Dalam acara Bulan Film Nasional 2010, film Duo Kribokembali diputar pada Ahad siang tadi. Duo Kribo diputar kembali di Kineforum, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, sebagai perayaan ditemukannya kembali kopi film tersebut dalam format 35 mm di Inter Studio, Jakarta. Meski kondisinya sudah tak prima lagi, dengan gambar yang berwarna merah, pemutaran film tersebut menyedot banyak penonton, terutama anak-anak muda.
Banyak hal yang terekam dalam film tersebut, terutama seputar kondisi industri musik dan realita yang melingkupi para musisi. Sejak ditayangkannya film Duo Kribo sekitar 30 tahun silam, potret industri musik di Indonesia boleh dibilang tak pernah berubah. Hingga kini, yang berkuasa di industri musik adalah para cukong atawa bos pemilik label.
Hal itu tergambar dalam film Duo Kribo yang dibintangi Rocker Achmad Albar dan Ucok Harahap – populer dengan nama Ucok AKA. Dalam film tersebut diceritakan Ucok AKA tengah bernegosiasi kontrak rekaman dengan seorang produser. “Ya, cukong, kan, yang berkuasa,” kata Ucok kepada bos sebuah perusahaan rekaman.
Adegan dalam film arahan sutradara Eduard Pesta Sirait itu menunjukkan kondisi industri musik kita saat itu, yakni pada pertengahan 1970-an. Kondisi itu tak berubah sampai sekarang. Boleh dibilang, bos label rekaman tetap saja yang berkuasa.
Dalam sebuah diskusi yang digelar di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, seusai pemutaran Duo Kribo pada sore tadi, pengamat musik Denny Sakrie menyatakan film tersebut bisa menjadi tolok ukur siklus perjalanan industri musik Indonesia, seperti tentang kontrak rekaman di atas.
Hal senada disampaikan produser musik David Tarigan. Menurut David, film tersebut memang menjadi tolok ukur antara musik rock dengan realita di lapangan. Selain urusan kontrak rekaman, dalam Duo Kribo juga terungkap bagaimana konflik yang acap terjadi di dalam sebuah kelompok musik. “Contohnya dalam adegan ketika drummer grupnya Achmad Albar hengkang dan pindah ke bandnya Ucok,” ujarnya.
Banyak hal yang terekam dalam film tersebut, terutama seputar kondisi industri musik dan realita yang melingkupi para musisi. Sejak ditayangkannya film Duo Kribo sekitar 30 tahun silam, potret industri musik di Indonesia boleh dibilang tak pernah berubah. Hingga kini, yang berkuasa di industri musik adalah para cukong atawa bos pemilik label.
Hal itu tergambar dalam film Duo Kribo yang dibintangi Rocker Achmad Albar dan Ucok Harahap – populer dengan nama Ucok AKA. Dalam film tersebut diceritakan Ucok AKA tengah bernegosiasi kontrak rekaman dengan seorang produser. “Ya, cukong, kan, yang berkuasa,” kata Ucok kepada bos sebuah perusahaan rekaman.
Adegan dalam film arahan sutradara Eduard Pesta Sirait itu menunjukkan kondisi industri musik kita saat itu, yakni pada pertengahan 1970-an. Kondisi itu tak berubah sampai sekarang. Boleh dibilang, bos label rekaman tetap saja yang berkuasa.
Dalam sebuah diskusi yang digelar di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, seusai pemutaran Duo Kribo pada sore tadi, pengamat musik Denny Sakrie menyatakan film tersebut bisa menjadi tolok ukur siklus perjalanan industri musik Indonesia, seperti tentang kontrak rekaman di atas.
Hal senada disampaikan produser musik David Tarigan. Menurut David, film tersebut memang menjadi tolok ukur antara musik rock dengan realita di lapangan. Selain urusan kontrak rekaman, dalam Duo Kribo juga terungkap bagaimana konflik yang acap terjadi di dalam sebuah kelompok musik. “Contohnya dalam adegan ketika drummer grupnya Achmad Albar hengkang dan pindah ke bandnya Ucok,” ujarnya.
http://www.yiela.com/view/977117/-duo-kribo-dan-perjalanan-musik-rock-indonesia-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar