Rabu, 27 April 2011

Jasa bodyguard di tengah masyarakat paranoid

Sejak kerusuhan Mei 1998 dan aksi terorisme dalam bentuk peledakan bom di tempat-tempat strategis, jasa private security tumbuh marak di banyak kota di Indonesia. Di Jakarta khususnya, banyak orang berduit, baik dari kalangan pejabat, pengusaha, maupun artis, tidak percaya lagi dengan aparat keamanan. Mereka lebih memilih menggunakan jasa bodyguard. Seperti apa bisnis ini dijalankan dan siapa saja penggunanya?

Wajah Pius Lustri Lanang, mantan aktivis mahasiswa asal Bandung yang pernah diculik Koppasus, tidak banyak berubah. Bicaranya masih ceplas-ceplos, tanpa tedeng aling-aling. Termasuk ketika diajak bicara soal private security-bisnis jasa keamanan yang digelutinya sekarang ini di bawah bendera PT Brigass Tri Lanang Security.

Dia secara terang-terangan menyebut nama beberapa politisi dan anggota DPR yang kerap datang ke kantornya untuk memanfaatkan jasa pengawalan dan ajudan.
“Untuk pengawalan penuh kami menetapkan biaya Rp2,5 juta hingga Rp3,5 juta per bulan untuk satu orang ajudan dan kontraknya diperbarui setiap tiga bulan sekali,” ujarnya.
Ajudan yang dimaksud Pius telah dipersiapkan antara lain untuk acara yang sifatnya insidential, pengawalan bisnis, ataupun penjagaan.
Semua disediakan lengkap dalam satu paket. Misalnya, pihaknya menjadi salah satu penyedia jasa pengamanan pada kongres PDIP di Bali baru-baru ini.
Tapi tidak banyak anggota DPR yang menggunakan jasa bodyguard.
Setidaknya itu diakui fungsionaris PDIP Sukowaluyo Mintorahardjo dan Candra Wijaya. Alasannya singkat, lantaran tidak biasa. “Lagi pula cukup risih jika ada tukang pukul di sebelah kita,” kata Sukowaluyo.
Berbeda dengan Putri Sulistiowati, 56, pengusaha di bidang agrobisnis asal Bogor yang kini mulai merambah ke bisnis properti.
“Pada saat-saat tertentu, seperti mengawasi pembebasan lahan di lapangan, saya membutuhkan jasa pengawal pribadi. Apalagi kantor saya di Jakarta dan setiap hari pulang larut malam,” katanya.
Memang, pascakerusuhan Mei 1998 dan aksi teroris berupa peledakan bom di berbagai tempat strategis, bisnis centeng alias bodyguard bak jamur di musim hujan.
Takut kalau-kalau di perempatan lampu merah Grogol, Jakarta Barat, dirampok kawanan Kapak Merah atau khawatir kalau di Jl. Pemuda, Jakarta Timur, didor penjahat jalanan yang mencuri mobil dan membunuh korbannya.
Ketika masyarakat menjadi paranoid, bisnis centeng akan menangguk keuntungan yang luar biasa.
Namun, menurut Yuswaji, Direktur PT Group 4 Falk Indonesia, pihaknya jarang menemukan kasus seseorang yang secara pribadi meminta dirinya diproteksi pengawal.
“Kebanyakan klien saya adalah korporat,” ujar suami Elsya Syarif, seorang pengacara kondang, itu.

Pengawalan VVIP
Dia lantas menyontohkan untuk pengawalan VVIP CEO Caltex dari Los Angeles, AS. “Kami diminta Caltex untuk mengawal dia, jadi berdasarkan permintaan dari satu perusahaan dan biasanya tidak 24 jam,” katanya.
Perusahaan yang kini menjadi bagian dari Securicor International ini memang mengacu pada core business untuk jasa pengamanan, peralatan, konsultasi dan pelatihan khusus korporasi, dan bukan untuk individu.
Perusahaan yang ditanganinya kebanyakan klien dari korporasi internasional a.l. Caltex, Epson, dan Bion Petroleum (BP).
Tak heran, bila kocek yang dibutuhkan untuk jasa pengamanan bergerak antara US$300-US$500 per hari.
Namun, harga tersebut, kata dia, disesuaikan dengan negosiasi dan kontrak.
Yuswaji mengaku tidak akan menampik order yang sifatnya lebih personal. “Tentunya jika harganya cocok,” ujarnya tertawa lepas.
Tarif jasa keamanan, menurut Christian Syah, Direktur Operasi PT Global Security Consultant, sangat tergantung pada kualifikasi yang diperlukan pengguna jasa. Misalnya, ada yang perlu pengamanan waktu malam saja atau penjagaan selama 24 jam.
Ada juga yang minta ditambah dengan perlengkapan pengaman. Bayarannya Rp6 juta-Rp15 juta per bulan.
Sedangkan PT Putratama Bhakti Satria (Protecom) memasang tarif jasa bodyguard dari Rp1,5 juta-Rp3 juta untuk 12 jam pengamanan. “Biasanya kita melakukan pengamanan itu hanya insidental,” ungkap TotoTrihamtoro, Presdir Protecom.
Biasanya, kata Toto yang sudah memulai usaha tersebut sejak 1999, para pengguna jasa itu tidak mau dilihat secara jelas memakai jasa pengawalan.
Permintaan itu, kata Toto, datang dari pengusaha, CEO perusahaan asing, atau artis.
Untuk CEO perusahaan asing, katanya, biasanya diminta pengamanan selama dalam perjalanan, karena kondisi lalu lintas yang macet dan rawan kejahatan.
Karena ditengarai kalau terjadi masalah pada diri CEO itu, katanya, akan banyak pekerjaan dari perusahaan itu yang terganggu.

Kalangan artis disebut-sebut sebagai pasar tersendiri bagi penyedia jasa keamanan.
Tetapi menurut Adrie Subono, promotor berlabel Java Musikindo, pihaknya tidak pernah menggunakan jasa bodyguard secara khusus, sekalipun untuk pengamanan artis luar.
“Biasanya pengamanan dilakukan kru Java Musikindo sendiri dan biasanya proteksinya berhubungan dengan fans yang histeris.
Dia juga mengaku penyanyi yang datang biasanya hanya membutuhkan security untuk artis saja, tidak sampai permintaan penyediaan pengawal khusus.
Untuk menghindari sesuatu yang mengancam, lanjutnya, tak berarti tukang pukul harus selalu berada di samping orang yang dikawal.
Jadi harus bagaimana? Adrie melontarkan kiatnya. “Senjata yang paling ampuh, ya banyak-banyak berkawan sama orang,” kata laki-laki yang juga taekwondoin ini.
Sementara itu, ketua umum Yayasan Rajawali Wawasan Nusantara Jaya, yang tak mau disebutkan namanya, mengatakan di dalam setiap kegiatan jasa pengamanan yang dilakukan yayasannya, pihaknya berkoordinasi dengan kepolisian.
Bisnis ini pun terdaftar di Mabes Polri. Artinya, legal.
Bahkan kepolisian ikut serta memberikan pendidikan, menyuplai senjata dan mengecek laporan kegiatan setiap tiga bulan sekali. Maklum, standar keamanan pribadi itu harus sesuai dengan pola pengamanan milik kepolisian atau tentara.
Karena dituntut untuk profesional tak heran jika penyedia jasa keamanan memberikan beragam pelayanan.
Sebut saja, jasa konsultasi keamanan (security consultancy), penerapan peralatan keamanan (security devices), pendidikan dan latihan keamanan (security training and education), kawal angkut uang dan barang berharga (cash in transit), penyediaan tenaga pengamanan (guard services), dan bantuan penyelamatan (rescue services).
Jumlah pengawal yang dikerahkan pun tergantung permintaan klien.
Biasanya pengawalan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pengawalan di samping, pengawalan jarak jauh dan counter spionase untuk mengidentifikasi penyadapan.
Pengawal harus melakukan penggalian data mengenai kliennya, antara lain identifikasi lokasi dan jalur perjalanan, jadwal, hingga persoalan merancang aksi penyelamatan ketika terjadi ancaman.
Tentu saja dibutuhkan sumber daya manusia yang terlatih di bidang keamanan ini. Mereka tidak sekadar berbadan besar dan kekar, namun harus memiliki kemampuan lain seperti mengidentifikasi risiko lapangan, menjinakkan bom, menyadap sinyal telepon, dan masih banyak lagi.
Untuk semua kualitas itu, Yayasan Rajawali membayar bodyguard-nya Rp1 juta hingga Rp5 juta per bulan.

http://aergot.wordpress.com/2008/02/22/jasa-bodyguard-di-tengah-masyarakat-paranoid/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar