Jumat, 10 Juni 2011

MERAUP DOLLAR DI KAPAL PESIAR, MANA YANG TAHAN ATAU TIDAK ?

Berdasarkan penelitian Kabari News bahwa .....
“Tiga dari sepuluh orang Indonesia yang saya temui di New York “lompat” dari kapal pesiar,” begitu ungkap seorang bekas awak kapal pesiar Celebrity di kawasan Elmhurst, Queens. Pemuda Jakarta ini tidak tahan dengan kerasnya suasana kerja di kapal pesiar. Begitu selesai kontrak tahun 2002, dia langsung keluar dan bekerja di darat.“Gaji pokok saya sebagai cook cuma $ 800 saja,” lanjutnya.Lompat kapal (jumping from ship) merupakan istilah umum kalangan awak kapal yang kabur dari kapal dan kerja tanpa surat di darat. Awak kapal pesiar memang memakai visa khusus pelaut (C1/D) sebelum memasuki AS. Mereka hanya diizinkan bekerja di kapal selama kontrak dan bisa transit sementara kapalnya bersandar di pelabuhan. Ada yang kabur semasa kontrak dan sehabis kontrak.Seperti dibenarkan Max Pattyranie, veteran awak kapal pesiar kawakan, fenomena lompat kapal ini banyak terjadi tahun 70-an di East Coast.
Situasi imigrasi AS yang makin ketat belakangan ini membuat awak pesiar berpikir panjang untuk loncat kapal. Tetapi, ada saja yang nekad cabut lantaran beratnya pekerjaan dan memilih kerja di darat tanpa surat. “Mana tahan kalau kerjanya gila-gilaan. Saya tergoda sih buat jump ship. Tapi sekarang kudu nabung dulu”, ujar Umboh, lulusan Sekolah Perhotelan Bandung yang menjalani kontrak kedua sebagai waiter di Carnival.Lalu menggantung pertanyaan besar, apa yang sebenarnya terjadi?Mungkin kebanyakan orang berpandangan bahwa dunia kapal pesiar menjanjikan glamor dan kemewahan. Citra ini memang susah dibendung. Dengan dana besar, berbagai iklan cruise ship memang selalu menampilkan kesan kapal putih mewah menawan yang pesiar di berbagai tempat eksotis di dunia. Juga, selalu terpampang foto kru kapal pesiar berseragam resik dengan senyum manis siap tebar pesona. Menarik, bukan?Tetapi jangan salah sangka. Para awak kapal pesiar itu bukan pergi liburan.Mereka sedang bekerja di atas kapal pesiar. Kondisi kerja staf kapal pesiar, seperti perwira, kapten, staf cruise, entertainer dan pekerja casino boleh dibilang relatif bagus. Tetapi kenyataannya sungguh berbeda buat para pekerja restoran(dining room), petugas kebersihan(cleaning rooms), pekerja dapur (galley) dan para pekerja di bawah dek kapal. Dilihat dari standar perburuhan AS, banyak dari mereka mendapat upah kurang layak, akomodasi seadanya, makan sekedarnya serta berada dalam sistem kerja yang tidak pasti.Tahukah anda ada ribuan awak kapal pesiar asal Indonesia yang bekerja di lautan sekitar AS? Kebanyakan TKI ini bekerja di restoran, bar, dapur dan bagian kebersihan berbagai hotel terapung. Mulai dari lautan Atlantik dan Karibia (Florida, NewYork), lautan Pasifik (Los Angeles, Hawaii, perairan Mexico), sampai lautan Antartika (Seattle, Alaska).Menurut sumber Kabari,saat ini tidak kurang ada 4500 kru asal Indonesia bekerja di atas kapal pesiar Holland America Line dan 2000 orang lagi mengambil cuti didarat. Di berbagai kapal pesiar lain di bawah bendera Carnival, ada kurang lebih 3500 awak Indonesia aktif. Kebanyakan orang kita bekerja di kapal pesiar Holland America Line (HAL). Ini wajar, karena sebelum dibeli Carnival, HAL mulanya milik perusahaan Belanda. Dan ada pertalian sejarah Belanda dan Indonesia. Selebihnya, menyebar di berbagai cruise ship lain.Pengamat kritis industri kapal pesiar di Amerika Utara, Ross Klein, berpendapat bahwa industri ini berkembang pesat dalam dua dekade terakhir. Sejak 1980, tingkat hunian meningkat hampir 600 persen. Dari 1.5 juta hingga lebih dari 10 juta penumpang di seluruh dunia.Dewasa ini ada empat perusahaan kapal pesiar yang menguasai 90% pangsa paket pesiar dunia. Yakni, Carnival Corporation, Royal Carribean Cruises Limited, Star Cruises dan P&O Princess. Carnival dengan enam brand adalah perusahaan paling besar. Carnival menguasai 1/3 dari seluruh tempat hunian, memiliki profit sedikitnya $1 miliar setiap tahun dan memiliki pendapatan kotor sekitar $3.5 miliar. Bertambahnya jumlah kamar hunian “floating hotel” ini jelas perlu lebih banyak pekerja.Akan tetapi, banjir dollar buat pengusaha kapal pesiar ini tidak otomatis berimbas pada awak kapal pesiar. International Transport Workers Federation (ITF), organisasi pelindung hak-hak awak kapal, menyebutkan bahwa para pekerja di bawah dek sering harus overtime dengan upah rendah, tidak punya jaminan sosial dan sering dieksploitasi. Kebanyakan mendapatkan job melalui agen tenaga kerja, bukan langsung dari manajemen kapal pesiar. Mereka diimingi-imingi makan, tidur dan jalan-jalan keluar negeri secara gratis.Sejak awal, calon pekerja kapal pesiar memang sudah “diperas” oleh agen mereka sebelum berangkat. “Saya harus membayar $1500 sebelum diterima kerja di atas kapal, “ kata seorang awak kapal Carnival lainnya. Menurut Organisasi Buruh Sedunia (ILO), praktek yang jamak dipraktekkan di Indonesia ini sebetulnya illegal. Mengutip Ross Klein, biaya itu seharusnya ditanggung oleh perusahaan kapal pesiar.Para awak kapal pesiar ini memegang kontrak kerja selama 12 bulan, terdiri dari 10 bulan kerja dan 2 bulan cuti. Mereka bekerja biasanya 10 sampai 13 jam per hari, 7 hari seminggu. Waiter kapal pesiar mungkin bekerja selama16 jam per hari. Bahkan tidur paling-paling 6 jam setiap malam.Ironisnya, kontrak kerja seringkali mensyaratkan pekerja untuk bekerja 80 jam per minggu.Selain jam kerja panjang, gaji juga terhitung rendah. Menurut survey, upah untuk pekerja gajian yang tidak menerima tip bisa serendah $ 400 saja sebulan, merangkak menjadi $700 untuk cook yang trampil dan petugas keamanan. Bahkan, upah orang-orang yang terima tip bahkan lebih rendah. “Gaji pokok gue cuman $72 perak, sisanya gratuities sebesar $ 2000-an, “ kata satu pramusaji di Carnival.Sejumlah perusahaan kapal pesiar meminta jaminan keamanan sebesar $750 untuk kemungkinan desersi awak kapal atau bond (jaminan) untuk membayar denda ke Imigrasi AS. Sumber Kabari mengatakan denda pihak Imigrasi AS buat perusahaan yang awak kapalnya kabur bisa mencapai $ 10.000.Masih menurut Ross Klein, manajemen kapal pesiar seringkali membatasi kebebasan awaknya untuk berserikat dengan merekrut staff dari berbagai negara, etnik, kebudayaan serta bahasa. Ini merupakan taktik halus agar awak kapal pesiar tidak mudah bersatu melawan kebijakan perusahaan. Ditahun 1981, 240 awak kapal pesiar dari Amerika Tengah mogok di Miami karena ada dua orang sedaerah yang kena pecat. Carnival langsung mengakhiri mogok ini dengan memanggil Pihak Imigrasi AS dan mengecap pemogok ini sebagai imigran ilegal. Segera saja memulangkan para pemrotes ini ke negaranya.Kerap kali atasan di kapal pesiar mengancam awak kapal pesiar yang suka mengeluh untuk segera angkat koper. Ini bukan main-main karena awak kapal sudah membayar sendiri tiket pesawat untuk pulang.Kejadian yang terjadi di atas kapal pesiar tapi secara bisik-bisik dibicarakan adalah adanya pelecehan seksual oleh atasan. Menolak bisa-bisa pekerjaan melayang. ITF mendapati ada saja beberapa predator seksual di atas kapal pesiar yang beroperasi lebih dari 15 tahun.Mengapa berbagai hal miring tadi bisa terjadi di kapal pesiar yang notabene beroperasi di perairan Amerika Serikat? Jawabnya singkat. Meski banyak kapal pesiar ini berkantor pusat di AmerikaSerikat, tetapi 60% armadanya didaftarkan di negeri lain, seperti Bahama, Panama dan Liberia, beroperasi di perairan internasional dan berbendera negara sekenanya (flag of convenience). Ini sangat menguntungkan perusahaan pelayaran, tapi menyesakkan awak kapal pesiarnya.Pendeknya, dengan “flag of convenience” semua perusahaan kapal pesiar bisa berkelit dari tanggung jawab membayar income tax di negeri Paman Sam. Mereka juga bisa menghindar dari undang-undang perburuhan, termasuk kesehatan dan keselamatan kerja serta peraturan pencemaran lingkungan hidup.Mayoritas awak kapal pesiar Indonesia jelas bukan pelompat kapal. Meskipun berada dalam suasana kerja berat dan sering “abusif”, anak-anak kapal pesiar Indonesia ini tidak punya banyak pilihan. Pahlawan devisa ini memilih bertahan untuk menafkahi keluarga di tanah air. Kemilau dollar seringkali menyilaukan mata. Seperti kata Max Pattyranie, “Kalau sudah liat ijo-ijo itu, capek-capek jadi ilang”. ( Peter Phawn )
Saya garis bawahi mengenai pemberitaan di atas , saya memang mengalami hal yang sama tapi itu tergantung niat dari anda apakah anda ingin bekerja untuk kehidupan mapan demi keluarga anda atau bermalas malasan sehingga tidak tahan menghadapi pressure pekerjaan seperti itu, sebelum anda naik ke kapal pesiar kuatkan tekad dan mental anda ... dekatkan kepada yang Maha Kuasa .. it works


http://ombiji.blogspot.com/2009/05/mengejar-dollar-di-kapal-pesiar-mana.html

2 komentar:

  1. maaf ini saya mau tanyak apakah memang bekerja dikapal pesiar itu harus ounya tenaga ekstra ya. . .and apa juga gaji sama kerjanya itu tidak sebanding ya. . ??/
    maaf ni saya mau tanyak aja soalnya saya mau bekerja dikapal pesiar. . .

    BalasHapus
  2. GILA... KERJA SAMPAI MATI2AN BERJAM2.. JADI IBADAH UNTUK SHOLAT GAK BISA YA..?? INGAT, HIDUP HARUS SEIMBANG..

    BalasHapus