Sejak masih di bangku SD ketika kita masihbelajar menulis dan membaca kita telah diberi pemahaman bahwa, kita hidup di sebuah negeri yang kaya-raya gemah ripah loh jinawi , lallu jika memang demikian adanya bahwa Indonesiamerupakan negeri yang memiliki potensi kekayaan hebat itu bagaimana menjawab berbagai kemelut kemiskinan di depan mata saat ini?
Ada satu hal yang menarik dalam sistem pendidikan Indonesia khususnya untuk tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, yaitu penanaman budi pekerti, wawasan kenegaraan, wawasan Pancasila dan UUD 1945, wawasan Bhinneka Tunggal Ika, wawasan persatuan dan kesatuan, wawasan lingkungan, dan berbagai doktrinasi lainnya yang dianggap penting untuk membangun karakter dan pola pikir anak bangsa. Salah satu doktrinasi yang masuk dan tertanam di benak kita ialah bahwa kita tinggal di suatu negara yang kaya akan kenakeragaman hayati, kaya akan sumber daya alam, termasuk darat dan lautan, negeri yang memiliki tanah yang subur, bahkan tongkat kayu dan batu pun jadi tanaman.
“Orang bilang tanah kita tanah surga,
tongkat kayu dan batu jadi tanaman.”
Apakah doktrinasi itu salah?
Tidak.
Apakah doktrinasi itu tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya?
Hmm.. Sesuai sih.. relatively..
Tapi entah mengapa saya merasa bahwa doktrinasi itu membuat kita tenggelam dalam eforia tiada akhir seakan-akan masing-masing kita merasa bahwa kita sedang tinggal dalam surga yang kekal yang segala sesuatunya mudah karena Tuhan sudah menanugerahkan alam yang luar biasa kepada kita – setidaknya itulah yang saya rasakan saat dicekoki fakta tersebut di masa sekolah dasar saya.
Tapi apakah seperti itu kenyataannya?
Tidak. Saya yakin teman-teman semua sependapat dengan saya mengenai hal tersebut.
Saya yakin teman-teman semua masih ingat akan peta-peta pelajaran Geografi di masa sekolah dasar dahulu. Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau dengan flora dan faunanya yang amat khas. Dan tahukah teman-teman bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang amat luar biasa? Sebagian besar dari flora dan fauna dunia hidup di Indonesia. Belum lagi bila kita mengingat peta-peta persebaran barang tambang Indonesia: emas, intan, tembaga, nikel, bahkan uranium. Bagaimana dengan minyak bumi, gas alam, dan batubara? Saya rasa hal tersebut tidak perlu ditanya lagi.
Melihat terpuruknya keadaan kita sekarang baik dari aspek sosial, budaya, ideologi, politik, ekonomi, bahkan kehidupan umat beragama, bagaimana kalau saya berkesimpulan bahwa doktrinasi “Indonesia kaya” cukup memiliki andil dalam memperburuk keadaan?
Menurut teman-teman, manakah yang lebih baik?
Doktrinasi bahwa Indonesia ialah sebuah negara yang teramat miskin baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya, sebuah negara yang miskin sumber energi dan barang tambang serta miskin keanekaragaman hayati, shortly: negara yang tidak memiliki modal apapun untuk maju dan berkembang selain setiap penduduknya yang bertekad untuk mengemban tugas membangun negara dengan belajar yang tekun dan giat, bertanggung jawab dalam mengeruk segala kekayaan alam dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya, membayar pajak dan melakukan segala kewajibannya untuk negara, menjauhkan diri dari korupsi karena itu hanya memperburuk keadaan bahwasanya Indonesia sudah miskin, dan memiliki keteguhan yang tinggi untuk MAJU dan BERPERANG di tengah segala kesulitan dan pencobaan hidup.
Doktrinasi bahwa Indonesia ialah sebuah negara yang amat kaya akan sumber daya alam termasuk sumber energi dan juga barang tambang maha bernilai. Namun kondisi tersebut membuat setiap penduduknya untuk bertindak secara semena-mena dan seenaknya sendiri dengan anggapan bahwa hal itu tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kehidupan bangsa dan tanah air karena dia meyakini bahwa Indonesia ini terlalu kaya untuk dapat merasakan kerugian oleh karena tindakan “kecil” penduduk-penduduknya.
Ada pepatah mengatakan bahwa manusia harus merasakan susahnya hidup agar mereka menghargai segala sesuatu yang ada di sekitar mereka.
Saya hanya berharap kita semua tidak perlu sampai benar-benar MISKIN untuk akhirnya dapat menyadari setiap kesalahan kita.
Ada satu hal yang menarik dalam sistem pendidikan Indonesia khususnya untuk tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, yaitu penanaman budi pekerti, wawasan kenegaraan, wawasan Pancasila dan UUD 1945, wawasan Bhinneka Tunggal Ika, wawasan persatuan dan kesatuan, wawasan lingkungan, dan berbagai doktrinasi lainnya yang dianggap penting untuk membangun karakter dan pola pikir anak bangsa. Salah satu doktrinasi yang masuk dan tertanam di benak kita ialah bahwa kita tinggal di suatu negara yang kaya akan kenakeragaman hayati, kaya akan sumber daya alam, termasuk darat dan lautan, negeri yang memiliki tanah yang subur, bahkan tongkat kayu dan batu pun jadi tanaman.
“Orang bilang tanah kita tanah surga,
tongkat kayu dan batu jadi tanaman.”
Apakah doktrinasi itu salah?
Tidak.
Apakah doktrinasi itu tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya?
Hmm.. Sesuai sih.. relatively..
Tapi entah mengapa saya merasa bahwa doktrinasi itu membuat kita tenggelam dalam eforia tiada akhir seakan-akan masing-masing kita merasa bahwa kita sedang tinggal dalam surga yang kekal yang segala sesuatunya mudah karena Tuhan sudah menanugerahkan alam yang luar biasa kepada kita – setidaknya itulah yang saya rasakan saat dicekoki fakta tersebut di masa sekolah dasar saya.
Tapi apakah seperti itu kenyataannya?
Tidak. Saya yakin teman-teman semua sependapat dengan saya mengenai hal tersebut.
Saya yakin teman-teman semua masih ingat akan peta-peta pelajaran Geografi di masa sekolah dasar dahulu. Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau dengan flora dan faunanya yang amat khas. Dan tahukah teman-teman bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang amat luar biasa? Sebagian besar dari flora dan fauna dunia hidup di Indonesia. Belum lagi bila kita mengingat peta-peta persebaran barang tambang Indonesia: emas, intan, tembaga, nikel, bahkan uranium. Bagaimana dengan minyak bumi, gas alam, dan batubara? Saya rasa hal tersebut tidak perlu ditanya lagi.
Melihat terpuruknya keadaan kita sekarang baik dari aspek sosial, budaya, ideologi, politik, ekonomi, bahkan kehidupan umat beragama, bagaimana kalau saya berkesimpulan bahwa doktrinasi “Indonesia kaya” cukup memiliki andil dalam memperburuk keadaan?
Menurut teman-teman, manakah yang lebih baik?
Doktrinasi bahwa Indonesia ialah sebuah negara yang teramat miskin baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya, sebuah negara yang miskin sumber energi dan barang tambang serta miskin keanekaragaman hayati, shortly: negara yang tidak memiliki modal apapun untuk maju dan berkembang selain setiap penduduknya yang bertekad untuk mengemban tugas membangun negara dengan belajar yang tekun dan giat, bertanggung jawab dalam mengeruk segala kekayaan alam dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya, membayar pajak dan melakukan segala kewajibannya untuk negara, menjauhkan diri dari korupsi karena itu hanya memperburuk keadaan bahwasanya Indonesia sudah miskin, dan memiliki keteguhan yang tinggi untuk MAJU dan BERPERANG di tengah segala kesulitan dan pencobaan hidup.
ATAU
Doktrinasi bahwa Indonesia ialah sebuah negara yang amat kaya akan sumber daya alam termasuk sumber energi dan juga barang tambang maha bernilai. Namun kondisi tersebut membuat setiap penduduknya untuk bertindak secara semena-mena dan seenaknya sendiri dengan anggapan bahwa hal itu tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kehidupan bangsa dan tanah air karena dia meyakini bahwa Indonesia ini terlalu kaya untuk dapat merasakan kerugian oleh karena tindakan “kecil” penduduk-penduduknya.
“Korupsi? Yaelah.. Indonesia ini tuh kayaa banget! Kita korupsi segini juga gak bakal ngaruh!”Apakah kita (Indonesia) harus selalu merasa kaya?
“Bayar pajak?? Gile aje lo! Hari gini masih bayar pajak?? Males banget!”
“Indonesia itu subur lho tanahnya! Tongkat kayu dan batu jadi tanaman! Yaa.. tapi kedelai tetep di-impor sih.. Hmm..”
“Hutan ini kita ratakan saja! Masih banyak hutan-hutan lain! Kalau jadi real estate, nilai tambah ekonominya akan berkali lipat ganda!”
Ada pepatah mengatakan bahwa manusia harus merasakan susahnya hidup agar mereka menghargai segala sesuatu yang ada di sekitar mereka.
Saya hanya berharap kita semua tidak perlu sampai benar-benar MISKIN untuk akhirnya dapat menyadari setiap kesalahan kita.
sumber:michaelhutagalung.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar