Kisah bermula dari dipanggil pulangnya BJ Habibie(selanjutnya disingkat BJH) ke tanah air pertengahan dekade 70-an. Beliau yang saat itu sudah menjabat sebagai Vice President perusahaan pesawat terbang Jerman, MBB, mendapat misi dari pak Harto untuk membangun kemandirian Iptek.
Ide awal dari BJH adalah bagaimana membangun Iptek bangsa tanpa harus memperlebar celah ketertinggalan Iptek dari negara maju, bahkan untuk semakin memperkecil celah tersebut. Karena jikalau dimulai dengan cara yang konvensional, memulai dengan R&D, maka kita akan makin jauh tertinggal dengan negara-negara maju yang puluhan tahun lebih dulu R&D di berbagai bidang. Disamping itu, menurut istilah yang digunakan BJH, kemungkinan besar hasil yang kita dapat hanyalah "penemuan kembali roda" yang sudah ditemukan oleh negara-2 maju tersebut puluhan tahun sebelumnya. Disisi lain, beliau juga harus mempertimbangkan aspek kemampuan ekonomi bangsa.
Apapun jalan/cara yg akan dipilih sudah pasti memerlukan biaya ekonomi dan investasi yang besar. Singkatnya beliau mencoba mencari jalan tengah agar biaya dan investasi yang besar itu efektif memberikan penguasaan dan pendalaman Iptek yang dapat bersaing secara internasional dan terwujud dalam masa yang relatif singkat . Akhirnya beliau menimbang cara "radikal" (atau "progresif revolusioner" istilah PKI dulu) yang terbaik adalah dengan "4 tahapan transformasi industri".
Ini adalah jalan pintas paling tepat sesuai situasi dan kondisi bangsa. Jenis teknologi/industri yang dipilih pun harus sesuai dengan permasalahan pembangunan bangsa(problem oriented) dan mampu mengatasi problem-problem tersebut. Uraian berikut disadur dari makalah pidatonya di Bonn, Jerman, tahun 1983 berjudul : "Beberapa Pemikiran tentang Strategi Transformasi Industri Suatu Negara Sedang Berkembang".
Contoh identifikasi problem pembangunan oleh BJH adalah: Indonesia sebagai negara kepulauan. Karenanya industri transportasi darat, laut, udara adalah strategis untuk mengatasi problem mobilitas penduduk dan barang(karena itu PTDI,PT PAL, dan PT INKA termasuk dalam industri strategis).
Kemudian industri telekomunikasi dan elektronika (sekarang ditambah informasi/IT) juga mutlak ada sebagai pemersatu dan sarana komunikasi bangsa(karenanya didirikan PT LEN/INTI).
Kemudian setelah mengkaji problem-problem pembangunan yang lainnya, ditentukanlah jenis-jenis industri strategis yang dianggap sebagai solusi mengatasi problem-problem pembangunan tersebut. Jadi lengkapnya bidang-2 industri yang dianggap strategis saat itu adalah:
Industri transportasi laut, udara,dan darat
Industri energi
Industri enjinering/rekayasa dan desain
Industri mesin dan peralatan pertanian
Industri pertahanan
Industri pekerjaan umum/teknik sipil
Kesemuanya oleh pemerintah di wujudkan dalam beberapa BUMNIS. Dikemudian hari, industri-industri yang termasuk dalam BUMNIS ini digabung dalam satu holding company bernama PT Bahana Prakarya Industri Strategis (PT BPIS) sebagai upaya optimasi aspek bisnis. Tujuan lainnya agar jika masing-masing industri strategis ini sudah punya produk unggulan, maka dapat menjadi partner sejajar dengan konglomerasi-2 perusahaan multinasional (Semacam GE, Siemens, Mitsubishi, dll) yang mencari pasar di Indonesia. Diluar industri-industri strategis, juga dibentuk suatu kawasan otoritas khusus untuk industri manufaktur maju yang akan menyaingi Singapura, yaitu Batam.
Kemudian semua industri-industri strategis tersebut di tetapkan sebagai wahana-wahana transformasi industri untuk penguasaan Iptek dalam 4 tahapan yang sistematis :
Lisensi & progressive manufacturing, Sasarannya pengenalan dan penguasaan teknologi produksi/manufacturing yang maju untuk satu produk unggulan yang sudah ada di pasaran,Contoh: C-212
Technology integration, Dengan penguasaan teknik produksi yg maju, mencoba mengintegrasikan komponen-komponen teknologi yang sudah ada menjadi produk baru,Contoh: CN-235
Desain& rancang bangun produk baru unggulan, setelah penguasaan integrasi teknologi, mencoba membangun produk yang sama sekali baru secara mandiri,Contoh:N-250.
R&D, setelah mampu membuat satu produk baru, maka melalui litbang di harapkan dapat diciptakan penyempurnaan,inovasi, modifikasi,atau produk yg lebih maju utk meraih dan mempertahankan keunggulan produk di pasaran internasional,contoh N-2130(pada gambar bawah, masih masuk tahap-3 akhir)
4 Tahapan Transformasi Industri PTDI
Ide awal dari BJH adalah bagaimana membangun Iptek bangsa tanpa harus memperlebar celah ketertinggalan Iptek dari negara maju, bahkan untuk semakin memperkecil celah tersebut. Karena jikalau dimulai dengan cara yang konvensional, memulai dengan R&D, maka kita akan makin jauh tertinggal dengan negara-negara maju yang puluhan tahun lebih dulu R&D di berbagai bidang. Disamping itu, menurut istilah yang digunakan BJH, kemungkinan besar hasil yang kita dapat hanyalah "penemuan kembali roda" yang sudah ditemukan oleh negara-2 maju tersebut puluhan tahun sebelumnya. Disisi lain, beliau juga harus mempertimbangkan aspek kemampuan ekonomi bangsa.
Apapun jalan/cara yg akan dipilih sudah pasti memerlukan biaya ekonomi dan investasi yang besar. Singkatnya beliau mencoba mencari jalan tengah agar biaya dan investasi yang besar itu efektif memberikan penguasaan dan pendalaman Iptek yang dapat bersaing secara internasional dan terwujud dalam masa yang relatif singkat . Akhirnya beliau menimbang cara "radikal" (atau "progresif revolusioner" istilah PKI dulu) yang terbaik adalah dengan "4 tahapan transformasi industri".
Ini adalah jalan pintas paling tepat sesuai situasi dan kondisi bangsa. Jenis teknologi/industri yang dipilih pun harus sesuai dengan permasalahan pembangunan bangsa(problem oriented) dan mampu mengatasi problem-problem tersebut. Uraian berikut disadur dari makalah pidatonya di Bonn, Jerman, tahun 1983 berjudul : "Beberapa Pemikiran tentang Strategi Transformasi Industri Suatu Negara Sedang Berkembang".
Contoh identifikasi problem pembangunan oleh BJH adalah: Indonesia sebagai negara kepulauan. Karenanya industri transportasi darat, laut, udara adalah strategis untuk mengatasi problem mobilitas penduduk dan barang(karena itu PTDI,PT PAL, dan PT INKA termasuk dalam industri strategis).
Kemudian industri telekomunikasi dan elektronika (sekarang ditambah informasi/IT) juga mutlak ada sebagai pemersatu dan sarana komunikasi bangsa(karenanya didirikan PT LEN/INTI).
Kemudian setelah mengkaji problem-problem pembangunan yang lainnya, ditentukanlah jenis-jenis industri strategis yang dianggap sebagai solusi mengatasi problem-problem pembangunan tersebut. Jadi lengkapnya bidang-2 industri yang dianggap strategis saat itu adalah:
Industri transportasi laut, udara,dan darat
Industri energi
Industri enjinering/rekayasa dan desain
Industri mesin dan peralatan pertanian
Industri pertahanan
Industri pekerjaan umum/teknik sipil
Kesemuanya oleh pemerintah di wujudkan dalam beberapa BUMNIS. Dikemudian hari, industri-industri yang termasuk dalam BUMNIS ini digabung dalam satu holding company bernama PT Bahana Prakarya Industri Strategis (PT BPIS) sebagai upaya optimasi aspek bisnis. Tujuan lainnya agar jika masing-masing industri strategis ini sudah punya produk unggulan, maka dapat menjadi partner sejajar dengan konglomerasi-2 perusahaan multinasional (Semacam GE, Siemens, Mitsubishi, dll) yang mencari pasar di Indonesia. Diluar industri-industri strategis, juga dibentuk suatu kawasan otoritas khusus untuk industri manufaktur maju yang akan menyaingi Singapura, yaitu Batam.
Kemudian semua industri-industri strategis tersebut di tetapkan sebagai wahana-wahana transformasi industri untuk penguasaan Iptek dalam 4 tahapan yang sistematis :
Lisensi & progressive manufacturing, Sasarannya pengenalan dan penguasaan teknologi produksi/manufacturing yang maju untuk satu produk unggulan yang sudah ada di pasaran,Contoh: C-212
Technology integration, Dengan penguasaan teknik produksi yg maju, mencoba mengintegrasikan komponen-komponen teknologi yang sudah ada menjadi produk baru,Contoh: CN-235
Desain& rancang bangun produk baru unggulan, setelah penguasaan integrasi teknologi, mencoba membangun produk yang sama sekali baru secara mandiri,Contoh:N-250.
R&D, setelah mampu membuat satu produk baru, maka melalui litbang di harapkan dapat diciptakan penyempurnaan,inovasi, modifikasi,atau produk yg lebih maju utk meraih dan mempertahankan keunggulan produk di pasaran internasional,contoh N-2130(pada gambar bawah, masih masuk tahap-3 akhir)
(Gambar: http://www.indonesian-aerospace.com/book/c2.htm )
Menyiapkan Infrastruktur R&D
Tidak cukup hanya mendesain strategi transformasi industri untuk percepatan penguasaan Iptek industri, BJH juga mempersiapkan infrastruktur Iptek yang lengkap dan kokoh untuk R&D pengembangan sains dan teknologi yang lebih umum dan luas dari cakupan industri-industri strategis diatas. Uraian berikut saya sadur dari buku "Iptek Nasional Pasca Habibie" (DR. Nur Mahmudi Ismail, DR. Mulyanto, 2004).
Infrastruktur iptek tersebut terdiri dari Humanware (SDM iptek), Orgaware (lembaga-lembaga iptek), Technoware ( Laboratorium-2 dan peralatan iptek ) , Infoware ( Pusat dokumentasi dan jaringan informasi iptek), Cultureware ( Skema program penelitian RUK, RUT, RUSNAS,dll).
Garis besarnya sebagai berikut:
Humanware/SDM Iptek : Pemberian beasiswa besar-besaran ke luar negeri pada para pelajar dan mahasiswa berprestasi untuk kemudian mengabdi pada LPND-LPND dan industri-2 strategis pemerintah. Juga tersedia beasiswa S2 dan S3 luarnegeri ataupun studi paska doktoral.
Orgaware/Lembaga2 Iptek: LIPI bertugas merumuskan dan mengkoordinasikan pembangunan Sains, sedang BPPT dengan fungsi yang sama di bidang Teknologi. BATAN, LAPAN, Bakosurtanal,dll Lembaga Penelitian Non-Departemen (LPND) juga termasuk didalamnya.
Technoware : Pemerintah membangun PUSPITEK sebagai pusat laboratorium-2 R&D dari semua divisi-2 yang ada dalam LIPI,BPPT,BATAN,dll. direncanakan juga tadinya akan dibangun technopark didekat PUSPIPTEK-Serpong.
Infoware : Membangun pusat dokumentasi R&D Iptek, jaringan info Iptek dan peneliti. utk hal ini di PUSPIPTEK didirikan Pusdok LIPI.
Cultureware : Untuk membangun budaya riset yang unggul, maka di perlukan skema-2 kerjasama penelitian dari LPND, Litbang Industri, Perguruan-2 Tinggi. Sebab itu didirikan Dewan Riset Nasional(DRN) yang melakukan lembaga kordinasi dan evaluasi riset berupa Kebijakan Satu Pintu(KSP) dalam rangka penajaman,efisiensi,koordinasi dan pencegahan duplikasi tema riset serta penggalangan kemitraan riset dari seluruh lembaga riset pemerintah, litbang industri, dan perguruan tinggi. Beberapa skema riset yang kita kenal seperti Riset Unggulan Terpadu(RUT),Riset Unggulan Terpadu Internasional(RUTI), Riset Unggulan Kemitraan(RUK),Riset Unggulan Nasional(RUSNAS),dll.
Disadari bahwa pembangunan SDM Iptek tidak hanya dihasilkan dengan mendidik SDM tersebut dari S1,S2, sampai S3. Tetapi juga melalui pelibatan SDM tersebut dalam proyek nyata (project oriented) atau penggodokan dalam industri. Maka para periset itupun selain melakukan riset di institusinya, juga terkadang dilibatkan dalam proyek-2 yang ada di industri-2 strategis. Jadi memulai tahapan R&D (dari 4 tahapan transformasi industri) tidak harus menunggu sampai tahap ke 3 selesai. Dapat berjalan paralel dari tahap pertama sekalipun,sehingga budaya riset yang unggul diharapkan sudah matang dan mapan saat tahap ke 4 dimulai. Keunggulan lainnya, menghemat waktu alih teknologi jika dibandingkan cara konvensional yang memulai dengan R&D dulu.
Untuk memayungi kegiatan Iptek secara hukum pun telah disahkan UU Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi(SISNASP3IPTEK). Bahkan sejak 1993 pengembangan Iptek berhasil masuk dalam bidang sendiri di GBHN(Sekarang ini kata-2 Iptek sudah dihapuskan lagi dari GBHN).
BJH juga mendorong terbentuknya Akedemi Ilmu Pengetahuan Indonesia(AIPI) yaitu academy of science-nya Indonesia. Anggotanya terdiri dari ilmuwan-2 pakar terkemuka Indonesia. Harapannya ikut membantu merumuskan dan memantau arah pengembangan ilmu pengetahuan Indonesia. Meskipun akhirnya lembaga ini kurang terdengar gaung dan perannya.
Metoda Lain Transformasi Industri: Studi Kasus Texmaco
Diluar itu, BJH juga merangkul industri swasta nasional yang juga melakukan pendalaman penguasaan Iptek dengan cara yang mereka terapkan sendiri. Contohnya adalah Grup Texmaco, milik pengusaha keturunan India, Marimutu Sinivasan. Texmaco dengan strategi pendalaman industri yang lebih dikenal dengan "pohon industri" dengan penguasaan teknologi makin lama makin dalam dan bergerak dari hilir ke hulu.
Yang awalnya sebagai industri tekstil,Texmaco mulai membangun industri logam, untuk membuat spare part dari mesin-2 tekstil mereka yang rusak, dalam rangka substitusi impor. Sampai akhirnya Texmaco berani membuat mesin tekstil itu sendiri. Bahkan terus bergerak ke hulu dengan memproduksi mesin-2 yang digunakan dalam pembuatan mesin tekstil itu sendiri, semisal mesin CNC.
Keberhasilan Texmaco membuat mereka percaya diri untuk terjun ke dalam industri otomotif dan heavy machinery dengan mendirikan Texmaco Perkasa Engineering. Texmaco memboyong peralatan pabrik dari satu negara Eropa Timur(saya lupa nama negaranya) untuk merintis produk otomotif seperti truk merk Perkasa, traktor untuk pertanian, dll. Tak lupa mereka mendirikan industri spare part dan pengecoran logam pula untuk mendukung industri otomotif dan alat beratnya itu, termasuk nantinya engine otomotif dan sistem transmisi/gearbox. Memang teknologi pabriknya teknologi lama, tapi tak membuat produknya ketinggalan jaman. Karena pada akhirnya Texmaco juga akan berniat merintis pembuatan peralatan pabrik otomotif tersebut untuk memodernisasi fasilitas produksinya. Seperti yang pernah di lakukannya pada industri textil Texmaco. Tidak lupa untuk mensuplai pekerja-2 berkeahlian industri,Texmaco mendirikan STT Texmaco. Atas dasar ini semua, BJH memasukkan Texmaco sebagai salah satu industri strategis dari kalangan swasta nasional.
Ini mirip seperti seorang rekan milis ARC yang menyebutkan, Cina memboyong perusahaan mobil Jerman Zundapp ke Cina. Dan lagi, strategi pendalaman industri model Texmaco ini adalah yang lazim diterapkan oleh perusahaan-perusahaan India di negara asalnya.
Hal-2 diatas semua di rintis bertahap dan jelas tapi pasti oleh BJH selama rentang 30 tahun. Jadi masa itu kita bukan hanya punya program pengembangan Iptek yang jelas arahnya dan sistematis target dan waktu yang ingin dicapai. Tapi juga telah terbentuk Infrastruktur Iptek yang lengkap dan kokoh. Tinggal dioptimalkan fungsi dan koordinasi yang ada dalam struktur Iptek nasional tersebut.
Nasib Iptek Paska BJH
Setelah terjadinya krismon tahun 1997 dan lengsernya BJH dari dunia politik (dengan ditolaknya LPJ presiden Habibie oleh MPR), maka yang terjadi adalah de-habibienisasi besar-2 an oleh tangan-2 IMF maupun lawan-2 politiknya. Hingga hari ini kita tidak melihat program iptek nasional yang jelas dari pemerintah. Yang ada pelan-2 infrastruktur Iptek yang sudah terbangun kuat mulai melemah. SDM Iptek banyak yang cabut ke luar negeri(baca: brain drain untuk dimanfaatkan negara-2 luar), tak ada lagi program beasiswa pelajar dan mahasiswa untuk regenerasi SDM Iptek,Fasilitas riset dan PUSPIPTEK tidak di up-grade, industri-2 strategis di restrukturisasi IMF(termasuk Texmaco), Kawasan otoritas Batam dihilangkan, BPIS dibubarkan, bidang Iptek dihapus dari GBHN, Menristek suatu waktu pernah dijabat oleh "pengamat politik partisan" yang tak ada latar belakang Iptek sama sekali.
Diakui ada kelemahan-2 dalam 20 tahun lebih masa pengabdian BJH di bidang Iptek. Seperti IPTN yang jadi primadona industri strategis, sehingga industri-2 strategis lainnya tertinggal, bahkan ada yang seperti belum terbina. Seperti industri mesin dan peralatan pertanian. Padahal Indonesia adalah kaya akan komoditas, baik pangan, energi maupun bahan tambang. Kalau ini juga dibina dengan baik, maka Indonesia akan lebih makmur karena berhasil memberikan nilai tambah pada produk-2 ekspor komoditasnya. Kita akan mampu ekspor makanan olahan bukan hanya produk mentah pertanian. Kita juga akan mampu ekspor bermacam logam-jadi, tidak hanya ekspor bijih besi,bijih aluminium, bijih tembaga,dll.
Mungkin karena dana yang dianggarkan terbatas maka BJH memilih satu industri strategis untuk membuktikan pada pak Harto dan rakyat Indonesia bahwa strateginya berhasil. Padahal seharusnya semua industri strategis harus jadi pilot project pengembangan industri-2 swasta sejenis di dalam negeri.
Kekurangan lain yang terlihat adalah remunerasi yang diberikan pada SDM Iptek nasional dirasa masih kurang. Dana riset dan SDM Iptek pun masih sangat kecil dari dulu sampai sekarang. Apabila dibandingkan dengan negara-2 tetangga, mereka bisa menganggarkan riset 1-2 % dari GDP. sedang kita kira-2 0,3% saja dari GDP.
Namun seharusnya kekurangan-2 tersebut tidak menjadikan pemerintahan-2 paska BJH menyia-nyiakan atau malah membumi-hanguskan apa-2 yang telah beliau bangun dan rintis dalam 2 dekade. Karena konsep beliau bukanlah konsep yang gagal, malah terbukti berhasil mencapai level teknologi yang diinginkan dalam waktu relatif singkat. Tapi seharusnya memperbaiki dan menyempurnakan apa-2 yang kurang atau belum ada dalam masa 20 tahun lebih tersebut. Apa yang telah diinvestasikan negara dalam industri-2 strategis tidaklah akan sia-2 jika usaha pengembangan dilanjutkan lagi saat ini. Faktanya utang yang dipunyai PTDI masa restrukturisasi IMF dulu tak lebih dari 1% dari dana bail-out BLBI yang ratusan trilyun rupiah. Dana hutang yang harus ditanggung rakyat oleh pengusaha-2 hitam perbankan untuk kepentingan pribadi.Apalagi jika dibanding dana-2 yang dikorup tikus-2 koruptor jika digabungkan.
Alih Teknologi dalam Pengadaan Alustsista
Warisan yang ditinggalkan BJH sungguh suatu aset yang sangat berharga sebagai modal pembangunan Iptek ke depannya. Jika negara-2 jiran ingin mengejar kita ,itu tak akan mudah dilakukan hanya dengan menyiapkan SDM-SDM iptek dalam jumlah besar. Butuh infrastruktur Iptek yang lengkap dan kuat seperti yang sudah kita punya dan juga Strategi penguasaan Iptek yang jelas dan sistematis. Sedang kita sudah punya semua itu, tinggal melanjutkan saja dan akselerasi mengingat ekonomi makro kita makin baik dan stabilitas politik yang kian mapan.
Tidak cukup hanya mendesain strategi transformasi industri untuk percepatan penguasaan Iptek industri, BJH juga mempersiapkan infrastruktur Iptek yang lengkap dan kokoh untuk R&D pengembangan sains dan teknologi yang lebih umum dan luas dari cakupan industri-industri strategis diatas. Uraian berikut saya sadur dari buku "Iptek Nasional Pasca Habibie" (DR. Nur Mahmudi Ismail, DR. Mulyanto, 2004).
Infrastruktur iptek tersebut terdiri dari Humanware (SDM iptek), Orgaware (lembaga-lembaga iptek), Technoware ( Laboratorium-2 dan peralatan iptek ) , Infoware ( Pusat dokumentasi dan jaringan informasi iptek), Cultureware ( Skema program penelitian RUK, RUT, RUSNAS,dll).
Garis besarnya sebagai berikut:
Humanware/SDM Iptek : Pemberian beasiswa besar-besaran ke luar negeri pada para pelajar dan mahasiswa berprestasi untuk kemudian mengabdi pada LPND-LPND dan industri-2 strategis pemerintah. Juga tersedia beasiswa S2 dan S3 luarnegeri ataupun studi paska doktoral.
Orgaware/Lembaga2 Iptek: LIPI bertugas merumuskan dan mengkoordinasikan pembangunan Sains, sedang BPPT dengan fungsi yang sama di bidang Teknologi. BATAN, LAPAN, Bakosurtanal,dll Lembaga Penelitian Non-Departemen (LPND) juga termasuk didalamnya.
Technoware : Pemerintah membangun PUSPITEK sebagai pusat laboratorium-2 R&D dari semua divisi-2 yang ada dalam LIPI,BPPT,BATAN,dll. direncanakan juga tadinya akan dibangun technopark didekat PUSPIPTEK-Serpong.
Infoware : Membangun pusat dokumentasi R&D Iptek, jaringan info Iptek dan peneliti. utk hal ini di PUSPIPTEK didirikan Pusdok LIPI.
Cultureware : Untuk membangun budaya riset yang unggul, maka di perlukan skema-2 kerjasama penelitian dari LPND, Litbang Industri, Perguruan-2 Tinggi. Sebab itu didirikan Dewan Riset Nasional(DRN) yang melakukan lembaga kordinasi dan evaluasi riset berupa Kebijakan Satu Pintu(KSP) dalam rangka penajaman,efisiensi,koordinasi dan pencegahan duplikasi tema riset serta penggalangan kemitraan riset dari seluruh lembaga riset pemerintah, litbang industri, dan perguruan tinggi. Beberapa skema riset yang kita kenal seperti Riset Unggulan Terpadu(RUT),Riset Unggulan Terpadu Internasional(RUTI), Riset Unggulan Kemitraan(RUK),Riset Unggulan Nasional(RUSNAS),dll.
Disadari bahwa pembangunan SDM Iptek tidak hanya dihasilkan dengan mendidik SDM tersebut dari S1,S2, sampai S3. Tetapi juga melalui pelibatan SDM tersebut dalam proyek nyata (project oriented) atau penggodokan dalam industri. Maka para periset itupun selain melakukan riset di institusinya, juga terkadang dilibatkan dalam proyek-2 yang ada di industri-2 strategis. Jadi memulai tahapan R&D (dari 4 tahapan transformasi industri) tidak harus menunggu sampai tahap ke 3 selesai. Dapat berjalan paralel dari tahap pertama sekalipun,sehingga budaya riset yang unggul diharapkan sudah matang dan mapan saat tahap ke 4 dimulai. Keunggulan lainnya, menghemat waktu alih teknologi jika dibandingkan cara konvensional yang memulai dengan R&D dulu.
Untuk memayungi kegiatan Iptek secara hukum pun telah disahkan UU Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi(SISNASP3IPTEK). Bahkan sejak 1993 pengembangan Iptek berhasil masuk dalam bidang sendiri di GBHN(Sekarang ini kata-2 Iptek sudah dihapuskan lagi dari GBHN).
BJH juga mendorong terbentuknya Akedemi Ilmu Pengetahuan Indonesia(AIPI) yaitu academy of science-nya Indonesia. Anggotanya terdiri dari ilmuwan-2 pakar terkemuka Indonesia. Harapannya ikut membantu merumuskan dan memantau arah pengembangan ilmu pengetahuan Indonesia. Meskipun akhirnya lembaga ini kurang terdengar gaung dan perannya.
Metoda Lain Transformasi Industri: Studi Kasus Texmaco
Diluar itu, BJH juga merangkul industri swasta nasional yang juga melakukan pendalaman penguasaan Iptek dengan cara yang mereka terapkan sendiri. Contohnya adalah Grup Texmaco, milik pengusaha keturunan India, Marimutu Sinivasan. Texmaco dengan strategi pendalaman industri yang lebih dikenal dengan "pohon industri" dengan penguasaan teknologi makin lama makin dalam dan bergerak dari hilir ke hulu.
Yang awalnya sebagai industri tekstil,Texmaco mulai membangun industri logam, untuk membuat spare part dari mesin-2 tekstil mereka yang rusak, dalam rangka substitusi impor. Sampai akhirnya Texmaco berani membuat mesin tekstil itu sendiri. Bahkan terus bergerak ke hulu dengan memproduksi mesin-2 yang digunakan dalam pembuatan mesin tekstil itu sendiri, semisal mesin CNC.
Keberhasilan Texmaco membuat mereka percaya diri untuk terjun ke dalam industri otomotif dan heavy machinery dengan mendirikan Texmaco Perkasa Engineering. Texmaco memboyong peralatan pabrik dari satu negara Eropa Timur(saya lupa nama negaranya) untuk merintis produk otomotif seperti truk merk Perkasa, traktor untuk pertanian, dll. Tak lupa mereka mendirikan industri spare part dan pengecoran logam pula untuk mendukung industri otomotif dan alat beratnya itu, termasuk nantinya engine otomotif dan sistem transmisi/gearbox. Memang teknologi pabriknya teknologi lama, tapi tak membuat produknya ketinggalan jaman. Karena pada akhirnya Texmaco juga akan berniat merintis pembuatan peralatan pabrik otomotif tersebut untuk memodernisasi fasilitas produksinya. Seperti yang pernah di lakukannya pada industri textil Texmaco. Tidak lupa untuk mensuplai pekerja-2 berkeahlian industri,Texmaco mendirikan STT Texmaco. Atas dasar ini semua, BJH memasukkan Texmaco sebagai salah satu industri strategis dari kalangan swasta nasional.
Ini mirip seperti seorang rekan milis ARC yang menyebutkan, Cina memboyong perusahaan mobil Jerman Zundapp ke Cina. Dan lagi, strategi pendalaman industri model Texmaco ini adalah yang lazim diterapkan oleh perusahaan-perusahaan India di negara asalnya.
Hal-2 diatas semua di rintis bertahap dan jelas tapi pasti oleh BJH selama rentang 30 tahun. Jadi masa itu kita bukan hanya punya program pengembangan Iptek yang jelas arahnya dan sistematis target dan waktu yang ingin dicapai. Tapi juga telah terbentuk Infrastruktur Iptek yang lengkap dan kokoh. Tinggal dioptimalkan fungsi dan koordinasi yang ada dalam struktur Iptek nasional tersebut.
Nasib Iptek Paska BJH
Setelah terjadinya krismon tahun 1997 dan lengsernya BJH dari dunia politik (dengan ditolaknya LPJ presiden Habibie oleh MPR), maka yang terjadi adalah de-habibienisasi besar-2 an oleh tangan-2 IMF maupun lawan-2 politiknya. Hingga hari ini kita tidak melihat program iptek nasional yang jelas dari pemerintah. Yang ada pelan-2 infrastruktur Iptek yang sudah terbangun kuat mulai melemah. SDM Iptek banyak yang cabut ke luar negeri(baca: brain drain untuk dimanfaatkan negara-2 luar), tak ada lagi program beasiswa pelajar dan mahasiswa untuk regenerasi SDM Iptek,Fasilitas riset dan PUSPIPTEK tidak di up-grade, industri-2 strategis di restrukturisasi IMF(termasuk Texmaco), Kawasan otoritas Batam dihilangkan, BPIS dibubarkan, bidang Iptek dihapus dari GBHN, Menristek suatu waktu pernah dijabat oleh "pengamat politik partisan" yang tak ada latar belakang Iptek sama sekali.
Diakui ada kelemahan-2 dalam 20 tahun lebih masa pengabdian BJH di bidang Iptek. Seperti IPTN yang jadi primadona industri strategis, sehingga industri-2 strategis lainnya tertinggal, bahkan ada yang seperti belum terbina. Seperti industri mesin dan peralatan pertanian. Padahal Indonesia adalah kaya akan komoditas, baik pangan, energi maupun bahan tambang. Kalau ini juga dibina dengan baik, maka Indonesia akan lebih makmur karena berhasil memberikan nilai tambah pada produk-2 ekspor komoditasnya. Kita akan mampu ekspor makanan olahan bukan hanya produk mentah pertanian. Kita juga akan mampu ekspor bermacam logam-jadi, tidak hanya ekspor bijih besi,bijih aluminium, bijih tembaga,dll.
Mungkin karena dana yang dianggarkan terbatas maka BJH memilih satu industri strategis untuk membuktikan pada pak Harto dan rakyat Indonesia bahwa strateginya berhasil. Padahal seharusnya semua industri strategis harus jadi pilot project pengembangan industri-2 swasta sejenis di dalam negeri.
Kekurangan lain yang terlihat adalah remunerasi yang diberikan pada SDM Iptek nasional dirasa masih kurang. Dana riset dan SDM Iptek pun masih sangat kecil dari dulu sampai sekarang. Apabila dibandingkan dengan negara-2 tetangga, mereka bisa menganggarkan riset 1-2 % dari GDP. sedang kita kira-2 0,3% saja dari GDP.
Namun seharusnya kekurangan-2 tersebut tidak menjadikan pemerintahan-2 paska BJH menyia-nyiakan atau malah membumi-hanguskan apa-2 yang telah beliau bangun dan rintis dalam 2 dekade. Karena konsep beliau bukanlah konsep yang gagal, malah terbukti berhasil mencapai level teknologi yang diinginkan dalam waktu relatif singkat. Tapi seharusnya memperbaiki dan menyempurnakan apa-2 yang kurang atau belum ada dalam masa 20 tahun lebih tersebut. Apa yang telah diinvestasikan negara dalam industri-2 strategis tidaklah akan sia-2 jika usaha pengembangan dilanjutkan lagi saat ini. Faktanya utang yang dipunyai PTDI masa restrukturisasi IMF dulu tak lebih dari 1% dari dana bail-out BLBI yang ratusan trilyun rupiah. Dana hutang yang harus ditanggung rakyat oleh pengusaha-2 hitam perbankan untuk kepentingan pribadi.Apalagi jika dibanding dana-2 yang dikorup tikus-2 koruptor jika digabungkan.
Alih Teknologi dalam Pengadaan Alustsista
Warisan yang ditinggalkan BJH sungguh suatu aset yang sangat berharga sebagai modal pembangunan Iptek ke depannya. Jika negara-2 jiran ingin mengejar kita ,itu tak akan mudah dilakukan hanya dengan menyiapkan SDM-SDM iptek dalam jumlah besar. Butuh infrastruktur Iptek yang lengkap dan kuat seperti yang sudah kita punya dan juga Strategi penguasaan Iptek yang jelas dan sistematis. Sedang kita sudah punya semua itu, tinggal melanjutkan saja dan akselerasi mengingat ekonomi makro kita makin baik dan stabilitas politik yang kian mapan.
N-2130
Dalam konteks Industri pertahanan, hal itu bisa dilanjutkan dengan cetak biru rencana pertahanan yang jelas secara jangka panjang, kemudian disinkronkan dengan kemampuan industri strategis nasional untuk menggapai level teknologi yang lebih tinggi. Salah satunya dengan cara Transfer of Technology (ToT) dalam pembuatan alutsista berteknologi tinggi dan unggul. Hingga suatu saat kita bisa mandiri dengan mengandalkan industri pertahanan dalam negeri dan mempertahankan keunggulan teknologi yang kita kuasai untuk dapat bersaing dengan teknologi-2 alutsista luar negeri. Efek deteren yang didapat akan berlipat ganda ketimbang hanya sebagai pembeli dan pemakai alutsista teknologi canggih paling mutakhir sekalipun.
Itu sebabnya saya pribadi selalu mendukung bila ada pembelian alutsista dengan skema ToT, karena melihat keseriusan pemerintah mengembangkan teknologi sendiri belum terlihat seperti saat sebelum Krismon 1997. Jadi proyek ToT alutsista adalah satu jalan yang lebih realistis untuk sekarang ini. Sedikit kurang canggih dari yang dipunyai negara tetangga tidak apa-2 (tapi tetap ada efek deteren), asalkan kita tak hanya mampu membeli tapi mampu membuatnya lagi. Intinya level penguasaan teknologi selalu bertambah.
Namun sekali lagi juga diperlukan kesungguhan pemerintah membentuk postur pertahanan yang disegani. Jika Presiden SBY sudah menyatakan anggaran pertahanan akan dinaikkan jadi 1,5 % dari GDP, seharusnya kita dapat memesan alusista yang belum bisa di buat di dalam negeri dalam jumlah yang signifikan. Karena seperti pernah seorang rekan milis ARC ungkapkan, ada semacam rule of thumb dalam pembelian alutsita. Kalau dibawah selusin ya beli di luar, tapi mungkin gak dikasih ToT. Kalau beli puluhan ya bisa lisensi. Kalau beli ratusan baru akan ekonomis untuk buat sendiri atau kerjasama.
Civis Pacem Parabellum: Kemandirian Teknologi, Aspek Penting Ketahanan Nasional
Kesimpulannya sekarang tergantung pemerintahan yang berkuasa, apakah mau berpihak pada penguasaan Iptek dan inovasi? karena suatu penemuan teknologi,walaupun sederhana nampaknya, bisa jadi faktor yang menentukan kemenangan manakala satu negara berperang dengan negara lain.
Contoh sejarah, saat pasukan Normandy di abad pertengahan mengalahkan tentara Anglo-Saxon di pertempuran Hastings. Anglo-Saxon yang mengandalkan pasukan infantri berat( heavy armoured) tidak menyangka pasukan kavaleri Normandy yang biasanya tak banyak berkutik menghadapi infantri berat kali ini justru yang memporakporandakan barisan infantri berat tersebut. Kuncinya ada pada penemuan sanggurdi (pijakan kaki) yang dipasang pada pelana kuda. Sebelum ditemukannya sanggurdi, bertempur dari atas kuda adalah hal yang sulit karena tak ada kontrol keseimbangan. Jadi mudah dijatuhkan oleh pasukan infantri biasa sekalipun. Namun kali ini dengan sanggurdi, pasukan kavaleri Normandy dapat bermanuver dan bertempur dengan stabil dan prima. Sehingga dengan mudah menghancurkan barisan infantri lawan.
Contoh lain adalah datangnya bangsa Eropa menjajah Nusantara. Kerajaan Nusantara yang masih bertempur menggunakan senjata tajam, sangat mudah ditaklukan oleh tentara Eropa yang sudah familiar dengan mesiu dan artileri, sekalipun mereka berjumlah lebih sedikit.
Sekarang, bagaimana bisa kita merasa aman beli alutsista mutakhir yang gelombang frekuensi operasinya sudah diketahui negara pembuat. Ataupun teknologinya terkomputerisasi sedemikian canggih namun membuat kita bergantung pada pemeliharaannya. Dan mungkin juga ada"patch file" yang ditanam dalam softwarenya yang setiap saat bisa diaktifkan produsen senjata untuk melumpuhkan sistem tersebut. Ingat kasus Irak di perang teluk pertama, denah dan rancangan kompleks bunker-2 Irak dibongkar oleh sang desainer sendiri yang orang Jerman. Memungkinkan AS merintis pengembangan "bunker buster" dan melumpuhkan sistem pertahanan bawah tanah Irak.
Jadi jangan pernah meremehkan penguasaan teknologi, sekalipun negara kita nanti sudah kaya dan mampu beli banyak alutsista canggih macam manapun. Kalau bermimpi saja kita tidak berani bagaimana mau memulainya. So "Never give up the dreams" kata Honda.
A QUEST BEGINS WITH THE FIRST DREAMA JOURNEY BEGINS WITH THE FIRST STEP(mallinski)*Tulisan yang sama pernah dimuat dalam milis ARC, dengan beberapa penyesuaian seperlunya.** Dari berbagai Sumber
Dalam konteks Industri pertahanan, hal itu bisa dilanjutkan dengan cetak biru rencana pertahanan yang jelas secara jangka panjang, kemudian disinkronkan dengan kemampuan industri strategis nasional untuk menggapai level teknologi yang lebih tinggi. Salah satunya dengan cara Transfer of Technology (ToT) dalam pembuatan alutsista berteknologi tinggi dan unggul. Hingga suatu saat kita bisa mandiri dengan mengandalkan industri pertahanan dalam negeri dan mempertahankan keunggulan teknologi yang kita kuasai untuk dapat bersaing dengan teknologi-2 alutsista luar negeri. Efek deteren yang didapat akan berlipat ganda ketimbang hanya sebagai pembeli dan pemakai alutsista teknologi canggih paling mutakhir sekalipun.
Itu sebabnya saya pribadi selalu mendukung bila ada pembelian alutsista dengan skema ToT, karena melihat keseriusan pemerintah mengembangkan teknologi sendiri belum terlihat seperti saat sebelum Krismon 1997. Jadi proyek ToT alutsista adalah satu jalan yang lebih realistis untuk sekarang ini. Sedikit kurang canggih dari yang dipunyai negara tetangga tidak apa-2 (tapi tetap ada efek deteren), asalkan kita tak hanya mampu membeli tapi mampu membuatnya lagi. Intinya level penguasaan teknologi selalu bertambah.
Namun sekali lagi juga diperlukan kesungguhan pemerintah membentuk postur pertahanan yang disegani. Jika Presiden SBY sudah menyatakan anggaran pertahanan akan dinaikkan jadi 1,5 % dari GDP, seharusnya kita dapat memesan alusista yang belum bisa di buat di dalam negeri dalam jumlah yang signifikan. Karena seperti pernah seorang rekan milis ARC ungkapkan, ada semacam rule of thumb dalam pembelian alutsita. Kalau dibawah selusin ya beli di luar, tapi mungkin gak dikasih ToT. Kalau beli puluhan ya bisa lisensi. Kalau beli ratusan baru akan ekonomis untuk buat sendiri atau kerjasama.
Civis Pacem Parabellum: Kemandirian Teknologi, Aspek Penting Ketahanan Nasional
Kesimpulannya sekarang tergantung pemerintahan yang berkuasa, apakah mau berpihak pada penguasaan Iptek dan inovasi? karena suatu penemuan teknologi,walaupun sederhana nampaknya, bisa jadi faktor yang menentukan kemenangan manakala satu negara berperang dengan negara lain.
Contoh sejarah, saat pasukan Normandy di abad pertengahan mengalahkan tentara Anglo-Saxon di pertempuran Hastings. Anglo-Saxon yang mengandalkan pasukan infantri berat( heavy armoured) tidak menyangka pasukan kavaleri Normandy yang biasanya tak banyak berkutik menghadapi infantri berat kali ini justru yang memporakporandakan barisan infantri berat tersebut. Kuncinya ada pada penemuan sanggurdi (pijakan kaki) yang dipasang pada pelana kuda. Sebelum ditemukannya sanggurdi, bertempur dari atas kuda adalah hal yang sulit karena tak ada kontrol keseimbangan. Jadi mudah dijatuhkan oleh pasukan infantri biasa sekalipun. Namun kali ini dengan sanggurdi, pasukan kavaleri Normandy dapat bermanuver dan bertempur dengan stabil dan prima. Sehingga dengan mudah menghancurkan barisan infantri lawan.
Contoh lain adalah datangnya bangsa Eropa menjajah Nusantara. Kerajaan Nusantara yang masih bertempur menggunakan senjata tajam, sangat mudah ditaklukan oleh tentara Eropa yang sudah familiar dengan mesiu dan artileri, sekalipun mereka berjumlah lebih sedikit.
Sekarang, bagaimana bisa kita merasa aman beli alutsista mutakhir yang gelombang frekuensi operasinya sudah diketahui negara pembuat. Ataupun teknologinya terkomputerisasi sedemikian canggih namun membuat kita bergantung pada pemeliharaannya. Dan mungkin juga ada"patch file" yang ditanam dalam softwarenya yang setiap saat bisa diaktifkan produsen senjata untuk melumpuhkan sistem tersebut. Ingat kasus Irak di perang teluk pertama, denah dan rancangan kompleks bunker-2 Irak dibongkar oleh sang desainer sendiri yang orang Jerman. Memungkinkan AS merintis pengembangan "bunker buster" dan melumpuhkan sistem pertahanan bawah tanah Irak.
Jadi jangan pernah meremehkan penguasaan teknologi, sekalipun negara kita nanti sudah kaya dan mampu beli banyak alutsista canggih macam manapun. Kalau bermimpi saja kita tidak berani bagaimana mau memulainya. So "Never give up the dreams" kata Honda.
A QUEST BEGINS WITH THE FIRST DREAMA JOURNEY BEGINS WITH THE FIRST STEP(mallinski)*Tulisan yang sama pernah dimuat dalam milis ARC, dengan beberapa penyesuaian seperlunya.** Dari berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar