Jumat, 29 April 2011

Jejak Emas Majalah Musik Aktuil


Legenda itu bernama Aktuil, sebuah majalah musik yang terbit di Bandung, Jawa Barat, mulai Juni 1967.BANDUNG-Legenda itu bernama Aktuil, sebuah majalah musik yang terbit di Bandung, Jawa Barat, mulai Juni 1967. Majalah yang dimotori almarhum Denny Sabri, Toto Rahardjo, dan kawan-kawan itu sempat menjadi candu kaum muda di jamannya.

Beroplah awal hanya 10 ribu eksemplar, di puncak keemasannya bisa melambung hingga lebih dari 150 ribu eksemplar. Kini, keberadaan majalah yang digarap di Jl. Lengkong Kecil, Bandung itu memang sudah masuk kubur. Meski begitu, keberhasilannya sebagai trend setter penggemar musik tetap aktual dibicarakan.

Adalah Erfan Agus Setiawan, 30 tahun, mahasiswa Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta, yang tertarik untuk membuat film dokumenter perjalanan Aktuil untuk tugas akhir. Untuk mewujudkan keinginannya, mahasiswa angkatan 2001 ini menghabiskan waktu hampir 2 tahun untuk melakukan riset. Setelah semua terkumpul, pengambilan gambar dilakukan. Waktu yang dibutuhkan terhitung singkat: hanya 10 hari. Setelah diedit sana-sini, tersajilah film berdurasi 43 menit bertajuk Untuk Kaum Muda. Ia memilih perjalanan Aktuil, "Karena hal itu bisa menyalurkan dua hobi saya, yakni musik dan film," katanya.

Karya Erfan itulah yang diputar dalam perhelatan sederhana di "Tobucil," di kawasan Jl. Kyai Gede Utama, Bandung, Senin (17/5) malam. Selain pemutaran film, juga digelar diskusi dengan sejumlah sumber yang pernah menangani Aktuil. Ada Remy Sylado, Toto Rahardjo, Yanto 'Diablo', Odang Danaatmadja, dan sebagainya. Buka-bukaan kecap dapur dibalur romantisme dari para pembicara membuat acara yang dihadiri sekitar 80-an anak muda itu berlangsung gayeng.

"Kalau lu punya jiwa muda, tapi lu tidak baca Aktuil, itu kayaknya ketinggalan jaman. Ya, anak muda memang harus baca ini (Aktuil-Red.)," ujar Andi Julias, salah satu pecandu Aktuil dalam pengakuannya kepada Erfan. Puja-puji juga dilontarkan Ilham Alfan, pecandu yang lain. "Aktuil diakui menjadi trend setter anak muda. Kita menunggu-nunggu bila majalah itu diterbitkan, bahkan kita sempat mengoleksi," kata lelaki bercambang lebat, yang usianya hampir berkepala lima itu, serius.

Ada banyak faktor yang membuat majalah bermotto "Untuk Kaum Muda & Mereka jang Berhati Muda" itu disukai. Maklum, selain mendapat suguhan liputan musik, pembaca juga disodori "statemen" fashion lewat penampilan para penyanyi di dalamnya. Tak heran, model rambut, baju, celana, dan sebagainya yang muncul di Aktuil langsung diaktualisasikan oleh pembacanya. Di luar itu, hadirnya puisi-puisi mbeling dan cerita bersambung Orexas, alias Organisasi Sex Bebas tulisan Remy Silado semakin memperkuat jalinan Aktuil dengan pembacanya. Begitu eratnya hubungan itu, sampai-sampai fans club Aktuil bermunculan.

Mengusung Deep Purple
Terus meroketnya oplah Aktuil tentu sangat membahagiakan pengelolanya. Maklum, seperti diakui Toto, pendiri, pemodal --yang juga pemimpin umum/pemimpin redaksi, usaha penerbitan tersebut pada awalnya dilakukan dengan amatiran, praktis tak ada modal. Ayahnya punya percetakan, dan kalau butuh kertas bisa ngutang.

Keberuntungan tak hanya sampai di situ. Sebab, menurut Toto, sebenarnya Aktuil dibuat tanpa kesengajaan. Waktu itu, ada majalah Discorina di Yogyakarta yang isinya cuma lagu-lagu saja. Dari situlah, bersama Denny Sabri, kemudian terpikir untuk membuat majalah yang lebih khas mengarah kaum muda. Nama Aktuil muncul, dan disetujui. Tak disangka-sangka, setelah terbit, majalah itu laku keras. Catatan penting juga ditorehkan, yakni keberhasilan Aktuil bersama Buena Ventura menghadirkan grup musik kenamaan Deep Purple ke Jakarta, pada 4-5 Desember 1975.

Dalam perkembangannya, meski berhasil memikat hati penonton, konser itu sempat memunculkan rumor sebagai awal suramnya Aktuil. Maklum, saat itu, pementasan musik belum ada sponsor seperti sekarang. Tapi, sinyalemen itu dibantah Toto dan Yanto. Jika Toto menyebut konser itu masih menghasilkan untung, Yanto menilai redupnya Aktuil karena mereka tak punya tim riset dan pengembangan. Akibatnya, kemungkinan adanya pergantian trend di kalangan muda tak terpantau. "Jadi, bukan karena show Deep Purple," katanya.

Kesuraman Aktuil makin menjadi dengan hengkangnya Denny Sabri dan Remy Sylado. Bahkan, Remy sudah cabut pada awal 1975, sementara Denny diam-diam sudah ingin mundur menjelang Deep Purple datang ke Jakarta. Alasan yang muncul adalah manajemen tak begitu terbuka. Bisa jadi, hal itu disebabkan karena penerbit majalah tersebut adalah perusahaan keluarga. Dalam kondisi oplah yang tak menggembirakan, Aktuil boyongan ke Jakarta pada 1979. Menurut Remy, oplah terakhir diperkirakan hanya tinggal tiga ribuan.

Soal masa emas dan redupnya Aktuil, Odang punya kesan tersendiri. "Itu sejarah, tak bisa balik lagi," katanya. Setelah itu, dalam dokumentasi Erfan, Odang terlihat mengelap kedua matanya berulangkali dengan saputangan biru. Mata lelaki yang kini tinggal di kawasan Jl. Pasir Koja, Bandung itu sembab.

"Astaghfirullah," ujarnya, lirih.

Belakangan, ada sejumlah pihak yang ingin menbangkitkan kembali Aktuil dari kubur. Ada juga kalangan yang menerbitkan majalah musik ala Aktuil.

Mungkin, mereka terbayang pundi-pundi keuntungan yang bakal muncul dari oplahnya yang lebih dari 100 ribu eksemplar itu. Tapi, usaha-usaha tersebut tak berhasil. Jaman memang sudah berubah. Masuk akal jika Remy memilih untuk tak membangga-banggakan masa silam, termasuk saat dirinya berperan di Aktuil. "Saya tak mau terlibat untuk memuji-muji diri," katanya. dwi wiyana
http://mellowtone.multiply.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar