Kamis, 12 Mei 2011

Inilah Profil Dan Kisah Perjalanan Hidup Osama Bin Laden (2 Habis)

Usamah bin Ladin adalah sosok yang kontroversial di mata dunia. Bagi sebagian ia adalah teroris tulen yang seakan berhati dingin dan kejam. Tapi bagi sebagian lain, Usamah adalah simbol perlawanan atas hegemoni Amerika Serikat dan Eropa atas kesewenang-wenangan mereka terhadap dunia Islam.

Tak lupa, Usamah juga pernah bekerja sama dengan AS di Afghanistan untuk mengusir Sovyet. Kini setelah dikabarkan tewas dalam penyergapan di Abbottabad, Pakistan, Usamah tetap menjadi sosok yang misterius. Republika mencoba menguliti sedikit kehidupan pribadi Usamah bin Ladin, keturunan konglomerat Mohammed bin Ladin asal Arab Saudi.

Bagaimana masa kecilnya. Apa yang mempengaruhi pergerakan Usamah. Mengambil bahan dari buku pemenang hadiah Pullitzer 2007, 
The Looming Tower karangan Lawrence Right, berikut cuplikan episode-episode kehidupan Usamah bin Ladin. Selamat menikmati: Afghanistan 1986. Situasi makin memburuk. Di perbatasan Afghanistan-Pakistan, seperti kota Peshawar, ratusan ribu pengungsi Afghanistan mendirikan tenda. Menjadikan wilayah itu salah satu lokasi pengungsian terbesar di dunia. Tahun inilah Ayman al-Zawahiri datang ke Afghanistan. Sebelumnya Zawahiri membuka klinik di Jeddah. Melihat nasib pengungsi yang terlunta-lunta, Zawahiri memboyong seluruh keluarganya ke Peshawar.

Di sinilah ketiga tokoh itu bertemu. Usamah, Abdullah Azzam, dan Ayman al-Zawahiri. Ketiganya punya prioritas yang berbeda. Usamah misalnya murni ingin terjun untuk menegakkan Islam di negara-negara yang tertindas. Azzam sudah menggariskan bahwa dunia Islam butuh suatu gerakan jihad. Bila Afghanistan sudah bisa dimenangkan dan Sovyet hengkang, maka negara target jihad selanjutnya adalah negara-negara selatan Sovyet, Bosnia, Filipina, Kashmir, Asia Tengah, Somalia, Eritrea, dan Spanyol. Azzam sebelunya berpengalaman mendirikan Hamas sebagai faksi lain dari gerakan PLO Yaser Arafat.

Ia mengutip pernyataan Sayyid Qutb soal perlunya pembaruan gerakan Islam internasional dengan dasar ('qaida') yang baru. Dari sinilah asal muasal nama Alqida yang membesarkan nama Usamah. Pertemuan tokoh-tokoh senior pergerakan di Afghanistan memutuskan bahwa dalam waktu paling lambat enam bulan, organisasi Alqaida harus berdiri. Anggota pertamanya adalah 314 orang yang dilatih secara khusus dan siap berjihad di mana pun. "Alqaida adalah salah satu faksi organisasi Islam. Tujuannya untuk menegakkan kalimat Allah SWT dan membuat agamanya berjaya," demikian rekaman pertemuan itu.

Bagaimana soal pendanaan? Aliran uang dari Arab Saudi dan Amerika Serikat mulai seret mengalir ke Afghanistan. Azzam dikenal dekat dengan Badan Intelejen AS (CIA), karena dia kerap bolak-balik Pakistan-Arab Saudi-AS untuk mengajar dan berpidato soal jihad melawan komunisme. Ia membuat skenario, yang disetujui oleh Usamah, agar Alqaidah dipimpin Usamah. Skenario ini didukung Pemerintah Arab Saudi yang khawatir kalau Alqaida dipimpin oleh Azzam akan terbawa ke garis Ikhwanul Muslimin.

Sementaran itu, kesehatan Usamah karena terlalu lama bergerilya di gua dan padang pasir Afghanistan memburuk. Ia kelelahan, terserang malaria, dan darah rendah. Zawahiri harus bolak balik Pakistan-Afghanistan untuk merawat rekannya.

Usamah meninggalkan Afghanistan pada musim gugur 1989. Ia meninggalkan para mujahidin dan gerakan Alqaida yang sudah terbentuk. Pulang kampung, ia mendapat sambutan bak pahlawan. Ia lebih terkenal dari para pangeran Saudi. Uangnya perlahan-lahan mulai mengalir. Sahamnya di Saudi bin Ladin Grup mencapai 27 juta riyal atau tujuh juta dolar AS. Ia punya rumah di Jeddah dan Madinah.

Sementara kehidupan petinggi Arab Saudi, di mata rakyatnya, makin tercela. Penguasa menumpuk kekayaan. Raja Fahd punya perahu mewah seharga 199 juta dolar AS, pesawat jet 747 seharga 150 juta dolar AS. Keluarga kerajaan suka berjudi jutaan dolar AS. Punya istana di Jenewa dan Cannes. Ini belum mencakup aksi mesum yang kerap dilakukan para keluarga kerajaan.

Ketika harga minyak internasional turun di pertengahan 1980-an, perilaku foya-foya keluarga kerajaan tak juga berubah. Mereka kehabisan uang, tapi mereka terus meminjam uang dari bank negara. Setiap investasi yang mau masuk ke Arab dikorupsi lewat komisi. Dinasi Al Saud menjadi sinonim dengan kata korupsi, saking parahnya.

Usamah mulai berkhotbah di sejumlah masjid. Ia kembali ke masalah Palestina. Betapa Amerika Serikat dan sekutu zionisnya mempermalukan Islam di Palestina. "Mereka telah menyerang saudara-saudara kita di Palestina seperti mereka menyerang Muslim dan Arab di berbagai negara," kata Usamah. "Darah umat Islam sudah tumpah. Terlalu banyak darah tumpah! Kita dianggap sebagai domba. Kita dipermalukan," sambung dia.

Ia melanjutkan khotbahnya, "Amerika berperang ke Vietnam. Ribuan mil jauhnya. Membom negara itu dari pesawat. Amerika tidak keluar dari Vietnam sampai mereka kalah. Lebih dari 60 ribu prajurit AS tewas. Sama juga di Palestina. Amerika tidak akan berhenti menyokong Yahudi sampai kita bertindak. Mereka tidak akan berhenti sampai kita berjihad melawan mereka!"

"Yang kita harus lakukan adalah memboikot produk Amerika. Kita harus menjalankan perang ekonomi terhadap AS. Mereka mengambil uang kita dan memberikannya ke Yahudi untuk membunuh saudara-saudara kita di Palestina. Kita harus menyampaikan ini pada setiap orang AS yang kita temui di jalan."

Usamah belakangan mengatakan, kebenciannya membuncah terhadap AS pada 1982. Ketika AS memberi lampu hijau pada Israel untuk menginvasi Lebanon. Namun, aksi Usamah menghujat AS ini sebenarnya berbeda 180 derajat saat perang Afghanistan. Ketika ia menjadi pemimpin perang Afghanistan, Usamah mendekati keluarga kerajaan dan menyampaikan terima kasih pada AS karena membantu Mujahidin.

Pangeran Bandar bin Sultan, dubes Arab Saudi di AS, mengingat Usamah mengatakan, "Terima kasih.. terima kasih pada Ada yang sudah membawa AS membantu kami mengusir kaum sekular dan atheist Sovyet," katanya.

Pernyataan Usamah ini juga bertolak belakang dengan situasi di Arab. Karena negara itu ternyata sangat bergantung pada AS. AS-Arab sangat bergantung satu sama lain. AS membangun industri minyak Arab. AS membangun infrastruktur ARab. Trans World Airlines menjadi contoh maskapai Saudi. Ford Foundation memodernisasi birokrasi Arab. US Corps of Engineers membangun stasiun televisi Arab dan industri pertahanan.

Sebaliknya, Saudi mengirim pelajar-pelajar terpintar mereka ke universitas AS. Lebih dari 30 ribu pelajar Arab per tahun ke AS. Sementara 200 ribu warga AS bekerja di Arab.

Masalah baru muncul pascakeluarnya Sovyet dari Afghanistan. Sebanyak 15-25 ribu pejuang Arab Saudi di Afghanistan kini menganggur. Posisi para pejuang ini cukup unik. Pertama, pemerintah Arab Saudi 'mendukung' mereka berperang ke Afghanistan dengan harapan mereka tidak lagi berbuat ulah di Arab Saudi, seperti menyerang Masjidil Haram. Pemerintah Arab tidak memikirkan bagaimana bila para pejuang itu kembali lagi ke negara asalnya dengan berbagai masalah psikologis dan ingatan perang.

Intelejen Arab akhirnya turun tangan. Para pejuang yang pulang kampung akan diinterogasi selama dua hari. Namun banyak negara menolak kepulangan para pejuang Afghanistan ini. Nasib mereka tragis. Sukses menaklukan Sovyet di Afghanistan, tapi tidak diterima di negaranya sendiri. Mereka ibarat warga tanpa negara. Sebagian akhirnya bertahan atau kembali ke Pakistan dan menjadi warga tetap. Sebagian lainnya menjadi prajurit dalam perang di Kashmir, Kosovo, Bosnia, atau Chechnya. Para pejuang Afghanistan yang tadinya bersatu di bawah Usamah kini terpecah belah di berbagai negara.

Pada Juni 1989, perkembangan menarik terjadi di Sudan, Afrika. Brigjen Omar Hasan al-Bashir dan Hasan al-Turabi melakukan kudeta. Turabi adalah sosok yang mirip Usamah dan Zawahiri. Ia punya visi mendirikan komunitas muslim internasional yang bermarkas di Sudan dan menyebar ke negara lain. Guna mewujudkan visinya, pemerintahan Sudan yang baru mengontak Usamah. Sejak awal, hubungan ini berjalan dalam dua jalur, yaitu bisnis dan pelatihan pejuang Alqaida.

Usamah mendapat dukungan negara dan SDM yang ia butuhkan. Sementara Bin Ladin Group mendapat proyek infrastruktur di berbagai daerah di Sudan. Usamah tertarik, ia akhirnya boyongan pindah dari Afghanistan. Membawa empat istri dan 17 anaknya ke Khartoum.

Kehidupan Usamah di Khartoum berjalan baik secara bisnis dan pelatihan Alqaida. Usamah punya kantor dan rumah yang luas. Ia mempekerjakan pengikut Alqaida dalam bisnis infrastruktur dan agrikultur di Sudan. Tidak ada pelatihan militer yang benar-benar keras di sini. Malahan setiap Jumat para pejuang Alqaida setelah shalat Jumat sibuk bermain sepak bola. Kalaupun ada pelatihan militer, itu dalam skala kecil untuk tetap menjaga kebugaran para pejuang. Pendek kata, Alqaida berubah menjadi organisasi pertanian di Sudan.

Di Sudan pula, Usamah melihat dirinya bisa meniru sosok ayahnya, Mohammed bin Ladin sebagai pebisnis handal. Diperkirakan, Usamah menginvestasikan dana 350 juta dolar AS di Sudan. Ia menjadi salah satu pemilik lahan terbesar di Sudan. Para pejuang Alqaida mendapat gaji 200 dolar AS plus bonus per bulan. Tingkat manajer digaji seribu hingga 1.500 dolar AS.

Lama kelamaan, Usamah merasa kehidupannya di Sudan monoton. Ia berpikir, hidupnya ada di persimpangan. Satu kejadian penting yang melibatkan Amerika Serikat akhirnya membangkitkan semangatnya kembali. Kejadian itu adalah terus menguatnya pengaruh AS di Arab Saudi. Usamah melihat AS berusaha menduduki tanah suci Makkah dan ini tidak bisa dibiarkan.  Pada saat yang sama, pasukan AS singgah sejenak di Yaman untuk meneruskan perjalanan ke Somalia. 'Masuknya' AS ke Yaman dan menuju Somalia dilihat oleh Usamah dan Alqaida sebagai ancaman langsung. Bahwa setelah 'menguasai' Arab Saudi kini AS mengincar Afrika.

Akhir 1992, salah satu teman dekat Usamah sekaligus penasehat Alqaida, Mamdouh Salim (lebih dikenal dengan nama Abu Hajer al-Iraqi) membrief sejumlah petinggi Alqaida tentang situasi terkini di Timur Tengah. Mereka setuju untuk berbuat sesuatu terhadap AS. Meski tindakan ini terlihat 'aneh' karena sebelumnya di perang Afghanistan kedua pihak bahu membahu mengusir Sovyet. Bahkan AS memfasilitasi pejuang Mujahidin untuk berkunjung ke AS dan membantu ratusan juta dolar AS dalam bidang persenjataan.

Imad Mugniyah, salah satu petinggi kelompok Hizbullah bertemu Usamah akhir 1992. Dalam pertemuan itu Mugniyah membeberkan 'keberhasilan' Hizbullah memperlemah AS di Timur Tengah lewat serangan bunuh diri. Mugniyah adalah perancang serangan maut bom bunuh diri ke Kedubes AS dan barak militer AS-Prancis di Beirut. Total korban bom bunuh diri itu mencapai 300 warga AS dan 58 warga Prancis. Dari pemaparan ini, Usamah akhirnya menganggap bahwa bom bunuh diri adalah salah satu langkah efektif untuk memperlemah AS dan sekutunya.

29 Desember 1992, bom meledak di Hotel Movenpick, Aden, Yaman. Bom lainnya meledak di Hotel Goldmohur. Dua bom ini targetnya adalah prajurit AS. Namun dampaknya justru jatuh korban dua rakyat sipil. Seorang turis Australia dan seorang pekerja hotel asal Yaman. Meski demikian, Alqaida bersikukuh bom mereka menakut-takuti militer AS yang ingin masuk ke Somalia. Tapi sebagian anggota Alqaida lainnya mengkritisi bom bunuh diri yang memakan korban sipil ini. Betapa bom bunuh diri sudah mengubah wajah organisasi pejuang mereka. Di titik kritis inilah Abu Hajer masuk dan mendogma petinggi Alqaida lainnya bahwa bom bunuh diri 'dibutuhkan' dalam 'perjuangan' mengusir AS. Korban sipil yang jatuh adalah 'keniscayaan' yang tidak bisa dihindari.

Dogma Abu Hajer ini menjadi visi baru Alqaida. Abu Hajer segera mengeluarkan dua fatwa. Pertama mengotorisasi serangan pada militer AS. Kedua, jatuhnya korban sipil tidak bisa dihindari. Ini membuat gerakan Alqaida berubah total.

Usamah meninggalkan Sudan pada Mei 1996. Ketika datang ke Sudan ia ibarat investor kaya, namun saat keluar dari Khartoum ia nyaris miskin. Uangnya nyaris habis. Pemerintah Sudan mengancam Usamah akan menyerahkannya ke pemerintah AS atau Prancis atas desakan Arab Saudi. Usamah akhirnya sepakat akan kembali ke Afghanistan. Ia membawa keluarganya kembali pindah.

Di Afghanistan, Usamah kembali menempati Tora Bora. Wilayah pegunungan dan gua yang medannya sangat berat. Di sini ia disambut oleh pengikutnya yang masih tersisa. Usamah pun merasa terancam oleh gerakan Taliban yang sedang jaya-jayanya. Ia tidak mengenal gerakan Taliban, meski ia lama di Afghanistan.

Tahun itu juga, Usamah kedatangan tamu bernama Khaled Sheikh Mohammed. Mohammed sebelumnya sempat bekerja bersama Abdullah Azzam. Ia adalah paman dari Ramzi Yousef, pengebom World Trade Center pada 1993. Gaya Mohammed sangat berbeda dengan Usamah. Dia bergaya sangat kosmopolitan, suka minuman keras, bermain perempuan, namun pandai berbahasa asing. Mohammed juga pernah sekolah di AS.

Di depan Usamah dan pengikutnya, Mohammed memaparkan rencananya untuk meruntuhkan AS. Ia mengajukan rencana agar Alqaidah mengebom 12 pesawat jumbo jet AS di atas Samudera Pasifik. Rencana lainnya adalah melatih pilot untuk menabrakan pesawat ke gedung pencakar langit di AS. Usamah tidak terlalu tertarik pada rencana ini. Namun sejak saat itu, benih serangan 11 September 2001 sudah tertanam di benak kedua tokoh ini.

Agustus 1996, Usamah mengumumkan Deklarasi Perang Terhadap AS yang Telah Menduduki Dua Tanah Suci. Deklarasi ini diumumkan ke pers asing. Setahun kemudian, stasiun televisi CNN mewawancarai Usamah di Afghanistan. Inilah wawancara televisi pertama Usamah yang disiarkan ke seluruh dunia. Wartawan CNN, Peter Arnett, berhadapan langsung dengan Usamah.
CNN: Mengapa mengkritik Kerajaan Saudi?
Usamah: Kerajaan Arab Saudi sudah menjadi kaki tangan dari AS. Ini membuat Keluarga Kerajaan harus disingkirkan karena sudah tidak sesuai dengan syariah.
CNN: Mengapa membenci AS?
Usamah: Dukungan AS terhadap Israel adalah penyebab pertama saya mengumumkan perang terhadap AS. Kedua, kehadiran tentara AS di Arab. Warga sipil AS harus angkat kaki dari tanah suci, kalau tidak mereka tidak akan terjamin keamanannya. Amerika saat ini menerapkan standar ganda. Menyebut siapapun yang tidak sejalan dengan mereka sebagai teroris. Amerika mau menduduki negara kami, mencuri sumber daya alam kami, memerintah kami. Kalau kami menolak melakukannya, Amerika menuduh kami sebagai teroris!

Pada 1999, Mohammed Atta, Ramzi bin al-Shibh, Marwah al-Shehhi, dan Ziad Jarrah tiba di Afghanistan dari Hamburg. Mereka masuk kamp pelatihan Alqaidah. Tiga tahun setelah rencana Khaled Sheikh Mohammed menyerang AS dengan pesawat, kini Alqaidah tampaknya akan melaksanakan rencana Mohammed.

Rencana awalnya adalah membajak lima pesawat dari pantai timur AS dan lima pesawat dari Asia. Pesawat akan menabrak sejumlah gedung seperti markas CIA, FBI, Pentagon, Gedung Putih, WTC, dan reaktor nuklir. Usamah awalnya menolak rencana ini. Tapi belakangan pada musim semi 1999, dia memanggil Mohammed dan memberinya lampu hijau.

Usamah dan Mohammed lantas memilih Atta cs untuk melakukan rencana ini. Usamah sendiri yang langsung membriefing Atta cs perihal rencana dahsyatnya. Usamah lantas meminta keempat pria itu kembali ke Hamburg dan mendaftar ke sekolah pilot di AS.

Awal September 2001, Usamah dan Ayman al Zawahiri beserta sejumlah petinggi Alqaidah pindah lokasi dari Tora Bora ke pengunungan Khost, Afghanistan. Usamah mengatakan pada para pengikutnya bahwa sesuatu yang besar akan terjadi dan dampak dari peristiwa itu akan menggabungkan gerakan Muslim di seluruh dunia. Dengan demikian negara superpower seperti AS akan jatuh.

Ada ritual unik yang kerap dilakukan Usamah dan pengikutnya. Usai shalat subuh mereka akan saling bercerita soal mimpi tidur mereka hari itu. Dan beberapa pengikut Usamah mulai memimpikan peristiwa 9/11, padahal mereka tidak pernah tahu rencana 9/11.

"Saya bermimpi kita sedang bermain sepak bola. Tim kita melawan tim Amerika. Herannya, tim kita itu isinya pilot semua. Saya bertanya-tanya dalam mimpi itu, ini pertandingan bola atau kita penumpang pesawat?" kata seorang pengikut Usamah.

Juru bicara Alqaidah, Suleiman Abu Ghaith, bermimpi dia menonton televisi bersama Usamah. Televisi menyiarkan satu keluarga Mesir sedang duduk di meja makan, dan anak tertua keluarga itu sedang menari. Sebuah tulisan di bawah tayangan televisi muncul: 'Untuk membalas anak-anak Al Aqsa, Usamah bin Ladin menyerang Amerika'.

Seorang pengikut lainnya malah bermimpi ada pesawat yang menabrak gedung tinggi. Usamah lantas melarang para pengikutnya membahas mimpi sejenis ini lagi. Ia takut rencananya yang dirancang rapi itu bocor ke pihak AS dan intelejen lainnya.
11 September 2001, New York City
Telinga Barry Mawn berdengung. Ia sedang duduk di kantornya, ketika suara gemuruh yang sangat dahsyat terdengar. Dia menengok ke jendela. Yang ia dengar berikutnya adalah sebuah ledakan dahsyat. Mawn berpikir mungkin ada pesawat jatuh di Sungai Hudson. Dari kejauhan, Mawn melihat gedung World Trade Center diselimuti awan hitam dan asap tebal.

John P O'Neill jr, pakar komputer asal Delaware, sedang di kereta ketika ia melihat asap hitam membumbung tinggi di langit New York. Asap itu berasal dari menara kembar WTC. Beberapa saat sebelumnya, sebuah pesawat berpenumpang dan mengangkut sembilan ribu avtur menabrak WTC. O'Neill jr panik, menelpon ayahnya yang berkantor di WTC. Ayahnya mengatakan ia baik-baik saja dan sudah berada di luar gedung WTC.

Pesawat menabrak perkantoran di WTC. Tepatnya 58 lantai di atas kantor O'Neill sr. Begitu terdengar ledakan dan suara berderik yang sangat keras, para pekerja di kantor O'Neill sr tadinya tidak menyadari apa yang terjadi. Mereka bingung. Ada bom? Gempa bumi? Pikir mereka. Namun dengan teratur mereka keluar dari gedung.

Namun pemandangan dari luar WTC sangat mengerikan. Satu demi satu pekerja di WTC yang putus asa melompat dari gedung tinggi itu. Tubuh mereka melayang-layang sebelum akhirnya membentur tanah. Potongan-potongan tubuh bertebaran. Sepatu-sepatu jatuh dari langit. Abu dan kaca bercampur udara.

Di Afghanistan, para pengikut Usamah sedang sibuk mencari sinyal radio satelit. Akhirnya mereka mendapat sinyal dari BBC Arabic. Pembaca berita mengabarkan ada berita luar biasa dari New York. Pesawat menabrak menara kembar WTC. Anggota Alqaidah yang mendengar hal ini langsung meloncat kegirangan. Usamah ada di antara mereka. "Sabar..sabar," katanya pada para pengikutnya.

Beberapa saat kemudian, pesawat kedua menabrak WTC. Begitu pembaca berita mengabarkan ada dua pesawat yang menabrak WTC, Usamah langsung menangis dan berdoa. Dia mengatakan pada para pengikutnya, bahwa masih ada lagi. Ia mengangkat tangannya dan memberi tanda tiga jari.
Pukul 09.25, usai dua pesawat menabrak WTC, situasi di New York sangat kacau. Langit yang tadinya biru berubah jadi hitam. Serpihan benda-benda melayang di udara. Kertas bertebaran di mana-mana. Mulai dari kertas memo, foto, bon transaksi saham, polis asuransi, melayang-layang hingga berkilometer dari WTC. Sampah abu menumpuk di jalan. Tubuh dan potongan tubuh berserakan. Dari dalam menara kembar tak jarang terlihat orang keluar membawa potongan kaki. Ada seseorang melompat dari WTC namun menimpa serombongan petugas pemadam kebakaran yang baru tiba, semuanya tewas seketika.
Pukul 09.38, pesawat ketiga jatuh di Pentagon. Sebuah gedung yang menjadi simbol kekuatan militer AS. Ketika pesawat jatuh di Pentagon terdengar di radio Usamah di Afghanistan, ia mengangkat tanganya lagi, memberi tanda empat jari. Namun serangan pesawat terakhir, yang harusnya ke Capitol Hill Washington gagal terlaksana karena pesawat jatuh terlebih dulu.

Di New York, beberapa saat setelah pesawat kedua menabrak menara kembar, Barry Mawn sedang berjalan menjauhi pusat kota. Tiba-tiba ia merasa tanah bergetar. Suara seperti kereta tiba di stasiun menggelegar. Angin kencang menerpa. Mawn melihat ke atas. Salah satu menara WTC diselimuti abu, runtuh. Tak berapa lama setelah itu, menara satunya lagi juga ikut runtuh. WTC rata dengan tanah.

Sebuah video kaset dikirim ke stasiun televisi Aljazeera biro Pakistan, 7 Oktober 2001. Isinya adalah Usamah bin Ladin memuji serangan ke WTC. "Itulah Amerika Serikat. Diserang oleh kekuatan Tuhan di titik yang paling lemah. Gedung tertinggi mereka hancur. Terima kasih Tuhan! Kini rakyat AS ketakutan. Dari utara ke selatan dari timur ke barat. Terima kasih Tuhan!" kata Usamah.

"Peristiwa ini telah membelah dunia menjadi dua. Pertama adalah mereka yang percaya. Kedua adalah mereka yang kafir. Semoga Tuhan menjauhkan kita dari kaum kafir. Setiap muslim harus membuat agamanya berjaya. Angin kemenangan telah datang," sambung Usamah. Tayangan ini beredar di tiap televisi di barat. Menjadikan Usamah sebagai musuh nomor satu mereka.

Dalam satu kesempatan, Usamah dan Zawahiri bertemu dengan Khaled bin Ouda di Kandahar. "Kami telah merencanakan dan mengkalkulasi semuanya. Kami mengestimasi korban jatuh dari pihak musuh. Kami sudah memperkirakan penumpang pesawat yang jadi korban dan para penghuni perkantoran di tiga atau empat tingkat dari tempat pesawat menabrak. Saya optimistis terhadap rencana ini," kata Usamah.

Ia menambahkan, "Bahan bakar dari pesawat yang menabrak akan menambah efek panas pada gedung. Baja penopang gedung akan memanas, berubah warna jadi merah, dan kehilangan kekuatannya untuk menopang gedung. Jadi, kalau pesawat menabrak gedung di bagian ini," Usamah menirukan gedung dengan tangannya. "Sebagian dari gedung itu akan hancur. Itulah yang kita harapkan."

Presiden AS George W Bush segera melancarkan serangan ke Afghanistan, terutama wilayah Tora Bora. Tempat Usamah dan pengikutnya bersembunyi. Di kawasan pegunungan batu yang penuh gua ini, Usamah dan Zawahiri berupaya menaikkan semangat anggota Alqaidah. Sebab saban hari mereka dibombardir oleh pesawat tempur AS. "Kekuatan kami hanya sekitar 300 mujahidin," kata Usamah. "Tapi kami mampu menggali seratus lorong bawah tanah yang tersebar di Tora Bora sehingga mereka susah menemukan kami," katanya.

Pada 17 Desember 2001, Usamah menulis surat. Ia merasa dikhianati oleh kaum Muslim yang enggan ikut serta dalam perjuangannya di Afghanistan. Berbeda ketika ia berjuang melawan Sovyet dahulu. Bahkan sekutunya, Taliban, pun menarik dukungan. Hanya sebagian kelompok yang masih setia. "Banyak yang menyerah atau melarikan diri," tulis Usamah.

Pertempuran Tora Bora memperlemah kekuatan Alqaidah. Tapi Usamah dan petinggi Alqaidah selamat karena sudah lari ke Pakistan. Di sini, Usamah menulis: "Saya merasa seluruh Muslim dalam situasi seperti ini adalah saudara. Pengeboman Kedubes AS di Afrika Timur, hancurnya WTC dan Pentagon adalah kemenangan besar. Meski gerakan kami mengalami hadangan luar biasa, tapi peristiwa-peristiwa itu adalah awal dari hancurnya Amerika dan kaum kafir barat setelah bertahun-tahun," katanya.

Surat Usamah juga ditujukan ke istri-istrinya. "Istriku, semoga Tuhan memberkatimu. Kau tahu sejak hari pertama kita menikah, jalan yang kita tempuh tidak akan mulus. Penuh dengan duri dan ranjau. Tapi kau telah melepaskan seluruh kesenangan duniawi, dan keluargamu. Kau memilih hidup dengan keras di sisiku."

Kepada anak-anaknya, Usamah menulis: "Anak-anakku. Maafkan ayahmu ini karena kurang memperhatikan kalian. Ayahmu telah memilih jalan jihad. Jalan yang sukar yang penuh rintangan. Jika tidak dikhianati banyak orang, ayahmu ini akan berjaya."

Usamah lantas menasehati anak-anaknya agar tidak mengikut gerakan Alqaidah. Ia mengutip kata-kata Khalifah Umar bin Khatab yang meminta anaknya Abdullah untuk tidak menjadi khalifah setelah ia meninggal. "Jika memang hidup ini sudah baik, maka biarkanlah. Bila tidak, maka cukup aku saja yang menderita," kata Usamah.

Pada Maret 2002, Alqaidah mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatan mereka di pegunungan Khost. Di atas, pesawat pengintai AS berputar-putar mencari titik titik Alqaidah. Sementara di darat, pasukan koalisi AS-Afghanistan berpencar ke sisi-sisi pegunungan Khost. Mereka terus mengejar Usamah. Titik pertempuran terjadi di lembah Shah-e-Kot, timur Afghanistan. Usamah dan pengikutnya terus terkepung. Tuan tanah lokal yang biasa membantu mereka sudah disogok oleh AS. Jalur suplai makanan dan senjata ditutup.

Namun sejumlah petinggi Alqaidah bisa meloloskan diri ke desa terdekat. Tempat tuan tanah bernama Gula Jan memimpin milisi kecil. Gula adalah simpatisan Taliban. "Saya melihat seseorang Arab yang mengenakan kaca mata hitam dan turban putih. Dia berpakaian seperti Arab tapi bajunya bagus. Dia dikawal dua orang lainnya yang mengenakan turban tertutup," kata Gula Jan.

Pria Arab itu menegurnya dengan sopan dan mengajaknya bergurai. Ia bertanya soal pasukan Afghanista dan lokasi pasukan AS dan Koalisi Utara pemerintah. "Kami takut bertemu mereka, tunjukkan kami jalan rahasia," pinta si pria.

Gula Jan tiba-tiba ingat akan sebuah selebaran yang ditebarkan oleh pasukan AS sebelumnya. Dalam selebaran itu ada wajah yang mirip dengan pria di depannya. Sebuah tulisan besar di selebaran itu: Ayman al Zawahiri, kepalanya seharga 25 juta dolar AS.

Gula Jan kembali bercakap-cakap dengan tamunya. Si Arab mengatakan, "Semoga Tuhan melindungimu dari musuh-musuh Islam. Jangan beritahu mereka darimana kami datang dan ke mana kami pergi," katanya.

Sebuah nomor telepon tertera di selebaran yang ada di tangan Gula Jan. Tapi Gula Jan tak punya telepon. Zawahiri dan penjaganya pun telah hilang di telan debu. Mereka berkuda ke arah pegunungan.


Sumber: http://niponk.blogspot.com/2011/05/inilah-profil-dan-kisah-perjalanan_05.html#ixzz1M6iBaXYd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar