Air terjun di Kecamatan Krayan. potensi wisata yang belum banyak digali.
KECAMATAN Krayan terletak di bagian barat Nunukan dan berbatasan dengan Serawak, Malaysia. Terdiri dari 65 desa dengan pusat pemerintahan di Long Bawan. Jumlah penduduknya sekitar 8.000 jiwa yang sebagian besar ialah penduduk asli pedalaman Kalimantan yaitu Suku Dayak Lundayeh.
Untuk tiba di Krayan, harus melalui transportasi udara dengan penerbangan dari Bandara Nunukan ke lapangan terbang perintis Long Bawan. Penerbangan dilalui dalam waktu kurang lebih satu jam. Tapi, perjalanan itu tak seberapa dibanding apa yang didapat di sana. Di Krayan, tepatnya di Desa Lembudud, pengunjung akan disambut keramahan dan paras cantik gadis Suku Dayak Lundayeh.
Mereka masyarakat yang sudah sadar wisata. Aktivitas kepariwisataan di sana dikelola Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo (Formadat). “Sebagian warga membuat kerajinan tangan dalam kesehariannya,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Nunukan Petrus Kanisius saat menemani peserta Journalist Tourism Tour Disbudpar Kaltim, Jumat (21/5) lalu.
Kerajinan itu berupa ukiran, sarung mandau, tameng, topi, dan sebagainya untuk dijual kepada wisatawan. Harganya pun lumayan menguras kantong, contohnya baju kulit kayu mereka jual Rp 300.000. Ada banyak hal unik di Krayan. Padi gunung dan buah-buahan hutan melimpah sepanjang tahun di sana, tanpa pupuk dan tak perlu obat anti hama.
Beras produksi Krayan pun berbeda dengan beras biasa. Beras Adan namanya. Butirnya lebih kecil dari biasa, dan warnanya lebih putih. Beras Adan merupakan produk unggul organik, yang banyak dipasarkan ke Malaysia dan Brunei. Beras ini jika sudah dimasak rasanya pulen.
“Orang bilang kalau sudah makan nasi dari beras Adan, rasanya nggak mau berhenti,” kata Petrus. Selain itu, beras Adan tentu menyehatkan karena tidak ada unsur non-organik dalam proses tanamnya. Menurut Petrus, beras itu lebih banyak dipasarkan ke negara tetangga karena lebih mudah pengirimannya, serta masyarakat sana sudah terbiasa dengan makanan organik.
Tidak hanya beras, Krayan juga punya produk unik lainnya, yakni garam gunung hasil dari pengolahan sumur air bergaram. Di Desa Lembudud terdapat beberapa sumur berair asin. Dari sumur itu ibu-ibu mengubahnya menjadi garam.
Namun, bukan itu daya tarik utama Krayan. Letaknya yang “monumental” lebih dari 1.000 meter di atas permukaan air laut serta alamnya yang masih alami menjadikan Krayan sangat menarik untuk dijelajahi. Terutama bagi penggemar wisata mendalami kehidupan tradisional dan menjelajah hutan (living culture and jungle tracking). “Itulah yang dicari wisatawan asing di Bario (daerah di Serawak, Malaysia, yang berbatasan langsung dengan Desa Lembudud, Krayan, Red.)” terang Petrus.
Ada 6.000 wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Bario setiap tahunnya dan ingin melanjutkan perjalanan wisata ke Krayan. Tapi dari jumlah itu, hanya 200-300 wisatawan yang nekat pergi ke Krayan untuk menikmati keindahan alamnya. Data tersebut disampaikan Seksi Ekowisata Formadat, Alex Balang.
Kendala utama wisman mengunjungi Krayan adalah izin melewati perbatasan. Mereka tidak boleh melewati perbatasan Bario-Lembudud karena daerah itu bukan pintu masuk legal. “Saya sudah berkoordinasi dengan Kepala Kantor Imigrasi Nunukan untuk mengeluarkan kebijakan untuk memudahkan wisman yang ingin masuk ke Krayan melalui Bario. Tetapi dia tidak bisa memutuskan,” kata Petrus.
Ia mengatakan, pihak imigrasi beralasan hal itu adalah kewenangan kantor imigrasi pusat. Untuk itu, Petrus sangat berharap Pemkab Nunukan maupun Pemprov Kaltim mau bersama-sama memikirkan solusi masalah ini. “Mungkin dengan menjembatani komunikasi ke pihak imigrasi,” ujarnya.
Dari keterangan Alex Balang, sebanyak 6.000 wisman itu benar-benar berhasrat mengunjungi alam Krayan. Mereka ingin menjelajahi hutan yang masih asli di Krayan, bermalam di alam terbuka. Belum lagi objek wisata arum jeram dan perbukitan yang bisa dijadikan arena terbang layang.
“Satu wisman rata-rata menghabiskan Rp 8 juta untuk satu paket perjalanan ke Krayan,” kata Petrus. Maka jika urusan izin masuk dari Bario ke Krayan bisa dipermudah, bukan tidak mungkin 6.000 wisman yang mengunjungi Bario beralih ke Krayan. Maka sekitar Rp 48 miliar akan berputar di Krayan dan memberi efek positif bagi perekonomian di Nunukan pada umumnya. “Apalagi hutan di Bario mulai rusak. Beda dengan alam Krayan yang masih alami. Mereka sebenarnya lebih tertarik ke Krayan,” ujarnya.
Kabid Destinasi Disbudpar Kaltim, Syaiful Bahri mengatakan akan menyampaikan masukan Petrus. “Krayan memang salah satu objek wisata unggulan di Nunukan yang sangat potensial. Sayang kalau tidak diperhatikan,” katanya. (achmad ridwan/habis)
Ada sepercik surga wisata tercecer di Kabupaten Nunukan yang belum tercium masyarakat luas, termasuk pemerintah daerah Kaltim, yakni Krayan. Daerah dataran tinggi ini sebenarnya diminati ribuan wisatawan mancanegara. Tapi sebagian besar tidak bisa menyicip keindahan Krayan. Apa sebab?
KECAMATAN Krayan terletak di bagian barat Nunukan dan berbatasan dengan Serawak, Malaysia. Terdiri dari 65 desa dengan pusat pemerintahan di Long Bawan. Jumlah penduduknya sekitar 8.000 jiwa yang sebagian besar ialah penduduk asli pedalaman Kalimantan yaitu Suku Dayak Lundayeh.
Untuk tiba di Krayan, harus melalui transportasi udara dengan penerbangan dari Bandara Nunukan ke lapangan terbang perintis Long Bawan. Penerbangan dilalui dalam waktu kurang lebih satu jam. Tapi, perjalanan itu tak seberapa dibanding apa yang didapat di sana. Di Krayan, tepatnya di Desa Lembudud, pengunjung akan disambut keramahan dan paras cantik gadis Suku Dayak Lundayeh.
Mereka masyarakat yang sudah sadar wisata. Aktivitas kepariwisataan di sana dikelola Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo (Formadat). “Sebagian warga membuat kerajinan tangan dalam kesehariannya,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Nunukan Petrus Kanisius saat menemani peserta Journalist Tourism Tour Disbudpar Kaltim, Jumat (21/5) lalu.
Kerajinan itu berupa ukiran, sarung mandau, tameng, topi, dan sebagainya untuk dijual kepada wisatawan. Harganya pun lumayan menguras kantong, contohnya baju kulit kayu mereka jual Rp 300.000. Ada banyak hal unik di Krayan. Padi gunung dan buah-buahan hutan melimpah sepanjang tahun di sana, tanpa pupuk dan tak perlu obat anti hama.
Beras produksi Krayan pun berbeda dengan beras biasa. Beras Adan namanya. Butirnya lebih kecil dari biasa, dan warnanya lebih putih. Beras Adan merupakan produk unggul organik, yang banyak dipasarkan ke Malaysia dan Brunei. Beras ini jika sudah dimasak rasanya pulen.
“Orang bilang kalau sudah makan nasi dari beras Adan, rasanya nggak mau berhenti,” kata Petrus. Selain itu, beras Adan tentu menyehatkan karena tidak ada unsur non-organik dalam proses tanamnya. Menurut Petrus, beras itu lebih banyak dipasarkan ke negara tetangga karena lebih mudah pengirimannya, serta masyarakat sana sudah terbiasa dengan makanan organik.
Tidak hanya beras, Krayan juga punya produk unik lainnya, yakni garam gunung hasil dari pengolahan sumur air bergaram. Di Desa Lembudud terdapat beberapa sumur berair asin. Dari sumur itu ibu-ibu mengubahnya menjadi garam.
Namun, bukan itu daya tarik utama Krayan. Letaknya yang “monumental” lebih dari 1.000 meter di atas permukaan air laut serta alamnya yang masih alami menjadikan Krayan sangat menarik untuk dijelajahi. Terutama bagi penggemar wisata mendalami kehidupan tradisional dan menjelajah hutan (living culture and jungle tracking). “Itulah yang dicari wisatawan asing di Bario (daerah di Serawak, Malaysia, yang berbatasan langsung dengan Desa Lembudud, Krayan, Red.)” terang Petrus.
Ada 6.000 wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Bario setiap tahunnya dan ingin melanjutkan perjalanan wisata ke Krayan. Tapi dari jumlah itu, hanya 200-300 wisatawan yang nekat pergi ke Krayan untuk menikmati keindahan alamnya. Data tersebut disampaikan Seksi Ekowisata Formadat, Alex Balang.
Kendala utama wisman mengunjungi Krayan adalah izin melewati perbatasan. Mereka tidak boleh melewati perbatasan Bario-Lembudud karena daerah itu bukan pintu masuk legal. “Saya sudah berkoordinasi dengan Kepala Kantor Imigrasi Nunukan untuk mengeluarkan kebijakan untuk memudahkan wisman yang ingin masuk ke Krayan melalui Bario. Tetapi dia tidak bisa memutuskan,” kata Petrus.
Ia mengatakan, pihak imigrasi beralasan hal itu adalah kewenangan kantor imigrasi pusat. Untuk itu, Petrus sangat berharap Pemkab Nunukan maupun Pemprov Kaltim mau bersama-sama memikirkan solusi masalah ini. “Mungkin dengan menjembatani komunikasi ke pihak imigrasi,” ujarnya.
Dari keterangan Alex Balang, sebanyak 6.000 wisman itu benar-benar berhasrat mengunjungi alam Krayan. Mereka ingin menjelajahi hutan yang masih asli di Krayan, bermalam di alam terbuka. Belum lagi objek wisata arum jeram dan perbukitan yang bisa dijadikan arena terbang layang.
“Satu wisman rata-rata menghabiskan Rp 8 juta untuk satu paket perjalanan ke Krayan,” kata Petrus. Maka jika urusan izin masuk dari Bario ke Krayan bisa dipermudah, bukan tidak mungkin 6.000 wisman yang mengunjungi Bario beralih ke Krayan. Maka sekitar Rp 48 miliar akan berputar di Krayan dan memberi efek positif bagi perekonomian di Nunukan pada umumnya. “Apalagi hutan di Bario mulai rusak. Beda dengan alam Krayan yang masih alami. Mereka sebenarnya lebih tertarik ke Krayan,” ujarnya.
Kabid Destinasi Disbudpar Kaltim, Syaiful Bahri mengatakan akan menyampaikan masukan Petrus. “Krayan memang salah satu objek wisata unggulan di Nunukan yang sangat potensial. Sayang kalau tidak diperhatikan,” katanya. (achmad ridwan/habis)
http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=61165
Baca juga artikel tentang Kalimantan Timur pada link dibawan ini :
http://campurb.blogspot.com/2011/04/konsesi-kalimantan.html
http://campurb.blogspot.com/2011/04/selamatkan-kalimantan-dari-mautnya.html
http://campurb.blogspot.com/2011/04/kaltim-lebih-makmur-dari-jakarta.html
http://campurb.blogspot.com/2011/04/samarinda-and-balikpapan-in-flash.html
http://campurb.blogspot.com/2011/04/mencicipi-jajanan-malam-di-kota.html
http://campurb.blogspot.com/2011/04/reuni-akbar-alumni-kpmkt.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar