Jumat, 22 April 2011

Selamatkan Kalimantan Dari Mautnya Batubara




Pada Peringatan Hari Perempuan Sedunia 8 Maret 2010 dari Kalimantan Timur (Kaltim) – kawasan pegerukan batubara terbesar di Asia Tenggara, JATAM  dan Walhi Kalsel meluncurkan Laporan Publik “Mautnya Batubara : Pengerukan Batubara & Generasi Suram Kalimantan”. Mereka menyerukan penghentian pengerukan batubara dari Bumi Kalimantan dan mendesak Jepang, China, India, Amerika Serikat dan Uni Eropa mengurangi penggunaan batubara dan menghentikan membeli batubara Indonesia. 


Lahan bekas kuasa pertambangan di Samarinda
Laporan ini menunjukkan perubahan tata-kuasa pengurusan negara dari rezim Soeharto hingga rezim SBY tak juga merubah pola eksploitasi SDA Kalimantan. Kini, ada lebih 2.475 perijinan pengerukan batubara di pulau Kalimantan.
Daya rusak pengerukan  batubara dirasakan di Provinsi Kalimantan Selatan, pengeruk batubara kedua terbesar Indonesia. Kadar debu di Pelambuan, Kota Banjarmasin, yang banyak terdapat stockpile batubara, mencapai 976 mikrogram per normal meter-kubik, diatas standar baku yang hanya 230 mikrogram normal meter-kubik. Udara berpolutan tersebut langsung dihisap dan mengendap di paru-paru.
Provinsi Kaltim juga bukti mautnya pengerukan batubara (deadly coal). Potret alokasi ruang provinsi ini jauh dari akal sehat. Jika dijumlah, luas konsesi pengelolaan hutan, kebun sawit skala besar, dan pertambangan mencapai 21,7 juta hektar, melebihi luas daratannya. Separuh ijin pengerukan batubara di Kalimantan diberikan di Kaltim. Luasnya menyamai luas daratan provinsi tetangganya Kalsel. Akibatnya tiap tahun, ada 12 ribu lahan pertanian pangan berubah fungsi menjadi kawasan keruk.
Jatam Kaltim menemukan fakta, pengerukan masif batubara telah melahirkan kabupaten-kabupaten dengan jumlah penduduk miskin paling banyak, paling korup, paling banyak warganya menderita penyakit ISPA dan krisis listrik  akut di seluruh Kaltim
Di Kutai Timur mengalami krisis listrik akut. Hanya 37 desa atau 27% dari jumlah desa yang mendapat pelayanan listrik PLN. Ironisnya, korporasi skala besar diberikan kebebasan menggunakan listrik. Untuk menggerakkan tambang PT KPC dibutuhkan listrik setara penggunaan listrik hampir separuh rumah tangga di Kutai Timur. Di Kutai Barat, 20 dari 21 kecamatan telah menjadi kantung kegiatan industri tambang. Prostitusi dan penyakit kelamin marak bersama meningkatnya pengerukan bahan tambang. Belum lagi penderita ISPA yang angkanya tertinggi pada-anak-anak. Kutai Kertanegara lebih edan lagi. Pengerukan batubara malah menyuburkan kasus Korupsi, bahkan dikenal sebagai Kabupaten Paling Korup. Di Kabupaten Paser, kawasan-kawasan hutan lindung mulai dialihfungsi menjadi tambang misalnya Hutan Lindung Gunung Ketam. Kabupaten yang memproklamirkan dirinya sebagai kabupaten konservasi ini sebentar lagi bergeser menjadi kabupaten bencana, bersama rusaknya Sungai Kandilo berikut kesepuluh anak sungainya.
Sejak batubara menjadi andalan Kota Samarinda, banjir menjadi langganan. Pada tahun 2008, pemerintah harus merogoh dana APBD untuk mengatasi banjir. PAD dari pertambangan batubara hanya Rp 399 juta, atau 4,13 persen PAD Kota Samarinda. Celakanya, untuk mengatasi Pemda harus  membangun polder yang biayanya mencapai Rp 38 miliar per buah. Kini Kota Samarinda berencana membangun 5 polder serupa.
Kabupaten-kabupaten pengeruk batubara utama di Kaltim adalah kabupaten dengan jumlah penduduk miskin paling besar. Dalam kondisi seperti ini, perempuan yang hidup di kawasan lingkar tambang bisa dipastikan mengalami kekerasan berlapis. Mulai dari beban kerja bertambah, juga kesehatan reproduksi diintai oleh ancaman penyakit kelamin menular hingga penyakit akibat limbah pertambangan. Lapis kekerasan berikutnya adalah perdagangan perempuan (women trafficking). Perempuan-perempuan muda dipasok dan diperdagangkan di lokasi-lokasi prostitusi yang tersebar disekitar pertambangan.
Sejak pengerukan batubara menjadi dewa penggerak ekonomi, ketahanan pangan, air dan energi Kaltim dan Kalsel porak poranda. Batubara membuat pengurus provinsi lupa daratan. Bukan kemakmuran dan kesejahteraan yang dinikmati warga, justru derita berkelanjutan yang bukan tidak mungkin mengarah kepada kebangkrutan sosial-ekologik-ekonomik.  Kini masa depan suram menunggu perempuan dan generasi pulau Kalimantan. Saatnya selamatkan pulau Kalimantan dari generasi suram.
Perubahan paradigma keruk cepat, jual murah dan melayani asing dalam pengurusan bahan tambang Indonesia. Khususnya pengurusan Batubara di pulau Kalimantan Jika tak mau terlambat, Indonesia harus segera meninjau-ulang dan merumuskan paradigma pembangunan baru yang menjamin terpenuhinya syarat- syarat bagi upaya jangka panjang mewujudkan keadilan antar-generasi.
Written by Anti Generasi Suram Kalimantan
http://borneo2020.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar