Rabu, 27 April 2011

KONSESI KALIMANTAN

Pernahkah anda mengetahui slogan “Indonesia, Paru-Paru Dunia” ?
Atau pernahkah anda mengetahui slogan “Kalimantan, Paru-Paru Indonesia” ?
Atau pernahkah anda mengetahui istilah “Heart of Borneo” ?

Slogan-slogan atau istilah di atas itu sangat sering saya dengar ketika masih kecil dulu, bahkan sampai muncul di pelajaran IPS waktu saya SD. Hutan tropis kalimantan yang masih asli merupakan kekayaan lingkungan hidup yang sangat berharga buat saya, tidak hanya saya tetapi juga penduduk Indonesia, Asia Tenggara, bahkan dunia. Hutan tropis kalimantan menjadi habitat bagi ribuan, bahkan mungkin jutaan jenis spesies hewan dan tumbuhan di dunia ini. Dari sekian banyak wilayah tropis, sepertinya hutan tropis besar yang masih tersisa di dunia ini hanya tinggal Kalimantan, Papua, dan pedalaman Amazon di Amerika Selatan. Itulah kekayaan kehidupan manusia.

Sampai kapan hutan trpois Kalimantan itu bisa bertahan tetap pada kondisi alaminya? Jika melihat kondisi sekarang, sepertinya akan sangat sulit. Sikap serakah dan perilaku manusia menjadi penyebab utama kerusakan hutan Kalimantan. Tetapi sebagian diantara itu memang beralasan, krisis energi dan ketergantungan kita terhadap bahan bakar fosil telah memaksa kita untuk semakin giat menguras isi perut Kalimantan. Apakah itu benar-benar berdasarkan kebutuhan atau motif bisnis semata? Entahlah, akan sangat rumit jika kita membahas sampai sedalam itu.
Sebagai ilustrasi, kita lihat peta konsesi Batubara Kalimantan di bawah ini:


Peta di atas memang belum update, tapi cukup menjadi gambaran bahwa fungsi Kalimantan sebagai paru-paru dunia berangsur beralih menjadi lahan tambang. Kelestarian dan keseimbangan ekosistem kalimantan jelas terganggu. Hampir seluruh bagian timur Kalimantan telah menghitam karena pohon-pohon hijau telah berubah menjadi cekungan-cekungan Batubara.

Lantas kita harus bagaimana?

Kalau masalah keserakahan…entahlah, bingung juga membahasnya dari mana. Apakah kita harus batasi penambangan Batubara? Bagaimanapun kita masih ketergantungan, listrik kita sebagian besar berasal dari Batubara. Saya rasa sebaiknya bukan dibatasi, tapi lebih bijak untuk menambang sesuai kebutuhan daripada di export ke negara industri maju. Tidak sembarangan memberikan hak penambangan kepada para pengusaha tambang jadi-jadian.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tanggung jawab pengusaha pertambangan untuk melakukan rehabilitasi lahan sebisa mungkin agar menjadi seperti semula. Jangan sampai para pengusaha tambang hanya mengeruk keuntungan dan meninggalkan “hutan pinjaman” dengan harga sewa yang melecehkan itu dalam kondisi rusak parah berwujud danau mati. Pemerintah sepertinya harus membuat aturan baru yang lebih berpihak pada lingkungan, tidak hanya berpikir bisnis sesaat.


Posted by Rangga A. Sudisman
http://ranggasudisman.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar