalimantan saja belum selesai-selesai," ujar Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak di hadapan anggota Komisi V DPR yang membidangi Pekerjaan Umum, Telekounikasi dan Perhubungan yang berkunjung ke Kaltim baru-baru ini.
Salah satu jalan "pintas" untuk membuka isolasi ini adalah dengan pembangunan jalur penerbangan (airlines). Karena, penerbangan yang tersedia saat ini dirasakan tidak maksimal. Bahkan, ada penerbangan yang hanya melayani warga perbatasan sekali seminggu dengan armada pesawat yang sebenarnya tidak nyaman untuk sebuah penerbangan dan penumpang yang terbatas.
CEPAT-NYAMAN
Dengan memiliki penerbangan sendiri, sebut saja impian Kaltim Airlines terwujud, maka masyarakat Kaltim di 14 kabupaten/kota akan dapat merasakan trasnportasi yang cepat, nyaman dan murah disbanding dengan airlines lain yang telah beroperasi.
"Dengan niat ikhlas, saya yakin Kaltim Airlines sebagai jembatan udara Kaltim ini dapat terwujud, apalagi program ini sangat pro rakyat. Bayangkan ada 14 bandara di Kaltim yang dapat didarati pesawat, apa tidak tumbuh perekonomian masyarakat, mobilitas masyarakat dan arus barang serta jasa dapat bergerak cepat," ujarnya usai rapat rencana pembentukan Kaltim Airlines di Ruang Rapat Tepian Kantor Gubernur, Selasa (26/4).
Upaya untuk membangun Kaltim Airlines bukan impian semata, karena sejumlah Bandar Udara (Bandara) di Kaltim rata-rata telah memiliki panjang landasan diatas 1.000 meter yang layak didarati pesawat jenis ATR yang berpenumpang mencapai 48 orang.
"Mimpi saya adalah bagaimana menjadikan tiga Bandara di perbatasan tersebut dapat didarati pesawat jenis Hercules. Disamping dapat menjadi sarana pertahanan dan keamanan, dapat juga mengangkut barang kebutuhan pokok masyarakat," ujar Gubernur.
Selama ini, angkutan barang dan penumpang memang disubsidi Pemerintah Provinsi untuk penerbangan ke perbatasan. Jika tidak disubsidi penerbangan regular harga tiketnya dapat mencapai Rp1 juta, tetapi masyarakat cukup membayar di bawah Rp500 ribu saja.
Walau demikian, ujar Gubernur, harga-harga barang di wilayah perbatsan masih sangat mahal karena daya angkut pesawat yang terbatas. Misalnya semen harganya mencapai Rp1 Juta persak (50 kilogram), Bensin 30 ribu per liter, bagaimana masyarakat dapat hidup dan membangun dengan kesenjangan harga sangat tinggi disbanding dengan daerah laindi Kaltim," ujarnya.
Dengan Kaltim Airlines ini, diharapkan memacu perekonomian Kaltim berputar lebih cepat. Dampak yang akan terjadi dengan lancarnya penerbangan tersebut, tumbuhnya perusahaan angkutan bandara, pembangunan hotel dan restoran, perkembangnya usaha souvenir, tumbuhnya usaha kargo dan lain-lain karena mudahnya mobilitas masyarakat, barang dan jasa.
Sejalan dengan pemikiran Gubernur, Consulting Partner dari PC Incorporation, Samudera Sukardi menilai langkah yang dilakukan Provinsi Kaltim untuk membangun Kaltim Airlines merupakan langkah terobosan yang seharusnya dilakukan provinsi yang memiliki wilayah yang luas dan kondisi geografis sulit untuk dihubungkan dengan jalan darat.
"Bayangkan saja seseorang dari Balikpapan ingin melakukan perjalanan ke Sangatta, maka akan memerlukan waktu tempuh lama dan mengharuskannya menginap. Dengan adanya jalur penerbangan, dapat memperpendek jarak, waktu dan mungkin dapat menekan biaya," ujar Samudera Sukardi yang lebih dari 30 tahun dalam jajaran direksi Garuda Indonesia.
Samudera Sukardi yang kini menjabat sebagai Presiden dan CEO Pacific Royale dan Consukting Partner dari PC Aero Incorporation menjelaskan investasi awal yang dibutuhkan untuk mewujudkan Kaltim Airlines mencapai USD 6 juta untuk pengadaan lima unit pesawat dengan system leasing for purchase atau sewa-beli layaknya kredit kepemilikan kendaraan.
"Jika persyaratan badan hukum dan permodalan telah terkumpul, saya optimis Kaltim Airlines dapat terbang perdana 17 Agustus mendatang seiring dengan HUT Proklamasi RI, dengan sistem sewa dan diterbangkan oleh perusahaan mitra yang memiliki lisensi terbang," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kaltim, Zairin Zain mengatakan panjang landasan yang kini dimiliki kabupaten/kota di Kaltim masih berbeda-beda, terpanjang di Bandara Sepinggan Balikpapan dengan landasan 2.250 meter yang akan ditambah hingga 3.250 meter. Sementara sejumlah kabupaten masih memiliki panjang landasan rata-rata 1.100 meter.
"Hanya ada tiga kabupaten yang belum memiliki bandara, yaitu Tana Tidung, Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara. Selebihnya telah memiliki dengan panjang landasan diatas 1.000 meter dan itu dapat didarati pesawat yang secara ekonomis memiliki nilai komerisal untuk mengangkut penumpang," ujarnya.
Bahkan, tiga Bandara di perbatasan, yaitu Data Dawai di Kutai Barat, Long Bawan di Nunukan dan Long Ampung di Malinau, mendapat prioritas peningkatan. Kini ketiga Bandara itu, yakni Long Bawan 1.200 meter, Long Ampung dan Data Dawai masing-masing Data Dawai 1.100 meter.
Selain itu, Zairin menjelaskan seiring dengan rencana pendirian maskapai Kaltim Airlines yang juga mendapat dukungan dari tiga kabupaten/kota di perbatasan, pihaknya juga akan meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) untuk memenuhi permintaan tenaga perhubungan udara.
"Secara SDM kita telah mampu mengelola sejumlah Bandara di Kaltim karena kualifikasi SDM di Perhubungan itu sudah sesuai dengan standar nasional. Kalau memang dibutuhkan kompetensi, kita akan siap meningkatkan," ujarnya.(yuliawan/hmsprov).
Foto: Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak memamerkan pesawat mini pada rapat pembahasan tentang pembentukan Kaltim Airlines. (syaiful/humasprov kaltim)
http://www.kaltimprov.go.id/kaltim.php?page=detailberita&id=5107
Tidak ada komentar:
Posting Komentar