Pembentukan maskapai penerbangan Kaltim Air terancam batal. PT Merex Indonesia mengklaim tak mau bekerja sama dengan Perusda MBS.
DUNIA penerbangan perintis di Kaltim seolah masuk pada titik nadir. Terutama rute penerbangan di utara Kaltim yang tak bisa ditembus melalui jalan darat seperti ke Krayan (Nunukan) atau Long Ampung di Kayan Hulu (Malinau). Rute penerbangan dari dan ke sana dengan ibukota Kaltim semakin tak menentu. Mungkin saja menunggu selesainya proyek BSB (Bandara Samarinda Baru) Sungai Siring, Samarinda, baru normal.
Tidak menentunya penerbangan perintis ke wilayah pedalaman dan perbatasan itu memang menjadi salah satu ‘PR’ Gubernur Awang Faroek Ishak. Tak hanya rutinitas penerbangannya, tapi faktor infrasruktur bandaranya sendiri yang juga kurang menguntungkan. Tak heran kalau perusahaan penerbangan reguler enggan beroperasi di Kaltim, kecuali memilih rute lain dengan arus penumpang lumayan padat.
Kaltim sendiri melalui Gubernur Faroek memang menggebu-gebu ingin membangun usaha penerbangan sendiri. Nama maskapainya pun sudah disebut Kaltim Air yang nanti melayani semua rute penerbangan di Kaltim. Tak tertutup pula operasionalnya ke luar Kaltim. Tapi, persoalannya terganjal pada kesepakatan (MoU) antara PT Merex Indonesia dan Perusda PT MBS (Melati Bhakti Satya) yang masih buntu.
Nota kesepahaman atau MoU (memorandum of understanding) anatar Pemprov – PT Merex Indonesia terancam batal. Pasalnya, PT Merex meminta ke Gubernur Kaltim lewat surat yang dikirim beberapa waktu lalu, agar MoU dengan Perusda MBS tak diteruskan. Bertentangan dengan MoU yang disepakati di Balikpapan, 28 April 2009.
Perwakilan PT Merex Indonesia di Kaltim, Endang Susilowati tidak menampik persoalannya. Ia mengaku, kerja sama dengan Perusda MBS yang notebene milik pemerintah akan menjadi hambatan PT Merex untuk mendapat dana pihak ketiga. Itu terkait ekspansi ke depan jika Kaltim Air terwujud dan menjadi besar. ‘’Kalau bekerjasama dengan Perusda, kami akan kesulitan mendapatkan dana pihak ketiga seperti pemberian kredit dari bank. Cuma itu masalahnya, dan kami masih menunggu jawaban Gubernur,” katanya kepada wartawan.
PT Merex diakuinya sangat komitmen membangun Kaltim Air. Terlebih sudah menggelontorkan sekitar Rp 200 juta untuk studi kelayakannya. Masalah lainnya, PT Merex belum menyerahkan akta perusahaan dan laporan keuangannya. Padahal, Direktur Perusda MBS, Sabri Ramdhany, sesuai keputusan Mendagri harus dicantumkan. “Jika Perusda mengadakan kerja sama dengan swasta, maka pendirian akta perusahaan dan laporan keuangan yang telah diaudit wajib diserahkan,” timpalnya.
Benarkah begitu? Direktur MBS, Sabri Ramdhany mengaku belum ada tanda-tanda menggembirakan terkait pendirian maskapai yang digagas Pemprov Kaltim. Padahal, akunya, MBS telah memberikan draft perjanjian kerja sama sehari setelah penandatanganan MoU yang sampai saat ini belum ada jawaban. “Tahu-tahunya saya dengar PT Merex meminta supaya mendirikan Kaltim Air tanpa Perusda,” terangnya agak kecewa seperti dilansir Kaltim Post hari Senin, 15 Juli 2009.
Sabri pun mengaku, masih banyak yang harus dibahas lebih detail. Antara lain soal pembagian saham antara Pemprov -- PT Merex, pendirian badan hukum Kaltim Air, sususan komisaris, dan jajaran direksi. “Dalam draf itu, jajaran komisaris dan direksi dikosongkan. Nanti PT Merex yang mengajukan sebagai pemegang saham terbesar,’’ ujarnya seraya menimpali pembagian saham nya diperkirakan 30 persen Pemprov (Perusda MBS) dan 70 persen PT Merex. Mungkinkah Kaltim Air itu terwujud atau tak lebih hanya retorika Gubernur Faroek belaka? *shahibul
DUNIA penerbangan perintis di Kaltim seolah masuk pada titik nadir. Terutama rute penerbangan di utara Kaltim yang tak bisa ditembus melalui jalan darat seperti ke Krayan (Nunukan) atau Long Ampung di Kayan Hulu (Malinau). Rute penerbangan dari dan ke sana dengan ibukota Kaltim semakin tak menentu. Mungkin saja menunggu selesainya proyek BSB (Bandara Samarinda Baru) Sungai Siring, Samarinda, baru normal.
Tidak menentunya penerbangan perintis ke wilayah pedalaman dan perbatasan itu memang menjadi salah satu ‘PR’ Gubernur Awang Faroek Ishak. Tak hanya rutinitas penerbangannya, tapi faktor infrasruktur bandaranya sendiri yang juga kurang menguntungkan. Tak heran kalau perusahaan penerbangan reguler enggan beroperasi di Kaltim, kecuali memilih rute lain dengan arus penumpang lumayan padat.
Kaltim sendiri melalui Gubernur Faroek memang menggebu-gebu ingin membangun usaha penerbangan sendiri. Nama maskapainya pun sudah disebut Kaltim Air yang nanti melayani semua rute penerbangan di Kaltim. Tak tertutup pula operasionalnya ke luar Kaltim. Tapi, persoalannya terganjal pada kesepakatan (MoU) antara PT Merex Indonesia dan Perusda PT MBS (Melati Bhakti Satya) yang masih buntu.
Nota kesepahaman atau MoU (memorandum of understanding) anatar Pemprov – PT Merex Indonesia terancam batal. Pasalnya, PT Merex meminta ke Gubernur Kaltim lewat surat yang dikirim beberapa waktu lalu, agar MoU dengan Perusda MBS tak diteruskan. Bertentangan dengan MoU yang disepakati di Balikpapan, 28 April 2009.
Perwakilan PT Merex Indonesia di Kaltim, Endang Susilowati tidak menampik persoalannya. Ia mengaku, kerja sama dengan Perusda MBS yang notebene milik pemerintah akan menjadi hambatan PT Merex untuk mendapat dana pihak ketiga. Itu terkait ekspansi ke depan jika Kaltim Air terwujud dan menjadi besar. ‘’Kalau bekerjasama dengan Perusda, kami akan kesulitan mendapatkan dana pihak ketiga seperti pemberian kredit dari bank. Cuma itu masalahnya, dan kami masih menunggu jawaban Gubernur,” katanya kepada wartawan.
PT Merex diakuinya sangat komitmen membangun Kaltim Air. Terlebih sudah menggelontorkan sekitar Rp 200 juta untuk studi kelayakannya. Masalah lainnya, PT Merex belum menyerahkan akta perusahaan dan laporan keuangannya. Padahal, Direktur Perusda MBS, Sabri Ramdhany, sesuai keputusan Mendagri harus dicantumkan. “Jika Perusda mengadakan kerja sama dengan swasta, maka pendirian akta perusahaan dan laporan keuangan yang telah diaudit wajib diserahkan,” timpalnya.
Benarkah begitu? Direktur MBS, Sabri Ramdhany mengaku belum ada tanda-tanda menggembirakan terkait pendirian maskapai yang digagas Pemprov Kaltim. Padahal, akunya, MBS telah memberikan draft perjanjian kerja sama sehari setelah penandatanganan MoU yang sampai saat ini belum ada jawaban. “Tahu-tahunya saya dengar PT Merex meminta supaya mendirikan Kaltim Air tanpa Perusda,” terangnya agak kecewa seperti dilansir Kaltim Post hari Senin, 15 Juli 2009.
Sabri pun mengaku, masih banyak yang harus dibahas lebih detail. Antara lain soal pembagian saham antara Pemprov -- PT Merex, pendirian badan hukum Kaltim Air, sususan komisaris, dan jajaran direksi. “Dalam draf itu, jajaran komisaris dan direksi dikosongkan. Nanti PT Merex yang mengajukan sebagai pemegang saham terbesar,’’ ujarnya seraya menimpali pembagian saham nya diperkirakan 30 persen Pemprov (Perusda MBS) dan 70 persen PT Merex. Mungkinkah Kaltim Air itu terwujud atau tak lebih hanya retorika Gubernur Faroek belaka? *shahibul
http://www.bongkar.co.id/daerah/samarinda/1065-teganjalnya-mou-kaltim-air.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar